Jumat, 03 Desember 2010

Redupnya Urat Nadi Kesetiakawanan Sosial di Koperasi Kredit

Oleh Kosmas Lawa Bagho

Judul tulisan di atas mungkin mengundang banyak kontroversi atau berkesan agak fantastis. Namun saya cuma mengangkatnya untuk memperoleh kajian lebih lanjut ataupun masukan berharga bagi pengembangan gerakan koperasi kredit kita ke depan teristimewa dalam menghadapi berbagai perubahan yang bukan saja mendukung pertumbuhan dan perkembangan kopdit namun juga sepertinya menjadi tantangan tersendiri agar kita mengsiasatinya menjadi peluang peningkatan pelayanan yang unggul kepada anggota dan masyarakat.

Sungguh bukan suatu sensasi belaka ketika Mentik memilih tema Koperasi & Kesetiakawanan Sosial pada edisi kali ini. Mentik mungkin sudah mempertimbangkan secara matang apa yang ingin dipetik hikmah dan pembelajaran dari tema bersangkutan bagi gerakan koperasi kredit di Puskopdit Bali Artha Guna ataupun gerakan secara nasional.

Ada sejumlah pertanyaan menggelitik nurani kita, entahkah melaui tema ini Pusat Koperasi Kredit Bali Artha Guna (Puskopdit BAG) mampu mengangkat kembali nilai dan karakter dasar kesetiakawanan sosial yang mulai redup karena hantaman kamajuan modernisme yang semakin individualistik? Ataukah memang kurang lebih satu juta anggota dan fungsionaris koperasi kredit dari daerah sampai nasional kurang peduli lagi dengan nilai kesetiakawanan sosial yang menjadi salah satu pilar penting dalam tiga pilar koperasi kredit yakni swadaya, pendidikan dan solidaritas?

Kita tidak mendapatkan jawaban persis mengapa Mentik mengangkat tema di atas. Namun satu hal yang paling jelas bahwa nilai solidaritas dan kesetiakawanan sosial saat ini mulai kehilangan makna ketika kita mulai terjerumus pada hal-hal yang bersifat untung rugi semata, fanatisme wilayah yang berlebihan dan tidak lagi membangun komunikasi yang efektif dan berimbang antar jejaring gerakan di seluruh Indonesia.

Atau memang Mentik menganggap bahwa tema itu menggedor kembali hati nurani kita agar kembali menghidupkan nilai-nilai dasar tersebut dalam tindakan nyata bukan sekedar wacana atau ide politik yang diperjualbelikan untuk mendapatkan kedudukan.

Fenomena Simpton

Mungkin redupnya urat nadi kesetiakawanan sosial dalam gerakan kita belum mencapai titik nadir namun berbagai gejala simpton (kecil) yang mulai tampak ke permukaan apabila tidak segera diperbaiki akan menjadi laksana lahar panas gunung Merapi yang siap menerjang dan meluluhlantahkan gerakan kita.

Fenomena simpton itu muncul dalam bentuk kurang harmonisnya hubungan dan kominikasi antar lini baik dalam lingungan kepengurusan, kepengawasan, manajemen (fungsionaris) maupun fungsionaris dengan anggota. Fungsionaris sering kali mempertontonkan kedigdayaan mereka untuk tidak lagi menghargai atau mengapresiasi niat baik dan komitmen positif anggota sebagai pemilik. Rapat Anggota Tahunan sering kali hanya menjadi arena ‘sabun ayam’ formalitas demokrasi yang mulai kehilangan kualitas pengawasan dari anggota. Suara-suara kritis anggota betapa sering kurang dipedulikan.

Sebaliknya anggota mulai mangkir dari perjanjian pinjaman yang dilandasi dengan saling percaya. Banyak kasus kredit bermasalah menjadai salah satu indikator paling jelas bahwa kita tidak lagi memperhatikan kesetikawanan sosial. Lembaga koperasi kredit atapun Puskopdit serta Inkopdit mulai mengubah landasan jaminanan pinjaman yang sebelumnya berpedomankan ‘kepercayaan’ kini mulai ramai-ramai berubah menjadi berbasiskan agunan barang bergerak maupun tidak bergerak. Sederhana memang tetapi realitas ini menunjukkan sangat transparan kepada kita bahwa nilai kesetiakawanan atau solidaritas yang dibaluti selimut kepercayaan mulai kehilangan maknanya.

Kini mulai ada trend baru dalam gerakan kita ialah pengurus dan pengawas masing-masing Kopdit atau Puskopdit atau juga Inkopdit merancang suatu pedoman bahwa mereka harus digaji sama seperti manajer dan karyawan meski harus berbenturan dengan UU Koperasi No. 25/1992 yang menyatakan secara jelas bahwa pengurus dan pengawas koperasi tidak mendapat gaji tetapi insentif ataupun jasa pada akhir tahun. Orientasi pelayanan yang terwujud dalam tiga pilar swadaya, pendidikan dan solidaritas mulai berubah menjadi orientasi berapa rupiah yang harus diterima.

Di tingkat nasional terlepas dari berbagai kekurangan pengelolannya namun kita mulai secara terang-terangan bahkan mulai melakukan perlawanan terhadap berbagai kesepakatan atau komitmen bersama yang telah lahir sejak awal pendiriannya. Sketsa solidaritas atau kesetiakawanan sosial dalam bentuk dana perlindungan bersama (Daperma) mulai diutak-atik dengan mengukur dari sisi untung rugi. Kita mulai melakukan perhitungan dengan orang-orang mati. Solidaritas yang besar membantu yang kecil mulai kehilangan orientasi dan ditinggalkan. Kita mulai merasa menang sendiri sebagai seorang jagoan atau sinterklas baru.

