Selasa, 26 April 2011

Menjawab Pertanyaan Seputar Koperasi Kredit

Oleh Kosmas Lawa Bagho
Kepala Bidang Diklat Puskopdit Flores Mandiri

Ada banyak pertanyaan seputar koperasi kredit. Yang dialami selama ini lebih banyak pada saat tatap muka baik pada waktu rapat anggota tahunan (RAT), pendidikan motivasi maupun pendidikan spesialisasi sesuai kebutuhan anggota. Anggota ataupun masyarakat (simpatisan) kerapkali mengajukan pertanyaan seputar dunia koperasi kredit. Apalagi kalau momen itu baru pertama kali mereka dengar.

Aku sepertinya merasa biasa hal itu. Biasanya semua pertanyaan itu dijawab dengan antusias sesuai pengalaman dan pengatahuan yang dimiliki. Setelah memperoleh jawaban, orang-orang bersangkutan bisa langsung menjadi anggota dan yang sudah menjadi anggota segera meningkatkan jumlah simpanan pada koperasi kredit baik simpanan saham dan terutama simpanan non saham. Jenis simpanan non saham sungguh berarti bagi koperasi kredit sebab ini sebagai tanda kepercayaan (trust) dari anggota untuk menginvestasikan kekayaannya pada koperasi kredit.

Bagi yang ada pinjaman dan mungkin agak lupa mengembalikan, biasanya mereka insaf dan mulai mengangsur meski sedikit demi sedikit. Aku sendiri tidak paham, apakah memang jawaban itu menyentuh pribadi anggota dan simpatisan atau memang mereka sudah ada kepercayaan hanya tinggal menunggu momentum yang tepat untuk melakukan aktivitas kewajibannya kepada koperasi kredit.

Pengalaman ini saya rasakan sejak bergabung dengan Puskopdit Bekatigade Ende-Ngada-Nagekeo yang sebelumnya lebih dikenal dengan Badan Koordinasi Koperasi Kredit Daerah Nusa Tenggara Timur bagian Barat (BK3D NTT Barat), Mei 1997. Namun tahun-tahun itu, aku lebih banyak diam untuk terus belajar dengan cara mendengarkan ataupun membaca.

Kejadian istimewa baru aku rasakan tahun 2000 ke atas, sejak dipercayakan sebagai tim fasilitator dan menjadi Kepala Bidang Diklat Puskopdit dan sejak tahun 2005 hingga sekarang, terpilih menjadi Ketua Koperasi Kredit Serviam Ende. Hari demi hari, bahkan jika mau sombong detik demi detik, hendaknya selalu siap untuk menjawab setiap persoalan dan pertanyaan seputar koperasi kredit apabila berhadapan dengan anggota dan simpatisan baik dalam pertemuan formal maupun dalam situasi ngobrol santai. Jawaban yang diberikan sangat menentukan gerak langkah para pendengar terutama menyangkut dengan koperasi kredit.

Hal ini menjadi penting sebab banyak orang agak dan bahkan trauma dan tidak percaya dengan cikal-bakal pelayanan koperasi umumnya dan koperasi kredit khususnya. Periode tahun 1970-an sampai dengan 1980-an ada banyak koperasi kredit yang tumbuh bagai cendawan di musim hujan karena salah urus maka ada yang gugur dan bubar tak tahu di mana batu nisannya.

Walaupun demikian masih ada koperasi kredit yang bertahan di tengah krisis kepercayaan. Koperasi kredit yang bertahan lantaran mereka tetap setia pada jati diri, prinsip, nilai dan tiga pilar; swadaya, pendidikan dan solidaritas. Swadaya pengelolaan dan swadaya modal kerja. Tidak mengharapkan bantuan modal kerja dari luar termasuk dari pemerintah sekalipun. Bantuan modal jika ada hanya fokus pada capacity building dan pembelian aset. Hal ini penting untuk membebaskan diri dari berbagai konflik kepentingan.

Satu hal yang lebih menonjol menyangkut swadaya karena koperasi kredit mengandalkan modal kerja dari anggota. Bambang Ismawan pernah menulis, “Koperasi Kredit atau yang lebih dikenal dengan sebutan Credit Union merupakan suatu terobosan untuk membantu masyarakat kecil dalam mengatasi permodalan dengan kekuatannya sendiri. Koperasi Kredit berusaha untuk mengubah mentalitas masyarakat bawah yang seringkali kurang percaya diri. Dengan menjadi anggota Koperasi Kredit, masyarakat diyakinkan bahwa mereka mampu menolong diri sendiri dengan kekuatan mereka sendiri secara bersama-sama. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa pendekatan koperasi kredit langsung pada pemecahan masalah pembangunan paling dalam yakni merombak ketergantungan menjadi kemandirian”.

Senada dengan Bambang Ismawam, Talmud juga menulis, ‘Sumbangsih yang paling baik ialah untuk menghindarkan seseorang menerima sumbangan, sedangkan derma yang paling baik adalah derma yang memberi kemungkinan bagi seseorang untuk dapat hidup tanpa derma’ (bdk. Alfons Cakong: Petani Desa dan Credit Union, Buletin BK3I, edisi ke-2, April-Juni 2003).

Selain swadaya, koperasi kredit sejati mengandalkan pendidikan atau pengembangan SDM. Sumber daya manusia (SDM) merupakan titik kunci keberhasilan dan keberlanjutan koperasi kredit. Melalui peningkatkan kapasitas dan kapabilitas anggota, pengurus, pengawas dan manajemen membuat pengelolaan koperasi kredit semakin profesional dan dengan demikian mendatangkan keuntungan bagi koperasi kredit. Ada banyak usaha pengembangan SDM yang dilakukan. Untuk anggota biasanya dilakukan pertemuan berkala, pertemuan motivasi dan pendidikan secara terprogram. Untuk manajemen dan pengurus maupun pengawas dilakukan melalui pendidikan spesialisasi dan studi banding pada koperasi kredit/puskopdit di tingkat nasional bahkan tingkat asia. Semuanya akhirnya mendatangkan kemajuan bagi koperasi kredit baik jumlah anggota, modal maupun kekayaan.

Kita harapkan setelah koperasi kredit dikelola secara profesional dan mendatangkan kepercayaan anggota ataupun masyarakat melalui pertambahan jumlah anggota, modal dan kekayaan lebih memudahkan koperasi kredit merealisasikan tanggungjawab sosial (solidaritas) baik terhadap anggota maupun masyarakat yang dianggap tidak mampu.

Ketika Februari 2008 & Januari 2009, berkesempatan melakukan studi banding ke koperasi kredit di Bangkok, Thailand, aku menyaksikan betapa mereka melakukan hal yang satu ini setelah membangun koperasi kredit secara luar biasa. Mereka bahkan membangun sekolah-sekolah pada daerah terpencil, memberikan beasiswa, membangun tempat olahraga bagi kaum muda, membangun perumahan masyarakat dan memfasilitasi usaha produktif kaum perempuan. Usaha solidaritas ini dilakukan sebagai bentuk promosi sehingga masyarakat secara sukarela menjadi anggota.

Ok. Sebelum lebih lanjut dan mungkin meluas dari maksud tema di atas, ada baiknya kita kembali pada fokus bahasan yang mau disampaikan melalui tulisan ini. Judul tulisan di atas memberitahukan kepada pembaca bahwa pertanyaan atau curahan hati tersebut sungguh penting untuk mendapatkan jawaban meski mungkin jawaban yang aku berikan tidak memuaskan penanya dan pembaca sekalian. Dalam serba kekurangan, aku mau menuliskan apa yang aku dengar, aku rasakan dan aku alami sebagai praktisi koperasi kredit kurang lebih 14 tahun.

Curahan hati Kakak Cyrilus Bau Engo, semakin bernas lantaran disampaikan melalui media publik yang lagi ngetop di negeri Indonesia tercinta, Facebook. Ia menulis pada wallku, hari Senin, 18 April 2011, pukul 09.29 wita.

Tulisannya aku ambil lengkap sebagai berikut, ’Azi (bahasa lokal Boawae, Adik), sebagai anggota KOPDIT, sejak tahun 1986, saya melihat ada yang hilang dari KOPDIT sekarang. Aneh, ada orang belum ikut pendidikan jadi anggota, ada orang belum menyimpan langsung pinjam & jadi anggota, bunga KOPDIT melampui bunga Bank, padahal salah satu prinsip koperasi adalah pembatasan terhadap modal, pengawas bukan wakil anggota tapi jadi “mitra” pengurus, peranan sekunder terbatas pada pengurus tidak menyentuh anggota sekurang-kurangnya pada waktu RAT, makin besar anggota, RAT direkayasa hanya formalitas. Mudah-mudahan penglihatan saya salah, KOPDIT mulai profit oriented. Tapi saya mencintai KOPDIT karena mampu membantu kami yang ekonomi lemah. HIDUP KOPDIT !!!!!!!!!

Mungkin tulisan aku, tidak bisa menjawab semua keresahan hati Kakak Cyrilus Bau Engo. Namun melalui tulisan aku hanya memberikan komentar lain agar memancing daya berpikir para aktivis dan anggota koperasi kredit di Flores yang tahun 2011 merayakan 40 tahun kiprahnya membangun peradaban yang bermartabat. Sebagai aktivis yang bergelut sejak Mei 1997, tentu ada beberapa penjelasan untuk tidak membenarkan apa yang sedang dicemaskan. Akan tetapi penulis juga menyetujui sebagai masukan (input) yang sangat luar biasa untuk memperbaiki kualitas dan citra koperasi kredit sebagai salah satu agen (organisasi pemberdayaan) yang menawarkan kemandirian, pendidikan dan solidaritas.

Curahan hati Kakak Cyrilus kalau boleh saya pertegas ada enam hipotesa. Pertama: Ada yang hilang dari KOPDIT sekarang yakni ada orang belum ikut pendidikan jadi anggota, ada yang belum menyimpan langsung pinjam dan jadi anggota. Kedua: Bunga KOPDIT (mungkin maksudnya bunga pinjaman) melampaui bunga Bank padahal salah satu prinsip koperasi adalah pembatasan terhadap modal. Ketiga; Pengawas bukan wakil anggota tapi jadi ‘mitra’ pengurus. Keempat: Peranan sekunder terbatas pada pengurus tidak menyentuh anggota sekurang-kurangnya pada waktu RAT. Kelima: Makin besar anggota, RAT direkayasa hanya formalitas. Keenam: Mudah-mudahan penglihatannya salah, KOPDIT mulai profit oriented.

Mari kita urai satu per satu. Poin pertama, aku sependapat dengan kakak Cyrilus sebab sudah ada kesepakatan di tingkat puskopdit bahwa anggota koperasi kredit hanya bisa masuk melalui pintu pendidikan. Namun mungkin ada satu dua koperasi kredit yang melakukan inovasi sebab dalam koperasi kredit dikenal dua jenis anggota yakni anggota biasa (anggota) biasanya yang telah mengikuti pendidikan dasar (7 jam) dan anggota luar biasa (calon anggota) belum mengikuti pendidikan dan tidak bisa mendapatkan previlese pinjaman. Apalagi ada anggota yang belum menyimpan langsung pinjam, sesungguhnya suatu kesalahan dalam penerapan program microfinance adaptasi prgoram MFI ACCU-Bangkok.

Program MFI seharusnya mewajibkan koperasi kredit merekrut anggota dalam menyimpan beberapa bulan dengan program pendidikan yang kontinyu baru meminjam sebagai strategi pengembangan anggota namun terkadang salah menerapkan, ada yang meminjam langsung memotong sebagian pinjaman untuk simpanan dan menjadi anggota. Namun saat ini, program dimaksud sudah diharamkan dan tidak diberlakukan lagi. Apabila ada yang masih berlaku maka ini menjadi catatan serius untuk refleksi diri dan kembali pada jati diri koperasi kredit. Koperasi kredit adalah kumpulan orang (manusia) saling percaya dan sebagai lembaga menabung, merubah kebiasaan meminjam dengan menabung. Input Kakak Cyrilus pada poin ini patut direnungkan dan diterima dengan lapang dada.

Poin kedua, tentang bunga pinjaman KOPDIT lebih besar bunga bank. Memang hal ini perlu kajian lebih mendalam sebab menyangkut bunga pinjaman koperasi kredit harus berbanding lurus dengan prosentase pemberian bunga simpanan kepada anggota baik dalam bentuk deviden untuk simpanan saham (simpanan pokok, simpanan wajib) dan simpanan non saham. Rata-rata pemberian suku bunga simpanan sedikit lebih bergairah dibandingkan dengan bunga simpanan pada lembaga keuangan lain. Bandingkan saja ada produk non saham koperasi kredit yang berani memberikan suku bunga 13% bahkan lebih per tahun. Pemberian suku bunga simpanan hanya bergantung pada pendapatan bunga pinjaman. Untuk itu memang perlu pengkajian lebih mendalam dan biasanya koperasi kredit tidak membebankan anggotanya dengan kisaran suku bunga 2-3% menurun/tahun kecuali anggota tidak setia memenuhi kewajibannya setiap bulan atau sesuai jadual pengembalian sehingga ada tambahan beban denda atau sistem bunga harian.

Tentang pembatasan terhadap modal apabila aku tidak keliru, hal ini berhubugan dengan prinsip koperasi yang tidak membagi habis sisa hasil usaha kepada anggota pada akhir tahun buku. Artinya pengalokasian SHU juga memikirkan keberlanjutan organisasi, oleh karena itu sebagian SHU dibagi dalam dana-dana misalnya dana cadangan, dana pendidikan, dana pembangunan daerah kerja maupun dana-dana lain sesusi kebutuhan selain pemberian deviden kepada anggota.

Poin ketiga, menyangkut pengawas bukan wakil anggota lebih condong mitra pengurus. Memang secara hukum bahwa pengawas adalah wakil anggota untuk melakukan kontrol, pemeriksaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan organisasi dan keuangan koperasi kredit. Namun tidak berarti pengawas tidak boleh bekerjasama dengan pengurus untuk menciptakan produktivitas koperasi kredit dengan prinsip efisiensi dan efektivitas.

Apa jadinya koperasi kredit jika pengawas tidak mampu bekerja sama dengan pengurus dalam kepemimpinan kolektif-kolegial tetapi tidak berarti pengawas melakukan persekongkolan untuk merugikan organisasi koperasi kredit dan anggota sebagai pemilik. Kontrol pengawas hendaknya seperti dokter yang mendiagnosis untuk memberikan catatan-catatan obat perbaikan demi kemajuan koperasi kredit dan kesejahteraan anggota. Pengawas menempatkan kembali segalanya pada tempat yang sesungguhnya.

Poin keempat, menyangkut peranan sekunder tidak menyentuh langsung anggota. Hal ini bisa benar bisa juga tidak. Sebab selama proses RAT, utusan sekunder baik dari pengurus maupun staf manajemen selalu hadir dan memberikan input-input sejauh dibutuhkan atau didengarkan primer tertentu. Memang hubungan jejering koperasi kredit adalah hubungan subsidiartas yang mengandalkan kemandirian dan otonomi. Sekunder memfasilitasi pendidikan dan pelatihan kepada fungsionaris koperasi kredit dan fungsionaris kepada anggota. Ini juga mau menunjukkan bahwa proses pemberdayaan yang memandirikan. Tidak membuat koperasi kredit begitu bergantung pada sekunder.

Poin kelima, menyangkut RAT direkayasa sebagai formalitas di tengah jumlah anggota yang makin membludak. Sekarang ada koperasi kredit yang anggotanya 10 ribu. Mungkin bisa juga demikian namun gerakan koperasi kredit selalu berkeyakinan bahwa jika proses pendidikan dan pelatihan dijalankan secara terprogram dan teratur serta anggota dengan setia menghadirinya maka RAT tidak lagi seperti dulu yang semua hal harus diputusakan pada waktu itu. Tidak mungkin semua permasalahan diputuskan hanya dalam waktu satu hari. Apalagi sekarang pengelolaan yang tranparan dan ‘good governance’ makin ditingkatkan di koperasi kredit. Ada juga perubahan pengelolaan. Ada sebagian kebijakan diserahkan kepada pengurus dan manajemen tidak harus semuanya pada RAT (Rapat Anggota Tahunan) meski kita sadar bahwa RAT adalah pemegang kekuasaan tertinggi.

Poin terakhir, menyangkut Kopdit makin profit oriented. Memang perubahan koperasi kredit hanya sebagai badan sosial (UU No. 12/1967) ke arah lembaga ekonomi (UU No. 25/1992) seharusnya terjadi demikian namun kopersi kredit tetap berwatak sosial. Artinya bisnis koperasi kredit dengan hati nurani. Profit penting agar citra koperasi kredit di tengah anggota dan masyarakat makin powerfull dan orang makin percaya menanamkan modalnya pada koperasi kredit. Siapa berani menjadi anggota dan menyimpan uang di koperasi kredit jika rugi melulu? Profit juga memberikan dampak pada keberlanjutan sebuah lembaga usaha keuangan. Memang kadang kita berbeda dalam persepsi. Tidak apa-apa semua perbedaan semakin menambah kekayaan mosaik bangunan koperasi kredit saat ini dan terutama ke depan sebab pada akhir curahan hatinya, Kakak Cyrilus menulis, ‘Tapi saya mencintai koperasi kredit yang membantu kami ekonomi lemah. Hidup KOPDIT!’

Memang suatu perubahan tidak cepat diterima semua orang. Namun di tengah pembaharuan dan kemajuan ada celah-celah kekurangan yang harus segera diperbaiki. Akan tetapi hal itu tidak melemahkan daya juang kita untuk membuat koperasi kredit semakin berkualitas ke depan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan angggota dan masyarakat terutama membangun peradaban seluruh masyarakat Flores yang semakin bermartabat.

Sekali lagi, tulisan ini tidak berusaha menjawab semua curahan hati Kakak Cyrilus dan mungkin semua anggota maupun masyarakat terhadap kondisi koperasi kredit sekarang. Akan tetapi tulisan ini hanya sekedar rasangan bagi kita semua untuk berpikir ulang bagaimana sebaiknya membangun koperasi kredit tanpa melupakan jati diri. Sebab Wiliam Ward yang dikutip Rhenald Kasali dalam bukunya yang berjudul Re-Code, Your Change DNA menulis ‘Belajarlah selagi orang-orang lain terlelap. Bekerjalah selagi orang-orang bermalas-malasan. Persiapkanlah selagi yang lain bermain-main, dan Bermimpilah selagi yang lain hanya berharap’.

