Senin, 22 Desember 2014

Negosiasi Bisnis 4

Oleh Petrus Juli, Yoan Santosa Putra & Kosmas Lawa Bagho
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Malang



2.4      Sikap dan Perilaku dalam Bernegosiasi
2.4.1        Pentingnya Sikap terhadap Perselisihan dan Konflik: Mengembangkan Filosofi Sama-Sama Menang dalam Negosiasi
Negosiator yang berhasil memiliki sikap yang positif. Para negosiator memandang konflik sebagai sesuatu yang normal dan konstruktif.  Pengatahuan dan ketrampilan yang dimiliki para negosiator memainkan peranan penting dalam mencapai kesepakatan sebagai hasil positif negosiasi bisnis. Ada banyak sikap yang dapat dikembangkan di dalam negosiasi bisnis namun hal yang perlu diperhatikan agar pihak-pihak yang terlibat di dalam negosiasi bisa menerapkan pola atau sikap dengan filosofi sama-sama menang. 

Masing-masing pihak di dalam suatu negosiasi tentu ingin menang. Negosiasi yang berhasil berakhir dengan sesuatu yang dibutuhkan oleh kedua pihak. Setiap kali seorang negosiator bersikukuh pada gagasannya, “ Saya harus menang, dan benar-benar tidak peduli tentang pihak lawan”, maka bencana pun sudah diambang pintu.
Konsep negosiasi sama-sama menang tidak sekadar didasarkan pada pertimbangan etika. Negosiasi sama-sama menang secara sederhana adalah “pola atau sikap yang baik dan diharapkan terjadi di dalam setiap negosiasi bisnis”. Ketika pihak-pihak yang berkepentingan di dalam suatu perjanjian merasa puas dengan hasilnya dan semua akan bersedia untuk bekerja sama satu sama lain pada masa datang.
Bagi sebagian orang, filosofi sama-sama menang atau lebih dikenal dengan istilah kompromi mempunyai makna yang negatif. Namun sebagai mahluk pribadi sekaligus sosial, sama-sama menang atau kompromi menggambarkan prinsip beri dan terima”. yang Kata kompromi  atau sama-sama menang secara sederhana berarti membuat dan atau menerima konsesi (Robert B. Maddux 1991: 12 – 16).



Untuk mencapai negosiasi yang sama-sama menang senantiasa didahului dengan temuan  kepentingan  dan kebutuhan yang sama dengan metode berikut : ciptakan suasana yang memampukan kedua pihak untuk sebanyak mungkin mengemukakan buah pikiran yang relevan bagian suatu pemecahan; hindari penilaian dini sehingga semua buah pikiran dapat dikemukakan secara bebas dan bertanggungjawab; pusatkan perhatian pada masalah, bukan pada pribadi yang terlibat; ketahui apa yang hendak dicapai bersama; jangan menanggapi pertanyaan-pertanyaan retoris yang dimanfaatkan untuk mendukung kedudukan salah satu pihak bukan untuk mengemukakan kepentingan bersama.

2.4.2        Empat Perilaku Negosiator dalam Bernegosiasi
Hartman dan Casse dalam Irsan (2013) menyatakan bahwa ada empat perilaku negisiator dalam bernegosiasi sebagai berikut:
2.4.2.1  Negosiator Profesional.
            Seorang negosiator yang profesional akan tahu apa yang sedang dinegosiasikan, dan tahu bagaimana memperoleh apa yang diinginkannya. Ia memiliki pengetahuan dan ketrampilan bernegosiasi dengan baik. Yang tak kalah pentingnya adalah ia tahu banyak hal tentang lawan negosiasinya.
2.4.2.2  Negosiator Curang.
Harus berhati-hati berhadapan dengan seorang negosiator yang curang karena pada dasarnya yang terlintas dalam benak pikirannya adalah bagaimana memenangkan negosiasi dan mengalahkan anda. Yang penting bagi negosiator curang adalah dapat memenangkan negosiasinya.
2.4.2.3  Negosiator Bodoh.
            Seorang negosiator yang bodoh cenderung menghendaki kekalahan untuk kedua belah pihak. Tidak peduli apapun yang anda lakukan, ia akan berusaha sekuat tenaga agar tidak ada yang bisa menang. Yang penting baginya tidak ada yang menang dalam negosiasi. Oleh karena  itu, untuk menghadapi negosiator macam ini, anda harus memahami apa yang sebenarnya terjadi di balik perilaku pihak lawan yang berpura-pura bodoh tersebut. Jika ia takut kalah, yakinkanlah agar ia memiliki motivasi yang kuat untuk bernegosiasi dengan baik. Jika ia tidak tahu, berilah pengertian yang sejelas-jelasnya, sehingga ia memahaminya dengan baik. Jika ia merasa terancam, maka bersikaplah arif dan bijak dalam bernegosiasi.
2.4.2.4  Negosiator Naif.
            Pada umumnya ia adalah negosiator yang tidak siap bernegosiasi, tidak tahu pokok persoalan yang akan dinegosiasikan, bahkan cenderung percaya begitu saja pada pihak lawan negosiasinya. Kalau perlu, ia bersedia memberikan apa saja yang diminta oleh pihak negosiasinya. Dengan seorang negosiator yang naïf, pihak lawan jelas dapat menang dengan mudah. Namun, pihak lawan sebaiknya tetap harus lebih berhati-hati, karena bukan tidak mungkin ia sedang menyembunyikan sesuatu yang tidak diketahui pihak lawan negosiasinya. Ia bisa juga menyetujui apa yang diinginkan pihak lawan negosiasi, karena ia mempunyai tujuan lain yang menurutnya sangat berarti baginya. 

***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar