Senin, 12 September 2011

Orang Muda dan Celengan Masa Depan

Oleh Klemens Lae & Kosmas Lawa Bagho

Tulisan ini terinspirasi ketika saya mengikuti kegiatan National Youth Credit Union Gathering pada pertengahan bulan Juli 2011 di Denpasar yang diselenggarakan oleh Induk Koperasi Kredit (INKOPDIT)-Indonesia. Selama kegiatan, saya mendapatkan celengan berupa ilmu pengetahuan dan pengalaman-pengalaman baru. Sebagai ungkapan rasa solidaritas dan hormat saya kepada sesama kawula muda, berikut ini saya menurunkan tulisan pengalaman dimaksud sebagai media pembelajaran bersama.

Konteks Kehidupan Orang Muda
Orang tidak menjadi tua karena bertambahnya usia,
tapi karena ia menyerah dan mengucapkan selamat tinggal kepada cita-citanya.
Ia tidak menjadi tua karena kisut kulitnya,
tapi karena meringkus jiwanya.
Anda akan tua setua keraguanmu, anda akan muda semuda harapanmu dan
akan tua setua keputusasaanmu.

(Dr. Albert Schweitzer)

Dr. Albert Schweitzer sangat yakin dengan kiprah dan potensi diri kaum muda. Kaum muda bisa menentukan masa depan sebuah bangsa dan diri pribadi secara lebih bermartabat apabila mampu mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimilikinya. Dia menulis, “Anda akan tua setua keraguanmu, anda akan muda semuda harapanmu dan akan tua setua keputusasaanmu”.

Predikat kaum muda seperti agen perubahan, punya idealisme yang kritis, tokoh melahirkan kebudayaan baru (berjiwa inovatif dan kreatif) serta generasi penerus penentu masa depan bangsa maupun pribadi merupakan pelabelan yang mudah untuk ditulis, dibaca atau diucapkan namun kerapkali sulit untuk diwujudkan dalam tindakan nyata.

Keadaan dimaksud semakin diperkeruh dengan berbagai hantaman perubahan zaman dan derasnya arus globalisasi dewasa ini telah mengantarkan kaum muda berada dipersimpangan jalan atau biasa disebut masa mengambang. Suatu masa, kaum muda sedang mencari identitas diri dalam merealisasikan berbagai harapan dan potensi didalam diri untuk kepentingan diri dan publik secara universal.

Di sini menuntut proses pemurnian (discernment) diri orang muda untuk menentukan pilihan hidup yang benar dan tepat di tengah berbagai tawaran yang memanjakan serta serba instan. Dalam hal memilih (choice) tentu memiliki syarat dengan alasan-alasan yang argementatif. Akan tetapi apakah pertimbangan yang digunakan adalah pertimbangan rasional, kritis dan tidak beresiko untuk kepentingan diri dan publik ataukah justru sebaliknya membuahkan kecelakaan?

Tentu tidak mudah untuk dijawab. Pola pergaulan orang muda yang tidak terkendali dan terkontrol secara baik dan benar seperti kebiasaan mabuk-mabukan, tawuran, menggunakan narkoba, merokok, berbusana yang tidak etis, hingga pada tindakan demoralisasi serta pelanggaran kode etik merupakan beberapa ciri dari ribuan ciri negatif yang juga sering dilabelkan kepada orang muda saat ini. Sikap ramah, sopan santun, tahu menghargai, menghormati, rendah hati serta nilai-nilai universal lainnya makin jauh dari jangkauan kaum muda sehingga orang muda kerap kehilangan jati dirinya. Dr. Schweitzer sekali lagi menulis, “Orang tidak menjadi tua karena bertambahnya usia, tapi karena ia menyerah dan mengucapkan selamat tinggal kepada cita-citanya. Ia tidak menjadi tua karena kisut kulitnya, tapi karena meringkus jiwanya”.

Orang Muda dan Proses Penemuan Diri
Seorang remaja yang memasuki usia 17 tahun ke atas, tentu terus berupaya untuk mencari dan menemukan jati dirinya. Proses alamiah seperti ini mudah terkontaminasi dengan pelbagai tawaran sesuai perubahan zaman. Mulai dari mengadopsi style penampilan busana, mencari idola, penggunaan aksesoris dan teknologi komunikasi sampai pada proses perubahan cara berpikir (mindset) yang terkesan overlapping.
Sebagai orang tua ditantang untuk menghadapi karakter anaknya yang sedang menghadapi masa transisi proses penemuan diri menuju dewasa. Oleh karena itu, perlu pola pendekatan orang tua yang lebih persuasif dan bijaksana. Untuk menghindari perilaku agar anak tidak terjebak ke dalam dunia gelap, maka sangat perlu orang tua untuk selalu menyiapkan waktunya untuk berdialog, berdiskusi, bertukar pikiran, mencari kegiatan-kegiatan yang sifatnya produktif dan bernilai ekonomis.

Salah satunya adalah melalui aktivitas menabung berjangka panjang sebagai salah satu bentuk investasi masa depan anak/generasi muda. Orang muda diajak untuk mampu merencanakan keuangan, biaya pernikahan dan siklus kehidupan selanjutnya. Orang tua berkewajiban membantu membangun mental kemandirian pada anak (kaum muda). Apabila kaum muda sudah mampu hidup mandiri maka tanggung jawab sebagai orang tua niscaya akan semakin lebih ringan.

Untuk mengorganisir kaum muda agar mampu mengaktualisasikan diri secara baik dan bertanggungjawab; selain bertukar pikiran, berdialog dengan orang tuanya di rumah, perlu juga sebuah media atau wadah yang familiar bagi kaum muda untuk mengeskpresikan ide-ide atau gagasannya secara lebih bebas tetapi dalam nuansa cerdas.

Misalkan pada Gereja Katolik ada kelompok kategorial Orang Muda Katolik, yang Islam ada Remaja Mesjid dan masih banyak kelompok kategorial lainnya. Salah satu tujuannya adalah untuk membina, membentuk mental atau karakter kaum muda sehingga memiliki jati diri yang positif, militan dan bertanggungjawab.

Pendekatan komunikasi yang dibangun adalah sebuah proses penanaman nilai-nilai positif dalam diri kaum muda agar lebih akrab dan bahkan harus mengakar dalam dirinya hingga menjadi sebuah keyakinan. Hal ini sangat penting untuk akan melahirkan generasi penerus yang bertanggungjawab dengan kehidupannya baik pribadi maupun publik.

Orang muda perlu diberdayakan hingga bisa mandiri tanpa selalu menggantungkan diri lagi pada orang tuanya. Sebagai kaum muda harus memiliki impian, misalnya suatu saat akan memperoleh kendaraan bermotor, memiliki modal atau tabungan untuk berwirausaha, memiliki rumah sendiri dan dapat memasuki usia pernikahan serta rencana atau harapan-harapan selanjutnya.

Apakah kaum muda sudah memikirkan dan merencanakan masa depannya? Merencanakan masa depan memang mudah, tetapi sangat sulit dan sukar untuk mewujudkannya. Karena salah satu karakter dasar pikiran manusia adalah mudah untuk memikirkan, mendesign, memiliki gagasan yang cemerlang tetapi sering tunda dan bahkan batal atau gagal untuk melakukannya.

Masa depan kaum muda bukan berada ditangan orang lain. Harus berani merubah nasibnya sendiri. Tidak ada orang lain yang bisa merubah nasib kita sendiri selain adanya kesadaran dan kemauan dari diri sendiri untuk merubah masa depan. Pada hakekatnya perubahan nasib atau masa depan adalah perubahan paradigma berpikir. Pepatah bijak mengatakan, “Mengubah cara berpikir berarti mengubah kepercayaan Anda. Mengubah kepercayaan berarti mengubah harapan Anda. Mengubah harapan berarti merubah sikap Anda. Mengubah sikap berarti mengubah perilaku Anda. Mengubah perilaku berarti mengubah kinerja Anda. Mengubah kinerja berarti mengubah kehidupan Anda.”

Apabila kita melakukan reformasi cara berpikir seperti ini, niscaya kita akan menghasilkan generasi-generasi yang cerdas, bijaksana untuk menata masa depannya sendiri dan dengan sendirinya bagi kehidupan publik yang lebih bermartabat. Perencanaan keuangan bagi kaum muda untuk masa depannya menjadi sebuah tuntutan yang mendasar bagi masa depannya. Menabung atau menyisihkan sedikit dari pendapatan/penghasilan dalam waktu tertentu merupakan sebuah cara untuk menyiapkan celengan masa depannya .

Orang Muda dan Membangun Karakter Menabung
Tidak ada orang kaya sejati di dunia yang memulai hidupnya tanpa menabung. Banyak diantara kita yang mengeluh tidak bisa menabung dengan alasan tidak ada lagi yang bisa ditabung karena pemasukan lebih kecil dari pengeluaran. Padahal, menabung sebenarnya hanya soal kemauan dan kebiasaan. Berapa uang yang didapatkan tidaklah penting, yang lebih penting adalah berapa banyak uang yang bisa ditabung.

Menabung belum menjadi kebiasaan apalagi karakter sebagian besar masyarakat Indonesia terutama yang sedang berdomisili di Pulau Bunga, Flores. Sebagian besar masyarakat wilayah ini lebih tertarik pada hal-hal konsumtif dari pada menunda kesenangan melalui budaya menabung untuk menikmati kegembiraan masa nanti. Rasanya tidak ‘gaul’ jika tidak menghambur-hamburkan uang di masa muda. Untuk itu tindakan membangun karakter menabung masih menjadi pekerjaan yang membutuhkan keuletan dan perjuangan yang tidaklah kecil.

Pendapat ini dibuktikan dengan hasil penelitian sikap masyarakat terhadap budaya menabung serta di mana hal paling besar masyarakat menghabiskan uangnya oleh sebuah LSM Internasional yang berkarya di Kabupaten Ende. NGO Swisscontact pernah melakukannya pada tahun 2006. Mereka melakukan secara sampel di Kelurahan Tanalodu Kabupaten Ngada, Bajawa dan Desa Mautenda, Kabupaten Ende. Hasil penelitian tersebut menunjukkan hal yang tidak mengejutkan bagi kita bahwa mamang sebagian besar masyarakat tidak segera membangun karakter menabung.

Penelitian tersebut memberikan angka-angka pembiayaan masyarakat Flores umumnya adalah bidang makan-minum dan konsumeris lainnya dengan prosentase tertinggi yakni 42%, diikuti pesta adat 12%, pendidikan 10%, transport, listrik, telepon dan pengembalian pinjaman sama-sama 9%, pertanian, peternakan dan perkebunan 8%, kesehatan, asuransi dan menabung masing-masing 1%.

Menarik untuk disimak secara serius dan sungguh-sungguh bahwa prosentase pembiayaan masyarakat kita untuk asuransi dan tabungan hanyalah 1% dari seluruh pendapatan atau penerimaan. Bayangkan! Menabung masih menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian besar masyarakat kita. Kita belum mempersiapkan diri untuk masa depan yang lebih manusiawi dan bahagia dengan penciptaan kekayaan/asset melalui menabung. Data-data kuantitatif ini dipertegas lagi dengan data kualitatif yaitu sebagian masyarakat apabila mau masuk Koperasi Kredit misalnya, selalu bertanya berapa rupiah yang bisa dipinjam bukan berapa rupiah yang disimpan.

Berdasarkan rekam jejak pengalaman pribadi selama 14 tahun bekerja di koperasi kredit, apabila ada motivasi menabung selalu ada seribu alasan yang membuat masyarakat untuk tidak menyisihkan sesen dua untuk masa depan yang lebih berkualitas dan bermartabat. Oleh karena itu tidaklah heran data dari Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat (www.peaklifestyle.com) menyatakan bahwa setelah bekerja 40 tahun (dalam usia 65 tahun) hanya ada 1% yang hidup sejahtera. Lalu di manakah yang 99%? Sangat tragis bahwa 36% dari antaranya telah meninggal dunia, 54%-nya hidup dalam keadaan miskin dan 9% hidup hanya bergantung pada belaskasihan ‘rumah jompo’. Semua itu terjadi lantaran semua masyarakat belum membangun karakter menabung.

Pola pikir yang keliru bahwa kebiasaan atau karakter menabung itu hanya berlaku apabila seseorang memiliki uang lebih atau menabung harus dengan angka yang lumayan besar. Artinya orang yang hidup pas-pasan tidak perlu menabung. Pola pikir seperti ini yang perlu dievaluasi secara jujur serta harus lahir dari kesadaran hati dan otak (“sa ate, sa ote”: Bahasa Lio-Ende, Flores). Sesungguhnya menabung itu bisa dilakukan oleh siapapun, apapun profesinya dan di manapun juga.

Menabung tidak harus dalam jumlah yang besar tetapi Rp1000 per hari juga sudah cukup. Apabila itu yang kita lakukan berarti 1 minggu sudah 7,000 rupiah, 1 bulan 30-31,000 dan setahun 365 ribu rupiah, 10 tahun 3,650,000 rupiah dstnya. Tabungan juga bisa menggunakan sarana celengan agar uang yang seribu rupiah per hari tidaklah tercecer atau cepat berubah bentuk menjadi es, ikan tongkol, rokok dan lain sebagainya.

Untuk bisa menjadi penabung yang baik ada trend pada koperasi kredit yaitu mengajak anggota agar tidak menghitung berapa rupiah sehari yang perlu ditabung melainkan tanyakan dan hitung berapa rupiah yang dihabiskan sehari sebagai pengeluaran. Misalnya perokok surya 12 merokok dua bungkus sehari. 1 bungkus surya 12 diasumsi 8,000 rupiah maka sehari, perokok bersangkutan menghabiskan uang hanya untuk rokok 16,000 rupiah, dalam sebulan menghabiskan 496,000 rupiah, setahun menghabiskan 5,952,000 rupiah.

Apabila dia merokok 10 tahun berarti 10 x 5,952,000 = 59,520,000. Bayangkan jika perokok tidak merokok dan menginvestasikan uangnya pada koperasi kredit. Itu belum kita hitung bunga simpanan setiap hari x setiap minggu x setiap bulan x setiap tahun x 10 tahun x 20 tahun dstnya. Berapa rupiah kekayaannya ... ?

A. Suman Kurik dalam bukunya ‘Ekonomi Kerakyatan’ pernah menyentil bahwa mayoritas masyarakat kita bertumpu pada pertanian, peternakan, perkebunan dan perikanan hendaknya melakukan gerakan menabung sebagai investasi untuk membangun kekayaan demi meningkatkan mutu kesejahteraan keluarga maupun pribadi. Seiring dengan memperkuat budaya hidup hemat dan memulai gerakan menabung tanpa harus menunggu hari esok yang sedang gencar digalakkan dari berbagai LSM dan koperasi kredit/credit union.
Manfaat menabung adalah memiliki asset (kekayaan) yang tidak berkurang jumlahnya melainkan terus bertambah karena pemberian bunga dari Koperasi Kredit seperti perhitungan di atas. Manfaat lain adalah mengantisipasi apabila sewaktu-waktu ada kebutuhan yang sangat mendesak memerlukan uang untuk pembiayaan dikala sakit, meninggal dunia, melahirkan, biaya panen, dll.

Untuk itu kita perlu menahan diri agar tidak menghabiskan uang dengan secara serampangan melakukan pembelanjaan setelah sepanjang hari berusaha keras mendapatkan uang. Bahkan kerapkali kita melakukan hal-hal yang sangat merugikan diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Seperti melakukan perjudian dengan aneka macamnya, minum minuman mabuk, pesta pora, dll tanpa upaya untuk menyisihkan sebagian pendapatan kita untuk menabung demi menciptakan kehidupan yang lebih cerah ceria pada masa yang akan datang.

Agar menabung bisa menjadi bagian dari rutinitas kehidupan, beberapa tips sederhana ini bisa membantu kaum muda;
(1) Buat rekening Tabungan
Jika memiliki niat untuk menabung, buatlah rekening khusus untuk tabungan. Memilih produk tabungan sesuai dengan kebutuhan misalnya; untuk pendidikan anak, dana pensiun dan jenis lainnya.
(2) Pilah-Pilih Lembaga Keuangan
Pilih tempat menabung yang tidak membebani rekening biaya bulanan yang besar agar uang yang sudah susah payah dikumpulkan tidak habis hanya untuk membayar biaya administrasi bulanan. Sekedar contoh bahwa di KOPDIT SERVIAM menerapkan biaya administrasinya hanya Rp. 1.000/bulan tanpa melihat saldo simpanan dan inipun hanya 1 produk yaitu Simpanan Bunga Harian (SIBUHAR), sedangkan produk lainnya bebas biaya bulanan.
(3) Pay yourself first (pertama membayar untuk diri sendiri)
Jika selama ini kita lebih memprioritaskan kewajiban atau kebutuhan lain untuk segera dibayar saat menerima gaji, bonus atau hasil penjualan komoditi, ubahlah kebiasaan ini mulai dari sekarang juga. “Bayar” diri kita sendiri sebagai prioritas untuk ditabung, baru kemudian kewajiban lain yang harus dibayar.
(4) Auto Debet (rutin menambah)
Kita harus berkomitmen bahwa sudah menjadi hukum wajib untuk selalu tambahkan uang direkening tabungan masa depan dan jangan mengambil sebelum tibanya kebutuhan. Memegang prinsip bahwa merasa bersalah dengan diri sendiri bila tidak menambahkan atau menabung dalam waktu tertentu. Rumus untuk menabung adalah penghasilan dikurangi tabungan sama dengan konsumsi atau kebutuhan. (PENGHASILAN/PENDAPATAN-TABUNGAN=KONSUMSI/KEBUTUHAN. Rumusan penggunaan keuangan ini sangat tepat untuk membangun karakter menabung secara rutin dan berkelanjutan.

P e n u t u p
George S.Claso berpesan, “Jangan sentuh sepersepuluh dari penghasilan anda untuk menggemukan dompet anda”. Pesan sederhana ini mengandung makna yang mendalam. Dia mengisyaratkan kepada kita bahwa, jangan sesekali membiasakan diri untuk menyimpan uang di dompet karena sangat rentan dengan berbagai transaksi diberbagai kondisi diluar dugaan dan mendadak. Kita sering terpengaruh dan tergiur dengan iklan-iklan seperti; harga obral, penawaran uang muka rendah, angsuran kecil dan lain sebagainya. Kita lebih memaksa diri kita untuk membeli dengan alasan; produk ini paling bagus/cocok atau kesempatan ini hanya sekali saja, atau saya harus beli untuk anak saya karena dulu tidak pernah dinikmati seperti saat ini. Hindarilan pengeluaran mendadak dan tanpa rencana. Oleh karena itu, buatlah rencana anggaran belanja secara tertulis. Salah satu manfaat dari dari rencana anggaran belanja adalah untuk menghindari pengeluaran yang tak terkontrol dan dapat mengetahui rasio antara pendapatan/penghasilan dan pengeluaran.

Apabila kita sudah bisa mengendalikan uang, niscaya kita akan menjadi tuan atas uang bukan sebagai budaknya. Jika hal ini terjadi maka, kita telah cerdas mengatur keuangan (financial literacy). Kecerdasan keuangan bukan melihat berapa pendapatan/atau penghasilan yang diperoleh, tetapi bagaiamana memiliki kemampuan untuk mengatur sirkulasi keuangan kita agar makin baik. Sehingga apabila kita kerja keras tetapi tidak cerdas untuk mengatur penghasilan/pendapatan, sampai kapanpun kita tidak tidak punya tabungan atau simpanan. Kekayaan tidak diukur melalui pendapatan atau penghasilan, namun diukur berapa besar yang kita tabung atau investasi. Kita juga perlu mengubah mindset bahwa kita mudah mendapatkan uang dan sulit menghabiskan dari pola piker sulit memperoleh uang tetapi begitu mudahnya kita menghabiskannya. Selamat berinvestasi melalui celengan menabung untuk masa depan yang lebih ceria dan bermartabat baik lahir maupun batin.
Read more...