Gerakan koperasi kredit Flores meski sudah berusia 40 tahun namun masih terus belajar menyempurnakan segala upaya pemberdayaan sambil terus melakukan perubahan-perubahan di saat orang-orang masih bermalas-malasan atau bermain-main dan terus bermimpi selagi yang lain hanya berharap.
Read more...

Jumat, 22 April 2011

Prosesi Jumat Agung di Onekore Hampir Berujung Rusuh

Oleh Kosmas Lawa Bagho

Hari ini, Jumat, 22 April 2011. Hari ini bukan hari Jumad biasa. Sebab menurut hukum Kanonik Gereja Katolik Roma, setelah berpuasa 40 hari, inilah saatnya merayakan Jalan Salib terakhir dalam mengenangkan peristiwa penyaliban Tuhan Yesus Kristus sebelum bangkit pada Sabtu Malam atau Sabtu Suci ataupun Minggu pagi.

Kami sekeluarga tahun ini tidak mengambil liburan paskah di kampung seperti tahun-tahun sebelumnya. Baru pertama kali merasakan pekan suci di kota setelah menamatkan studi di perguruan tinggi. Mungkin ada enaknya, pikirku. Bisa bertemu jemaat yang lebih beranekaragam. Ketimbang di kampung hanya menemukan orang-orang yang homogen.

Sepertinya perayaan pekan suci di kota sungguh mengasikan. Semua berjalan lancar dan aman setelah merayakan ekaristi Kamis Putih di Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) Ende. Perayaan semakin unik dengan menghadirkan koor dari warga Lapas yang menurut kacamata umum, mereka orang-orang berdosa, pencuri, pembunuh, perampok dan pemerkosa ataupun koruptor kelas teri. Tentu mereka tak bisa apa-apa. Namun sepertinya kenyataan berbicara lain. Dengan sedikit sentuhan, mereka mampu melakukan sesuatu yang luar biasa dengan menyumbangkan suara mereka pada misa Kamis Putih.

Peserta yang hadir kagum dan memberikan pujian yang luar biasa. Ternyata orang-orang yang dianggap jahat apabila dimanfaatkan secara optimal bisa memberikan kontribusi diluar dugaan publik. Di dalam setiap pribadi manusia, meski ada berbagai kelemahan, tetapi Tuhan menganugerahkan potensi yang wah!

Perjalanan malam Kamis Putih terasa semakin cepat berlalu. Masih banyak umat menantikan giliran dan berjaga bersama Yesus Kristus menjelang subuh. Hujan terus mengguyur Kota Ende sepanjang tiga hari sepertinya memahami hati dan pikiran Umat Katolik. Menjelang perayaan Kamis Putih, cuaca memberikan dukungan yang luar biasa. Tidak ada lagi setitik air membasahi bumi.

Titik titik pagi Jumad Agung mulai nampak melawat wajah Umat yang bernama Katolik. Anggota rumah memilih jalan salib yang ditawarkan di kota Ende. Lapas Ende, BBK Ende, Mautapaga, Wolonio, Reworeke, Kathedaral Ende dan Paroki Onekore Ende. Anggota rumah lain memilih Lapas dan saya sendiri memilih Paroki Onekore Ende lantaran ada upacara Jalan Salib Hidup yang diperankan OMK (Orang Muda Katolik) Paroki Santu Yoseph Onekore dan salah seorang ponakan terlibat langsung di dalamnya sebagai Simon tukang kebun yang dipaksa para algoju membantu memikul salib Yesus.

Saya berjalan kaki menuju tempat upacara. Lumayan jauh. Hampir dua kilometer. Acara berlangsung di depan aula SMUK Syuradikara. Acara berjalan lancar dijaga aparat Polres Ende dan Kodim/Kompi C Ende (pokoknya seragam TNI). Dari perhentian pertama sampai perhentian ke-8 masih aman terkendali. Memasuki perhentian ke-9, Yesus jatuh ketiga kali, posisi Yesus terbaring lemah di jalan raya, tiba-tiba datang seorang pemuda tanggung mengendarai motor roda dua dengan kecepatan tinggi sepertinya mau menciderai Yesus yang sedang berbaring. Aparat bersikap sigap meski ada kesan lalai dan lamban.

