Kamis, 28 Juli 2011

Kumpulan Puisi dan Sajak

B I N G U N G
(Dimuat Pos Kupang, 5 Januari 1997)

Dalam
Keremangan kemajuan zaman
yang menapik antik sebagian pelita hidupku
yang menggandrung bingung kesetiaan imanku
aku mengeluh
mendesah

Tuhan …
adakah Kau yang kukenal
adakah Kau yang kucintai
adakah Kau yang kuharapkan

sementara
hidupku kian lesu – tak menentu
surya imanku berangsur-angsur
meredup – luruh ditelan keserakahan diri sendiri

Tuhan … bukankah Kau masih bersamaku!

Ledalero, Medio Oktober 1992
Read more...

Kumpulan Puisi dan Sajak

A V I L A
(Apresiasi perjuangan gender internasional)

Avila …
Tiupan nafasmu
Sayupan lirikan matamu
Menggugah lipitan
Hatiku yang masih muda

Avila …
Hanya senandung ria bergema renta
Kupersembahkan buat kamu
Avila … di dalam lembah kenistaan
di bukit kesepian
ditinggal sang penghibur setia

Avila …
Ombak mendesir mencekam … kemarin
Meratapi hidupku yang semakin tidak
asli

Oh … Yesus sang penghibur hati sepi
Retaskan kelimpahan rahmat
Atas diriku dan Avila
Sayangku …

Ledalero, 7 Oktober 1993
Read more...

Kumpulan Puisi dan Sajak

KERUDUNG PUTIH
(Bingkisan kecil buat Mother Theresa di Kalkuta, India)

Kerudung-kerudung putih
berjejalan di jalanan
mengapa
bukan di rumah sakit berlabur indah
bukan juga di barisan pendidikan berdiri megah
bukan pula di pelataran keanggunan Sinagoga ???

Mereka …
cuma kembang-kembang berlian
membopong tuna wisma di jalanan
menggotong korban aborsi di selokan
mempah buta aksara di panti asuhan
dan menatah pengembara di jagad raya

Mereka …
Manusia-manusia kita
Pembuka kaca pembalut mata
Untuk melihat ketidakadilan massa
Pembongkar mulut para dara
Untuk berbicara kebenaran cinta tiada tara


Mereka …
Pendobrak kunci penutup hati
Untuk melayani yang frustrasi
Perombak ketakacuhan telinga bumi
Untuk mendengarkan teladan mereka kini
Yang berkerudung putih di jalan hidup berseri

Ledalero, akhir Oktober 1992
Read more...

Rabu, 27 Juli 2011

Kumpulan Puisi dan Sajak

S A H A B A T
(Memperingati Hari Pahlawan dan dimuat Pos Kupang, 10 November 1996)

Jantung berdebar kaku
Bumi berputar diam
Jiwa letih, memerah raga
Saat menatap kau … sahabat
Lupa daya juangmu

D u l u …
Kita berjuang bersama
Memendam bau tak segar
Membenam borok luka
‘tuk mendekap kemerdekaan

Sahabat!
Kapan kau kembali
Menapaki lagi
Jalan perjuangan ini

Ledalero, Awal November 1996
Read more...

Kumpulan Puisi dan Sajak

K E N A N G A N
(Awal Gelombang Reformasi RI)

Darah tercecer mencelup bumi
Keringat basah mencium ibu pertiwi
Moncong senjata telah terlumpuhkan
Keberanian kanak-kanak demokrasi
Sengaja lahir menghiasi masa akhir tahun

Bercak-bercak kenangan itu bisa terbaca
Pada lautan sejarah bangsa
Yang sedang bergelombang
Membentur dinding batu wadas kekuasaan
Menghayut palu godam tirani
Terbawa arus kekerasan menjemaah

Ranjang-ranjang tahun lama
Meninggalkan bekas darah
Membasahi area pembangunan massa

Kandungan tahun lama telah lahir
Memanggil aku mengukir prestasi
Meninggalkan kegundahan anak-anak jaman
Gagal merasih kesempatan …

Ledalero, 31 Desember 1996
Read more...