Selasa, 06 September 2011

Surat buat Bapa dan Mama

Catatan:
Saya suka menulis surat buat Bapak dan Mama sejak masih SMP dan tambah intens ketika di SMA Seminari Santu Yohanes Berchmans Toda-Belu Mataloko. Kegiatan itu terus saya lakukan ketika di Seminari Tinggi Santu Yohanes Paulus Ledalero. Namun sayang berbagai tulisan dimaksud tidak ditemukan rimbanya dan hanya satu surat yang sempat saya selamatkan lantaran ditulis dalam buku harian. Surat ini saya tulis ketika sudah mengambil jalan berhenti menjadi calon Imam tahun 1996 dan sebelum ujian skripsi 15 Maret 1997. Demikian surat saya kutip sesuai aslinya.

Kost Sepi, 29 Januari 2007

Bapa dan Mama tercinta,
Salam bertemu kembali lewat lembaran tak berharga ini. Saya di sini masih sehat-sehat. Besar harapanku, aku dapat menemui Bapa dan Mama sekeluarga dalam keadaan sehat walafiat. Bagaimana cerita Natal dan Tahun Baru yang lalu? Tentu saja penuh kenangan dan bahagia. Anak Kos di Maumere, menyambut Natal dan Tahun Baru dengan segudang perasaan resah dan tak menentu karena penulisan skripsi belum diselesaikan; sampai-sampai harus menunda satu tahun lagi.

Memang rencananya ujian skripsi pertengahan Januari 1997 ini, namun pastor pembimbing baru tiba di Ledalero tanggal 20 Januari 1997 maka mungkin sekitar bulan Februari-Maret 1997. Jika tidak juga, saya akan pulang untuk mencari uang dahulu demi mengurus adik Reny (adikku nomor 4, saat itu sudah tamat SMA namun belum lanjut kuliah). Saya memang akhir-akhir ini dipenuhi rasa bersalah kepada keluarga terutama adik Reny karena tidak cepat menyelesaikan studi yang menyebabkan adik Reny harus tinggal di luar tanpa melanjutkan kuliah.

Sudah merupakan keputusan bebasku, agar aku segera kembali untuk memperhatikan mereka. Saya berjanji, biar saya gagal tapi tidak boleh menyengsarakan adik-adikku dengan ulahku. Saya telah bosan dengan sekolah. Apapun nasib yang akan kuhadapi meski dalam penderitaan pun, aku rela menjalaninya dengan penuh ketabahan, yang penting aku harus memperhatikan adik-adikku sejauh kemampuanku. Saya kembali bulan Maret nanti.

Bapa dan Mama tak usah terlalu memikirkan nasibku di Maumere, tapi berjuanglah untuk nak Reny, Feny dan Sensi (Ade Reny, saya urus kuliahnya sampai selesai dan sekarang sudah berkeluarga dengan menyandang PNS di Nagekeo, Ade Feny mengurus biaya SMK dan kuliah dan sekarang sudah berkeluarga dengan menyandang pegawai kontrak di Nagekeo, Ade Sensi, saya urus sejak SMP, SMA dan kuliah walau masih DO sekarang yang juga sudah berkeluarga). Saya tak bisa memenuhi harapan Bapa dan Mama sekeluarga karena aku selalu gagal meraih kesuksesan.

Biarlah aku menjalani hidup ini dengan caraku sendiri. Lalu bagaimana dengan suratku itu hari? Kalau sudah diterima, tolong diberitakan. Kalau belum ada uang, biar cukup memberi berita tentang Bapa dan Mama sekeluarga. Memang saya di sini hidup dalam keadaan yang sangat memprihatinkan tapi tidak usah dipikirkan, saya masih sanggup menanggungnya sendiri. Inilah resiko dari pilihan hidupku. Tidak usah terlalu memikirkannya.

Cup sayang putra sulung Bapa dan Mama,
Kosmas Lawa Bagho
Read more...

Minggu, 04 September 2011

Lima Belas Maret 1997

Di bawah remang surya tanggal 15 Maret 1997, aku melangkah gundah meski mengandung segudang harapan meraih keberhasilan. Sore itu tepat pukul 17.00 wita, aku memasuki ruangan ujian skripsi STFK Ledalero. Ujian ini merupakan dambaan dan saat paling menentukan proses belajar setiap mahasiswa, apalagi diriku menunggu waktu begitu lama (7 tahun) untuk mengalami peristiwa sejarah tersebut.

