Senin, 13 Desember 2021

Guncangan Gempa Cukup Membuat Panik Warga Kota Ende

Oleh Kosmas Lawa Bagho

 Masyarakat Flores khususnya, NTT umumnya masih trauma dengan gempa tektonik 7,5 S.R tanggal 12 Desember 1992 lalu. Saat itu, berbagai bangunan megah di kota ini luluh lantak oleh gempa tektonik dan merenggut banyak nyawa manusia adalah tsunami. Ribuan nyawa manusia Flores melayang begitu saja. Bangunan rumah dan perkantoran jatuh, runtuh berkeping-keping. Momen itu, penulis masih duduk di semester 7 dan salah satu adik tingkat meninggal di tempat ditendes reruntuhan.

Read more...

Minggu, 09 Mei 2021

Penyair dan Eufemisme Kritik Sosial: Esai Puisi “Pajero” Yeremias B. Warat

Oleh Kosmas Lawa Bagho

Belajar Jadi Penyair


Semangat pagi para pembaca ... mohon maaf menggangggu. Cukup lama tidak lagi memposting tulisan maka kali ini, penulis datang menghadap pembaca dengan tulisan genre agak berbeda. Kali ini sedikit melompat pada karya sastra yakni esai puisi. Selamat menikmati. Semoga berkenan dan berkesan.

Read more...

Minggu, 07 Februari 2021

"AHY" dan Partai Demokrat Masih Bisa Diselamatkan

Oleh Kosmas Lawa Bagho

Alumnus Pascasarjana Universitas Negeri Malang (UM)

Agus Harimurti Yudhoyono

Partai Demokrat termasuk masih baru dalam warna-warni perhelatan perpolitikan Indonesia. Partai Demokrat didirikan atas inisiatif saudara Susilo Bambang Yudhoyono yang terilhami oleh kekalahan terhormat saudara Susilo Bambang Yudhoyono pada pemilihan Calon Wakil Presiden dalam Sidang MPR tahun 2001. 

Read more...

Senin, 11 Januari 2021

Cinta Ibu: Puisi Menyongsong Hari Ibu

Ibu …

Tetap menyiangi rumput

Walau panas mentari membakar dirinya saban hari

 

Read more...

Saat Aku Nyaris Meregang Nyawa, Ibu Menyelamatku

Oleh Kosmas Lawa Bagho  

Senja itu membawa angin malam. Tak jauh dari tempat aku duduk, daun-daun batang pohon mangga di tempat kostku berguguran. Baru senja ini terjadi setelah empat bulan, aku menjadi penghuni baru di kost dan kota ini. 

 

Hujan, sang air mata langit baru saja turun mencium bumi. Aroma segar mewarnai pemandangan yang tak biasa itu. Empat bulan lewat, jangankan tetesan air mata langit mencium bumi, embun pun enggan ditemui. Memang kota ini terlalu padat dengan gedung pencakar langit dibarengi asap kendaraan yang hiruk pikuk, siang malam tanpa henti. Aku tetap menatap daun-daun berguguran. 

Read more...