Minggu, 24 Juli 2011

Kumpulan Puisi dan Sajak

Sahabatku ...
sejak hari ini aku menampilkan beberapa tulisan puisi dan sajak
selama masih mengenyam pendidikan di STFK Ledalero

yang sempat terpungut kembali dari berbagai ceceran.
Harap maklum dan mohon
maaf jika kurang nyaman bagi para pembaca blog ini!


L U K A
(Mengenang Tragedi 27 Juli 1996)

Luka ini tak pernah segera sembuh
Kau melecetinya 27 Juli lalu (th.1996)


Kegembiraan ini nyaris punah
Anak-beranak membuka topeng kemunafikan

namun

hati tetap tegar meneteng kuasa
meredam setiap suara berteriak
keadilan, demokrasi dan kebebasan

biar dia mampus
bersama terkuburnya mutiara cita-cita
dirinya

suaranya menggelegar kepuasan
sembari membanggakan hasil
mengusik tilam penderitaan ‘nak jalanan
negeri demokrasi

Ledalero, 27 Juli 1996
Read more...

Selasa, 05 Juli 2011

Menyikapi Caleg Kutu Loncat

Oleh Kosmas Lawa Bagho
Wakil Ketua Bidang Koperasi, Tani dan Nelayan
DPC PDI Perjuangan Nagekeo (2009-2014)

NB.
Tulisan ini dibuat sebelum ada keputusan MK yang berbasiskan suara terbanyak masih berdasarkan nomor urut.

1988, merupakan tahun malapetaka bagi daerah-daerah di Flores dan Lembata yang memiliki hijauan oleh balutan lamtoro gung. Sikka misalnya yang terkenal sebagai daerah kritis, kering telah diubah menjadi daerah paling hijau pada era 1980-1990-an. Sepanjang jalan dari Pantiahu hingga Bandara Waioti dipenuhi dedaunan hijau lamtoro gung. Bahkan Kabupaten Sikka sempat meraih penghargaan kalpataru dari pemerintah pusat. Kalpataru sebagai gelar penghargaan tertinggi bagi penghijuan pada sebuah daerah.

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Hijauan dedaunan lamtoro gung yang menjadi kebanggaan pada saat itu dalam waktu singkat hilang dari dekapan erat masyarakat Sikka. Ia pergi tak tahu entah ke mana. Bahkan bukan hanya di Sikka tetapi mendera hampir seluruh daerah di Flores dan Lembata yang gencar melakukan penghijauan dengan mengandalkan lamtoro gung. Banyak mata terperangah tidak percaya. Satu demi satu dedaunan hijau lamtoro gung berjatuhan dan hilang dari peredaran.

Ribuan hektar tanaman lamtoro gung di seantero Flores dan Lembata mati tak berdaya. Ribuan bahkan jutaan manusia Flores hanya menatap pilu. Puluhan dan ratusan ahli pertanian maupun perkebunan ataupun para bupati di daerah ini kebakaran jenggot tak tahu mencari jalan keluar. Semuanya bertekuk lutut dalam kebingungan. Seolah-olah manusia Flores sudah kalah sebelum berperang menghadapi kutu yang paling kecil bentuk fisiknya namun paling dahsyat daya destruktifnya. Ia adalah kutu loncat.

Istilah kutu loncat kini mulai ramai kembali dibicarakan. Flores Pos hampir saban hari memberitakan tentang kutu loncat. Menarik bahwa bukan kutu loncat sejenis hama yang memupus harapan masyarakat Flores akan kehijauan akibat kehadiran lamtoro gung melainkan para caleg (calon anggota legislatif terhormat) dari tingkat nasional sampai daerah. Sejak pengumuman DCS (Daftar Calon Sementara) tanggal 04 Oktober 2008 s/d DCT (Daftar Calon Tetap) oleh KPU maupun KPUD di setiap daerah pada tanggal 31 Oktober 2008, istilah kutu loncat kerap menjadi bahan pembicaraan, perdebatan hangat baik di tempat-tempat santai maupun di ruang terhormat partai politik serta menjadi hiasan pertama koran kebanggan kita Flores Pos.