Beruntung ada yang menendang sepeda motor sang pemuda tadi. Ia jatuh terjerembab dan sebagian pemuda mulai merapat serta sebagian mulai melakukan pemukulan. Umat merasa hati dan jiwa mereka terluka, dengan kejadian tersebut. Di tengah suasana yang semakin tak terkendali, masih ada umat yang saling menyadarkan satu sama lain untuk tidak main hakim sendiri. Ada yang memerintahkan aparat keamanan untuk segera mengevakuasi korban sebab massa makin membludak dan makin tak terkendali.

Beruntung sejumlah polisi yang lebih banyak dengan oto tiba cepat di lokasi kejadian. Sebagian besar umat terus melanjutkan prosesi Jalan Salib Hidup yang masih khidmat. Ada sebagian besar remaja putri dan ibu-ibu lagi meneteskan air mata, larut dalam duka lara balada penyaliban yang mereka imani sebagai Tuhan dan Sang Juru Selamat membawa mereka ke surga abadi.

Aparat keamanan membawa korban ke kantor polisi untuk proses lebih lanjut. Sebagian massa belum puas. Tidak lagi kosen pada acara prosesi iman. Mereka ramai memperbincangkan. Mereka buat analisis masing-masing. Sambil meraba-raba dan menerka-nerka. Ada yang langsung mempersalahkan aparat keamanan yang kurang sigap. Apalagi instruksi presiden, Jumad Agung sebagai SIAGA 1 di seluruh Indonesia. Cuma satu pemuda tanggung saja tidak bisa diatasi. Bagaimana apabila dia membawa bom dan lain sebagainya. Comel sebagian umat yang tidak terima dengan kejadian bersangkutan.

Di tengah amarah yang masih memuncak. Tiba-tiba nyelonong satu motor ojek dengan membawa satu orang gadis melintas di depan penjagaan aparat keamanan (ada palang bambu kering). Melihat peristiwa itu, sebagian pemuda spontan melakukan tindakan main hakim sendiri. Hampir tak dapat dikendalikan. Massa makin marah. Dua kali memang, gerutu mereka tanda kecewa. Bahkan sebagian besar pemuda menawarkan diri untuk menjaga keamanan dan mempersilahkan para aparat meninggalkan lokasi prosesi persis di depan Gereja Santu Yoseph Onekore.

Berkat pendekatan persuasif aparat gabungan, maka keadaan pun bisa dikendalikan. Kapolres Ende sampai turun langsung ke lokasi untuk menjaga agar peristiwa tersebut tidak meluas dan merugikan banyak orang serta memberikan rasa aman bagi umat Katolik yang melaksanakan upacara keagamaan sampai selesai. Masih panjang perayaan paskah. Kita harapkan tidak ada lagi kecolongan ataupun kelalaian.

Sebab apabila hal itu terjadi lagi maka tidak tertutup kemungkinan akan ada rusuh besar menanti. Kita umat Katolik yang pemaaf memang sedang dicoba rasa maaf di tengah berbagai gejolak ketidaknyamanan yang sengaja diciptakan orang-orang tertentu. Flores umumnya dan Ende khususnya yang terkenal sangat toleran, memang lagi diberi ujian. Pertanyaan reflektif, apakah kita mampu melewati ujian ini untuk terus-menerus menaburkan maaf dan kasih sayang seperti sang guru, Yesus Kristus dari atas kayu salib dengan suara nyaring berdoa, “Ya Bapa, Ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”.

Memang Yesus sang guru adalah manusia Allah. Beda dengan kita manusia biasa. Tetapi paling tidak spiritualitas sang guru, merasuk diri kita para muridnya untuk membebaskan belenggu-belenggu kebencian, permusuhan ataupun balas dendam. Kita pembawa damai di tengah peperangan dan penghinaan. Orang bijak menulis, “Orang baik adalah orang yang rela untuk tidak diperhitungkan”. Semoga tidak ada lagi dusta di antara kita dan saling mencederai! Amin.

Inilah sepotong kisah Prosesi Jumad Agung yang hampir rusuh. Setelah acara prosesi selesai, sebetulnya ada penyampaian langsung dari Kapolres Ende. Namun lantaran menunggu terlalu lama di depan Gereja dan tidak kunjung ada pemberitahuan, maka penulis pun kembali ke rumah bersama umat lain sementara sebagian umat masih berkerumun sambil berbincang kejadian yang baru mereka saksikan di depan mata telanjang!
Read more...