Saat ini merupakan saat-saat sejarah kehidupan dan masa depan intelektualku belajar di STFK Ledalero. Tak tanggung-tanggung 7 tahun aku belajar di sana. Memang patut aku syukuri, setelah berada dalam situasi tak menentu, aku akhirnya bisa mengalaminya.

Aku bertambah puas sebab usahaku bertahun-tahun mewujudkan hasil yang memuaskan. Skripsiku berdasarkan dewan penguji; Pastor Drs. Ansel Dore Dae, SVD, MA dan Pastor Dr. Leo Kleden, SVD meraih angka 8.

Puas atau tidak, peristiwa hari ini merupakan titik awal yang baik bagi perjalanan intelekku selanjutnya. Aku mesti terus berusaha membaca, melihat, menyelidiki, meresapi dan melahirkan gagasan-gagasan baru berhadapan dengan berbagai kemajuan pesat hampir pada seluruh sendi kehidupan manusia baik sebagai warga bangsa maupun umat Kristen Katolik yang nasionalis 100%.

“Hal-hal sulit telah aku lalui, meski di depan mataku masih ada seribu pintu yang tertutup …!”

Wisma Thomas Morus (Wisthom) Wairpelit, Maumere
Read more...

Empat Belas Maret yang Kelabu

Hari itu, 14 Maret 1996. Pagi sekali aku bangun, tidak seperti hari-hari sebelumnya. Aku menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Semua penghuni masih terlelap dalam buana mimpi, cuma satu dua kokokan ayam tetangga menghiburku di pagi yang kelabu itu.

Sebetulnya biasa saja. Tapi aku gelisah dan frustrasi menghadapi realitas sebagai mahasiswa STFK Ledalero. Fakultas kebanggaan seluruh masyarakat cendekiawan Flores. Di sana ada persemaian bermutu bagi orang-orang pilihan untuk menjadi pekerja kebun anggur Tuhan. Namun ada juga calon-calon awam yang berkualitas secara moral, iman, intelektual dan kepribadian.

Aku memasuki ruangan kamar kost sepi pagi itu, setelah membersihkan diri. Aku bingung mulai dari mana. Aku lesu dan lemah tiada berdaya. Aku bimbang dan ragu. Namun demikian, aku masih memiliki sisa tenaga. Dengan sedikit tenaga, aku merobek secarik kertas putih, mengambil sebatang bolpoin kaca Rp100 dan mulailah menulis perasaan hatiku.

“ … betapa sulit menggarapi suatu pemikiran yang runut salah seorang pemikir ulung dan besar. Jalan penalaran intlektualnya tak pernah ada batasnya. Beliau berbicara lepas tanpa tirai yang bisa menghalanginya. Ia bebas berjalan sesuai oanggilan kebenaran nuraninya. Ide-idenya bagaikan ada kaki yang bebas bergerak ke mana saja.

Dialah Soedjatmoko sang cendekiawan brilian yang punya komitmen ekstra pada nilai-nilai kemanusiaan dalam derap gerak laju pembangunan. Saya sendiri heran, mengapa aku yang malas dan terbatas dalam petualangan intelektual, berinterese penuh padanya. Sudah dapat dibayangkan, hamper dua tahun, aku belum mampu menyelesaikan skripsiku dengan thema “ HAM dalam Pembangunan menurut Soedjatmoko”.

Apakah ini suatu kegagalan? Kebodohan? Atau sebuah dapur emas yang menguji pengalaman intelekku. Aku sendiri tak tahu. Agak pasti, aku mulai frustasi dan putus asa, kehilangan gairah dan kerap berpikir, aku sulit merampungkan skripsiku ini!

Tuhan … mungkinkah Engkau membiarkan diriku berjalan sendirian dalam kegagalan, kekelaman dan kepekatan cara berpikirku. Tuhan … masih adakah kesempatan bagiku untuk membaharui diri, meretas cita-cita suramku! Hari demi hari, aku lalui tanpa karya berarti. Sebagian besar waktuku, kugunakan untuk tidur dan bersenang. Tiada doa dan kerja. Masih pantaskah aku ciptaan Sang Khalik???

Rupanya diriku terhempas kompleksitas prefeksionis diri. Aku terbuang ke samudera berpikir keliru bahwa dunia ini cuma berputar balik kembali ke asalnya semula …!”


Wisma Thomas Morus (Wisthom) Wairpelit-Maumere

Read more...

Jumat, 02 September 2011

Bersama Membangun Kemandirian Desa

Sambutan Kepala Desa Induk (Nagerawe)
pada peresmian dan pelantikan Desa Pemekaran dan para pejabat
Desa Focolodorawe (22 September) & Alorawe (23 September 2008)
Oleh Severinus Keka (disiapkan oleh Kosmas Lawa Bagho, S. Fil)

Yth. Penjabat Bupati Nagekeo, Bapak Elias Jo bersama rombongan ..
Ketua DPRD Nagekeo, Bapak Paul Nuwa Feto dan rombongan ...
Camat Boawae, Bapak Immanuel Ndun bersama rombongan ....
Para Penjabat Desa pemekaran (Focolodorawe dan Alorawe) bersama staf ...
Para kepela sekolah TK, SD dan SMP bersama staf ....
Teman-teman staf desa induk ....
Masyarakat, mosalaki, tuan tanah dan para undangan yang tak dapat saya sapa satu
persatu ...
Singkatnya hadirin yang saya muliakan ....