Bahkan ada yang langsung menohok pada pribadi-pribadi tertentu sebagai kutu loncat. Para ketua partai menjadi sumringah dan mengumumkan perang terbuka terhadap kutu loncat dengan coba melakukan PAW (Pergantian Antar Waktu) bagi para anggota dewan terhormat yang secara jelas melompat pagar atau tembok partai dan dicalonkan menjadi nomor wahid di partai lain. Partai yang satu menganggap mereka sebagai pengkianat partai dan mungkin juga rakyat yang mereka wakili tetapi partai yang lain memandangnya sebagai pahlawan untuk mendongrak jumlah pemilih pada 09 April 2009 nanti.

Menyikapi tentang isu kutu loncat dalam kepartaian ada dua hal yang perlu dikaji dan direnungkan secara lebih bijak dan kritis oleh para ketua partai atau partai politik secara keseluruhan.

Pertama: Mungkin benar mereka para ‘kutu loncat’ lari atau lompat pagar partai hanya sekedar untuk mencari keuntungan diri. Mungkin mereka hanya mau mencoba keberuntungan dengan menjadi calon nomor urut 1 walaupun ‘maaf’ kadar intelektualitas dan moralitasnya di masyarakat pemilihnya rendah. Artinya ia lari mencari nomor urut 1 dengan track-recordnya atau citra perjuangan dirinya dianggap sebelah mata oleh para pemilihnya atau masyarakat yang ingin diwakilinya. Namun tidak jarang juga bahwa mereka lari karena merasa kurang dihargai atau dibuang oleh indung semangnya (partai yang ia besarkan atau sekurang-kurangnya ia telah berjasa bagi partai) walaupun track-record atau citra diri perjuangannya sangat luar biasa di mata masyarakat yang diwakilinya.

Pengalaman mencatat bahwa pada pemilu tahun 2004 banyak kader militan dengan rekor perjuangan yang bagus mendapat dukungan signifikan dari masyarakat pemilihnya yang dibuktikan dengan jumlah suara bisa mencapai 1000-3000 suara harus kandas di tangan UU Pemilu yang kembali ke nomor urut. Mereka berprestasi namun kurang dihargai sesuai kinerja kerja dan citra diri perjuangannya. Mereka akhirnya kandas melangkah ke anggota dewan. Anggota dewan dengan dukungan suara pemilih yang minim namun diselamatkan berkat nomor urut melenggak mulus ke gedung dewan tanpa ada beban tanggungjawab dari para pemilihnya. Mungkin mereka berjuang namun tidak all-out 100%.

Kedua: Fenomena kutu loncat dalam partai politik hendaknya menjadi refleksi dan intropeksi diri bagi para nahkoda partai yang telah lama berkiprah di bumi Indonesia terutama di tanah terjanji Flores, Sumba dan Timor. Para nahkoda hendaknya mengevaluasi diri secara kritis dan objektif tentang sistem perekrutan kader yang selektif dan tranparan, sistem pengkaderan yang berlapis dan bermutu serta sistem penjenjangan karir politik dengan blue-print yang jelas sesuai dinamika perkembangan dan kemajuan masyarakat. Kita melihat bahwa sistem-sistem ini masih cukup lemah dalam partai sehingga menyebabkan sebagian orang terus-menerus duduk pada nomor urut 1 tanpa melangkah ke jenjang karir politik yang lebih tinggi meskipun kualitas kinerjanya sebagai anggota dewan mulai menurun sesuai uzurnya sebuah usia yang tidak lagi berkembang garis lurus dengan kualitas dan beragamnya kebutuhan masyarakat yang diwakilinya.

Paradigma cara berpikirnya belum berubah sesuai perkembangan kebutuhan masyarakat. Ia masih berpikir yang itu-itu saja sehingga membuat ia kurang dipercaya oleh masyarakat termasuk masyarakat di kampung halamannya sendiri. Selain itu ada kader-kader muda tidak bisa naik jenjang menjadi calon nomor 1 sehingga tertutup kemungkinan menjadi anggota dewan. Tidak berarti saya mendukung kutu loncat dalam partai akan tetapi peristiwa yang dialami sebagian besar partai akhir-akhir ini hendaknya menjadi momen strategis untuk merefleksi ulang berbagai sistem yang sempat disinggung di atas.