Minggu, 17 April 2011

Koperasi Kredit: Pemberdayaan yang Memandirikan

Oleh Kosmas Lawa Bagho
Kepala Bidang SDM Puskopdit Flores Mandiri


Menurut catatan sejarah, Koperasi Kredit atau Credit Union masuk ke Indonesia paroh waktu 1970-an dan masuk ke Flores 1971. Oleh karena itu, merujuk pada pembenihan pertama maka Puskopdit Bekatigade Ende-Ngada-Nagekeo dan sejak Rapat Anggota Khusus (RAK) tanggal 5-6 Februari 2011 berubah nama menjadi Puskopdit Flores Mandiri pada tahun 2011 merayakan Panca Windu (40 Tahun) berkarya memberdayakan Masyarakat Flores khusus Masyarakat Kabupaten Ende, Ngada, Nagekeo dari berbagai keterbelengguan secara ekonomis, politik, sosial-budaya dan sumber daya manusia.

Rentang waktu 40 tahun bukanlah aliran waktu yang pendek dan tanpa makna bagi seluruh masyarakat yang pernah mengalami madu dan butir-butir emas pemberdayaan Koperasi Kredit/Credit Union. Untuk itu, tidaklah berlebihan bahwa dalam perayaan 40 tahun (Panca Windu) Puskopdit Bekatigade Ende-Ngada-Nagekeo (Flores Mandiri) memberikan makna tersendiri dengan menerbitkan Buku Kenangan Pancawindu dengan tema utama: Pemberdayaan Masyarakat ala Koperasi Kredit/Credit Union di Flores bagian Barat.

Koperasi Kredit/Credit Union yang berkembang pesat saat ini di seluruh dunia dikembangkan pertama kali di Jerman oleh dua orang pelopor dalam waktu yang hampir bersamaan. Pertama adalah Hermann Schulze Delitzsch pada tahun 1850 dan kedua Friederich Wilhelm Raiffeisien yang koperasi pertamanya disebut Heddesdorf Credit Union (Heddesdorf adalah kota dan Raiffeisien menjadi walikotanya) pada tahun 1864 (bdk. Koperasi Kredit Indonesia: Menyongsong Tantangan Abad ke-21, Inkopdit-Jakarta, 1995).

Tolak Bantuan Modal
Salah satu aspek percaya diri ialah kesadaran menabung sebagai upaya swadaya masyarakat di bidang ekonomi, menolong diri sendiri untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan dengan modal sendiri. Bukankah modal tabungan adalah salah satu ukuran keswadayaan?

Pengalaman mengajarkan bahwa modal dari dana bantuan yang datang terlalu awal karena belas kasihan perorangan atau badan yang menaruh keberpihakan pada orang kecil bisa menghambat tumbuhnya jiwa swadaya yang nampak pada pertumbuhan modal swadaya. Tidaklah bijak mencari modal bantuan dari luar selama modal dari dalam masih memungkinkan. Koperasi Kredit mengandalkan anggota sebagai pemodal utama.

Bambang Ismawan pernah menulis, “Koperasi Kredit atau yang lebih dikenal dengan sebutan Credit Union merupakan suatu terobosan untuk membantu masyarakat kecil dalam mengatasi permodalan dengan kekuatannya sendiri. Koperasi Kredit berusaha untuk mengubah mentalitas masyarakat bawah yang seringkali kurang percaya diri. Dengan menjadi anggota Koperasi Kredit, masyarakat diyakinkan bahwa mereka mampu menolong diri sendiri dengan kekuatan mereka sendiri secara bersama-sama. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa pendekatan koperasi kredit langsung pada pemecahan masalah pembangunan paling dalam yakni merombak ketergantungan menjadi kemandirian”.

Selama ini, berbagai bantuan modal kerja kepada koperasi atau pun bantuan lainnya kepada masyarakat semakin membuat masyarakat tidak berdaya dan bergantung. Bahkan secara kasat mata dapat dikatakan bahwa bantuan beras miskin (raskin) dan bantuan langsung tunai (BLT) yang sempat menghebohkan negara kita beberapa waktu lalu serta mungkin hingga saat ini merupakan musuh besar keswadayaan dan martabat manusia. Sebab melalui berbagai program apalagi bersifat proyek akan semakin mematikan kreativitas masyarakat untuk berusaha sekeras mungkin mempertahankan hidup (e’lan vitae) dan semakin meninabobokan masyarakat penerima. Proyek raskin dan blt, juga akan mewarisi kepada generasi anak cucu sebagai generasi yang hanya tahu menerima tanpa mau bekerja keras dan cerdas sehingga tidak heran banyak orang mencari jalan pintas dan melahirkan berbagai kerusuhan sosial di kota dan sekrang mulai dirasakan di desa-desa.

Pemberdayaan yang Memandirikan
Pendekatan pemberdayaan pada intinya memberikan fokus pada otonomi pengambilan keputusan suatu kelompok masyarakat yang berlandaskan pada sumber daya pribadi, langsung demokratis dan pembelajaran sosial melalui pengelaman langsung.