Rasanya kakiku bergetar dan bibirku gemetar untuk menyampaikan satu dua pikiran pada hari yang sangat bersejarah seperti hari ini. Namun berkat dorongan kasih TUHAN yang maha besar atau dalam bahasa kita ‘Dewa zeta, gae zale, ine ame ebu kajo’ dan dukungan kita semua yang hadir memampukan saya untuk menyampaikan satu dua pikiran pada hari spesial ini. Oleh karena itu pada kesempatan pertama, sudah sepatutnya kita melambungkan pujian dan hormat berlimpah kehadirat TUHAN yang telah melakukan berbagai keajaiban bagi masyarakat dan desa kita selama ini seperti yang kita saksikan pada hari ini. Tak pernah kita bayangkan sebelumnya bahwa semuanya terjadi dan berubah begitu cepat ....

Bapak Penjabat Bupati dan hadirin yang berbahagia ........
Peristiwa hari ini harus kita catat dengan tinta emas bukan saja di atas kertas berharga tetapi di dalam hati kita masing-masing sebagai peristiwa sejarah yang penuh rahmat dan keajaiban. Mengapa berahmat? Karena hari ini kita tidak merayakan peresmian perpisahan 2 anak desa dari induknya atau sara gita “gita bire pia wisa negha bire papa sabu wali”, tetapi “gita ka inu puu poza sa poo nee nika sa podo kedhi moo saghe begha nee ana taa negha nuka sao’.

Kita tidak saling memisahkan diri satu sama lain tetapi hanya makan minum bersama merayakan kedewasaan anak-anak kita (Focolodorawe dan Alorawe) yang dianggap sudah mampu dan mandiri mengurus rumah tangganya sendiri. Peristiwa hari ini merupakan pemekaran atau pembagian beban tanggungjawab agar semua masyarakat bisa lebih cepat menikmati kesejahteraan lahir dan batin.

Peresmian pemekaran dan pelantikan hari ini sebagai jalan tol pemberdayaan dan pemandirian masyarakat bukannya suatu momen untuk membagi-bagi kekuasaan dan juga membagi-bagi tindakan korupsi. Peristiwa hari ini harus mampu mendorong kita semua untuk bekerja lebih keras dan lebih cerdas agar kita bisa selangkah lebih maju dari hari-hari sebelumnya. Hari ini juga menjadi titik start awal buat kita semua untuk keluar dari rasa rendah diri, warga kelas dua, “au lowo”, tidak mampu, kolot, miskin dan lain sebagainya.

Kejadian hari ini menunjukkan kepada dunia lain bahwa kita masih ada dan sama bermartabat seperti mereka yang lain. Kita memiliki banyak potensi untuk hidup lebih sejahtera dan tidak bergantung kepada orang lain. Namun sayang kita memiliki berbagai keterbatasan terutama keterbatasan sumber daya manusia dan sarana jalan yang belum memadai.

Oleh karena itu saya mengharapkan agar kita memanfaatkan peristiwa hari ini sebagai media melihat potensi diri dan wilayah kita masing-masing untuk melakukan perubahan demi peningkatan mutu hidup semua kita “berdiri sama tinggi, duduk sama rendah dan berlari sama cepatnya” (tepuk tangan buat kita semua....)

Atas dasar itu, saya ingin memberikan beberapa pikiran pada hari bersejarah ini:
Pertama: Kami perlu menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada pemerintah tingkat atas, DPRD dan semua pihak yang telah bekerja keras untuk pemberdayaan 1 desa menjadi 3 desa sebagai momen untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat di daerah ini.

Kedua: Kepada Pemerintah Kabupaten dan Kecamatan maupunn DPRD bahwa kami masih memiliki berbagai keterbatasan seperti bapak/ibu saksikan hari ini. Kami tidak minta ikan tetapi kami minta kail agar kami mampu mandiri. Kami sudah memiliki lembaga pendidikan seperti 1 TK/Kelompok Bermain, 3 SD dan 1 SMP. Kami masih membutuhkan 1 sekolah lagi yakni SMA atau SMK. Untuk lembaga pendidikan yang sudah ada, kami masih membutuhkan pendampingan dan bantuan dana terutama sekolah TK atau Kelompok Bermain yang lahir atas inisiatif masyarakat sendiri dan bekerja sama dengan Yayasan Indonesia Heritage Fund (IHF)-Jakarta tahun 2007 namun mulai tahun depan (2008) honor guru (2 orang) dan gedung harus ditangani sendiri.