Untuk itu ditawarkan beberapa alternatif yang sebaiknya dilakukan :
Pertama: Partai politik baik yang besar maupun yang kecil, baik yang sudah lama maupun pendatang baru perlu memikirkan ulang sistem dan mekanisme perekrutan kader dengan memperhitungkan kadar militansi atau loyalitas seorang kader pada partai. Dengan demikian meski mengalami berbagai tantangan dan kesulitan dalam partai politik maka kader bersangkutan akan tahan banting untuk ikut membesarkan partai. Istilah orang bijak katakan berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Jangan sampai ada kader tertentu mau bekerja mati-matian tetapi ada yang terlibat aktif dalam partai tertentu hanya karena ada maunya dan mungkin maunya hanya yang enak saja. Apabila partai mengalami kesulitan dan tantangan, ia akan lari meninggalkan partai bersangkutan dan mencari peruntungan di tempat lain. Kader seperti ini baru ditindak tegas.

Kedua: Sistem perekrutan yang diikuti dengan seleksi yang tranparan hendaknya disertai dengan pemberian kartu anggota yang sah dan tertulis. Jangan sampai merekrut seseorang tanpa disertai SK tertulis dan kader bersangkutan menganggap seolah-olah dia menjadi anggota partai tersebut atau memang tidak. Hindari omongan lepas atau katabelece hanya karena kedekatan seseorang pada pengurus x atau y dalam partai bersangkutan.

Ketiga: Sistem penjenjangan karir politik hendaknya dibahas, didebat dan diputuskan secara demokratis serta diberlakukan secara adil dan profesional bagi semua orang yang terlibat di dalam partai. Tidak ada anak emas dan anak tiri terutama dalam menentukan nomor urut caleg. Tidak ada lagi caleg titipan. Harus ada penjenjangan yang jelas misalnya calon bersangkutan kalau masuk menjadi anggota dewan kabupaten maksimal 2 atau 1 periode sesuai kesepakatan dan periode berikut jika ia berkeinginan untuk maju lagi harus naik ke jenjang yang lebih tinggi ke propinsi dan seterusnya ke pusat. Memang menjadi pertanyaan kita adalah calon pusat. Mungkin bisa beralih ke eksekutif. Tentu perlu dirumuskan mekanisme yang baik agar tidak ada kader yang terus diberi kepercayaan dan ada kader yang terus-menerus disepelekan meskipun kontribusinya kepada partai sama bahkan lebih.

Keempat: Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah pengembangan SDM di dalam partai hendaknya dirancang dan dilaksanakan secara teratur dan terprogram mengingat yang dihadapi para anggota dewan adalah para eksekutif dan yudikatif yang kebanyakan bergelar S1, S2 bahkan Doktor (S3) maupun profesor dan serentetan gelar mentereng lainnya. Tanpa peningkatan SDM yang memadai maka acapkali para anggota dewan terhormat tidak mampu menghadapi argumentasi atau keahlian para eksekutif dan yudikatif apalagi mau mengontrol mereka.

Biaya-biaya pengembangan SDM dan lainnya bisa diambil dari kontribusi kader-kader yang sudah menjadi anggota dewan. Seluruh pembiayaan pengembangan SDM dan lainnya di dalam partai tersebut hendaknya bisa dipertanggungugatkan bila perlu harus diaudit dari pihak akuntan publik yang belum tercemar oleh berbagai kepentingan politis baik untuk diri maupun kelompoknya.

Tentunya penghakim yang paling adil adalah pada 09 April 2009 mendatang ketika rakyat dengan nurani yang jernih tanpa godaan apapun menjatuhkan pilihan bebasnya. Saat itu baru diketahui secara jelas dan nyata mana caleg yang kutuloncat dan mana yang tidak. Diharapkan juga masyarakat atau rakyat kita semakin cerdas dalam menjatuhkan pilihannya. Dan saya yakin rakyat Flores dan Lembata sudah piawai dalam hal yang satu ini.

Penulis: Putra Rawe Uluwena-Boawae, tinggal di Kelurahan Onekore Ende

NB: Catatan menjelang Pemilu Legislatif April 2009 lalu.
Read more...