Pemberdayaan dilahirkan dari bahasa Inggris yakni ‘empowerment’ yang berarti pemberdayaan atau daya atau kekuatan. Pemberdayaan dimaknai sebagai segala usaha atau upaya untuk membebaskan masyarakat miskin dari belenggu kemiskinan yang menghasilkan suatu situasi berbagai kesempatan ekonomis tertutup bagi mereka karena kemiskinan tidak bersifat alamiah semata melainkan hasil berbagai macam faktor yang menyangkut kekuasaan dan kebijakan maka pemberdayaan harus juga melibatkan dua faktor bersangkutan.

Kemandirian (self-reliance) harus lebih dilihat sebagai sikap mental ialah sikap tergantung pada kemampuan dan sumberdaya sendiri. Dalam pelaksanaannya kemandirian dinyatakan sebagai sikap ada atau tidak ada bantuan, kegiatan berjalan terus (bdk. Ibnoe Soedjono, Membangun Koperasi Mandiri dalam Koridor Jatidiri, LSP2I-Jakarta 2007).

Menolong diri sendiri telah menjadi tradisi dan sekaligus nilai yang dianut koperasi dalam melaksanakan kemampuannya sehari-hari. Kemandirian seharusnya ditempatkan dalam kerangka hidup dengan menolong diri sendiri. Sebenarnya kebijakan untuk membantu koperasi dalam situasi seperti sekarang ini bukannya apriori salah, yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai bantuan yang diberikan justru mematikan upaya koperasi untuk menolong diri sendiri, untuk dapat hidup mandiri. Bantuan harus merupakan perangsangnya dan benar-benar diberlakukan secara selektif, sifatnya sementara dan tepat momentum dalam arti “memberikan minum pada saat orang haus atau memberi makan pada saat orang lapar”.

Walaupun demikian Almarhum Ibnoe Soedjono menulis, “Meski pun demikian kita masih beruntung karena masih cukup banyak koperasi yang sejak puluhan tahun mampu mempertahankan kemandiriannya tanpa menerima bantuan modal dari pemerintah seperti halnya koperasi-koperasi kredit (CU) yang membiayai seluruh kegiatannya dari sistem internalnya sendiri. Juga dalam rangka kebijakan pemerintah pada waktu ini yang menyodor-nyodorkan ‘bantuan modal’ masih ada koperasi-koperasi yang menolak bantuan tersebut karena tidak ingin kehilangan kemandiriannya”.

Lebih lanjut, Ibnoe Soedjono mengeritik cukup tajam pemerintah yang memberikan bantuan modal kepada koperasi. Dia pun menulis, “Dibiayainya gerakan koperasi oleh anggaran belanja negara dan daerah sepintas lalu kelihatannya sebagai kebijakan yang membantu koperasi akan tetapi pada hakekatnya memberi peluang dan membiarkan koperasi menelan ‘narkoba’ yang akan membuat koperasi ketagihan, melumpuhkan mental kemandirian dan mati secara pelan-pelan. Bagi sekelompok orang yang kebetulan memimpin koperasi, pembiyaan seperti itu bisa disalahgunakan sebagai sumber “kekuatan dan kekuasaan politik” yang dapat merusak koperasi itu sendiri”.

Berdasarkan reflesksi pengelaman pribadi penulis, sudah kurang lebih 14 tahun berkiprah di koperasi kredit, saya mempunyai satu kesimpulan sederhana bahwa gerakan koperasi kredit lebih menggerakkan masyarakat untuk hidup mandiri dari apa yang ada pada mereka (pengetahuan, ketrampilan, sikap/karakter) yang disokong dengan berbagai sumber daya alam yang tersedia. Juga ketika saya ke Thailand, koperasi kredit di sana memobilisasi sikap hidup hemat dengan cara menabung Rp.1,000.- per hari misalnya serta memprakarsai lahirnya jiwa kewirausahaan anggota (masyarakat) yang akhir-akhir ini menghasilkan kurang lebih 3-4% penduduknya berwirausaha dan mengurangi jumlah masyarakatnya untuk memilih bekerja sebagai orang upahan.

Tentunya semua impian tersebut tidak mudah untuk direalisasikan namun paling kurang secara strategis; cara kerja pemberdayaan ala koperasi kredit rasanya lebih cocok untuk masyarakat kita menuju standar ideal negara maju secara ekonomis sekurang-kurang penduduknya 2,5% bergerak di bidang wirausaha untuk meningkatkan kesejahteraan hidup secara mandiri. Viva Koperasi Kredit! ***
Read more...