Kami berusaha untuk menangani sendiri namun kelihatan belum mampu. Kami juga memiliki beberapa anak yang sedang dan akan menamatkan kuliah di Perguruan Tinggi, tolong seleksi mereka sesuai kriteria yang berlaku dan kalau berkenan mereka juga mambantu bapak/ibu entah sebagai guru atau pegawai baik itu tenaga honorer maupun pegawai negeri. Kami memang tidak memberi apa-apa kepada pemerintah namun menurut cerita para pendahulu kami bahwa kami juga pernah memberikan sejengkal tanah kepada pemerintah untuk peningkatan derajat hidup orang banyak dan juga kami teristimewa anak cucu kami di kemudian hari. Jikalau mereka sejahtera maka apa yang telah dilakukan pendahulu kami, tidak akan diutak atik lagi akan tetapi saya tidak pernah tahu apa yang akan terjadi seandainya janji kesejahteraan tidak pernah mereka nikmati ...

Ketiga: Kepada kedua anak kami yang mulai dewasa dan mandiri. Janganlah melihat peristiwa hari ini sebagai hari pemisahan diri. Kita tetap masih satu keluarga yang lahir dari rahim yang sama Rawe ulu wena tanpa kecuali. Kita hanya beda nama tetapi satu. Janganlah kita saling mencelakakan di kemudian hari hanya karena batas wilayah. Batas wilayah hanyalah batas administratif ketatanegaraan tetapi kita masih satu hak ulayat yang tidak bisa diobrak-abrik begitu saja karena berbagai dorongan kepentingan jangka pendek.

“Kolo menga sa toko, tali menga sa tebu, gita uma lange wai toko pare moo manu kaku menga papa talu, rusa me menga papa zenge. Bire miu, kau tetapi gita”. Tidak ada kau, kamu tetapi kita. Saya ulangi lagi petuah pendahulu: tanah ini boleh digarap sampai anak cucu tetapi tidak diperjualbelikan dengan alasan apapun. Tidak ada milik pribadi menyangkut tanah yang ada hanyalah milik suku, milik kita semua untuk keberlanjutan penghidupan yang lebih layak di kemudian hari.

Keempat: Untuk para penjabat dan para kepala desa. Saya ingatkan bahwa “dulu menjadi kepala desa itu mudah dan enak. Rakyat diajak apa saja mau. Tidak rewel. Sekarang susah. Rakyat sekarang sudah pintar dan sangat kritis”. Gunakan jabatan sebagai kesempatan untuk membuat rakyat atau orang lain berharga, bernilai bagi dirinya sendiri, lingkungan dan masyarakat. Jangan menjadi raja-raja kecil yang sewenang-wenang. Jangan korupsi uang terutama jabatan dan waktu untuk melayani diri sendiri, keluarga dan kroni-kroni. Kita ada untuk masyarakat.

Kelima: Untuk kita semua. Hari ini sejarah telah kita buat bersama. Tak pernah kita bayangkan sebelumnya. Pemekaran harus memberdayakan kita semua untuk semakin memiliki kedaulatan, harga diri dan tidak lagi bergantung pada orang lain. Memang berat tetapi apabila kita bersama kita mampu memandirikan desa kita masing-masing untuk sejajar dengan yang lain.

Akhirnya saya menyampaikan terima kasih atas kehadiran dan perjuangan kita semua sehingga semua acara hari ini dapat berlangsung dengan aman dan sukses. Meski saya sadar masih ada banyak kekurangan yang sudah dan akan kita alami. Saya atas nama masyarakat 3 desa menyampaikan permohonan maaf. Mari kita bergandengan tangan untuk kehidupan yang lebih baik dan lebih bermartabat ke depan.

Sekian dan terima kasih
Kepala Desa Induk.
Read more...

Kamis, 01 September 2011

Sajak dan Puisi


EMPATI JIWA

Resah bergayut,
Bertahta rindu membisu
Membisik indahnya kasih
Mengurung dalam buaian asmara
Hangat merentang jiwa, mengisi relung hati
Mengusap rindu, kau … aku
Menaungi sejuk ladang hati

Kita tertatap diam
Hati berbisik cinta
Tangan nan lemas menggapai angan
Tak tertuntaskan
Ah cinta …

Hati diam tanpa kata
Mencari makna rahasia hati
Menyemai kasih dalam selubung
Gerbang cinta untuk kita
Tak terkuak juga tak tercelah pada keasingan
Ini kelopak jiwa yang terpendar dalam
manisnya kasih

Cinta mengembara dalam sepi
Jiwa memberontak mesra menggapai kehangatan
di awan kelabu … bolehkah kita satu kelambu !

Saat kau sentuh tubuhku dalam dunia imajinasimu
ada getar halus dalam jiwaku

Hmmm aku merapat dirimu berselendang sutra transparan
Menggenjot kasmaran yang lagi menggelora
Tubuh kian liar bergetar antara cinta dan nafsu

Kamu telah menyejukkan hati dan jiwaku
Kamu telah mengusap laraku dan membuatku tersenyum …

Dirimu diam membeku
Membiarkan jiwa kita menari dalam kegembiraan
Jangan lagi bersedih kasih
Hati dan cinta kita telah menyatu dalam empati senasib


Hotel Jhoni Bajawa, 17 Agustus 2011

Read more...