Kita juga mulai mempertanyakan iuran solidaritas dengan perhitungan 2% dari pendapatan kotor – biaya bunga pihak III. Dulu ketika koperasi kredit atau puskopdit masih kecil belum ada nada-nada sumbang namun ketika sudah mulai besar kita mulai utak atik dan bahkan ada sejumlah gerakan untuk tidak lagi memenuhinya atau pun memenuhinya dengan dahi cemberut. Belum lagi solidaritas dalam penggunaan standar akuntansi maupun sistem program komputerisasi dan komitmen lainnya.

Tentu tidak ada salahnya. Namun berbagai gejala kecil ini menunjukkan bahwa nilai solidaritas atau kesetiakawanan sosial dalam gerakan kita baik di tingkat daerah sampai nasional mulai dipertanyakan dan sedang diuji eksistensinya. Ketika kita mulai mempertanyakannya berarti sejauh mana kadar nilai solidaritas atau kesetiakawanan sosial kita baik ke dalam maupun ke luar.


Butuh Komitmen Baru Kembali pada Jati Diri

Kesetiakawanan sosial atau dalam gerakan kita lebih dikenal dengan frasa solidaritas sesungguhnya suatu nilai dasar dari tiga pilar yang menopang kekuatan bangunan koperasi kredit. Salah satu tiang penopangnya timpang maka keseluruhan kemegahan bangunan koperasi kredit akan runtuh tak tahu di mana batu nisannya. Apabila itu terjadi maka jutaan orang yang telah menggantungkan hidupnya pada lembaga koperasi kredit akan menjadi yang termiskin dari orang-orang miskin yang ada di planet bumi yang bernama Indonesia.

Sendi-sendi bangunanan koperasi kredit harus terus disirami dengan komitmen nyata untuk mengimplementasikan yang namanya solidaritas. Solidaritas itu muncul tidak hanya pada saat-saat krisis atau ketika kita masih kecil tak berdaya tetapi hendaknya menjadi urat nadi yang terus mendenyut di setiap detak langkah kehidupan gerakan koperasi kredit di mana dan kapan saja kita berada.

Gerakan kita membutuhkan komitmen dan orientasi baru dalam mewujudkan solidaritas atau kesetiakawanan sosial yang saat ini sedang diuji dengan modernisme dan nilai-nilai baru yang hadir pada gerakan kita. Nilai-nilai itu seperti fanatisme wilayah, ego sektoral dan kentalnya individualistik serta mis-komunkasi antar jaringan yang membuat kita mandul dalam mengembangkan visi dan misi serta komitmen bersama secara nasional.

Tiga pilar yang menjadi jati diri koperasi kredit harus terus didengungkan dan dipraktekan dengan sungguh-sungguh. Swadaya mengundang kita untuk tidak menggantungkan modal kerja dan pengelolaan pada pihak luar meski ada berbagai tawaran ‘modal lunak’ dengan suku bunga paling rendah sekalipun. Pendidikan menjaminkan lembaga kita untuk terus meningkatkan SDM semua komponen baik anggota, pengurus, pengawas, penasihat dan manajemen agar pengelolaan koperasi kredit bisa profesional dan berkelanjutan.

Sementara solidaritas atau kesetiakawanan sosial yang sedang kita perbincangakan dalam tulisan ini membantu kita agar tidak melahirkan kesenjangan, makin adil dan peduli, harmonisasi dan komunikasi yang efektif serta menghargai hak-hak asasi manusia masing-masing anggota, lembaga primer, Puskopdit dan Inkopdit. Gerakan kita adalah sarana membangun kebersamaan, saling percaya yang dilandasi kejujuran, kesetiakawanan sosial atau solidaritas untuk bertumbuh maju memberdayakan anggota dan masyarakat mencapai kesejahteraan lahir dan batin. Mari kita junjung bersama!
Read more...

Rabu, 24 November 2010

Setetes Pertemuan


Oleh Gektri Dewa Ayu Putriani
Manajer Kopdit Kubu Bingin Denpasar

Semakin hari aku mengenalmu ...
Semakin aku mengagumimu ....
Tak kuasa bibir ini mengucap
Laksana bisu, diri ini hanya terdiam

Mungkin hitungan hari kita bertatap muka
Namun kurasakan sudah sekian lama
Waktu bukan ukuran kedekatan
Dan aku rasakan hal itu

Kebersamaam telah menumbuhkan persaudaraan
Shering telah membuka pintu kenangan
Mungkin tak banyak yang bisa kuungkapkan
Seyogyanya ku tak mampu melupakan

Begitu indah untuk dikenang
Begitu banyak harapan masa depan
Begitu juga asaku untuk mendukung selamanya
Walau kenyataan berbeda tempat dan ruang waktu

Banyak hikmah yang kita dapatkan
Banyak pula pelajaran yang membuka pintu hati kita
Kuasa Tuhan telah mempertemukan kita
Walau hanya sebentar, kurasakan indahnya

Kadang diriku bertanya-tanya
Semua kejadian tiada tersiratkan
Tak kuasa aku menebak takbir misterinya
Yang ada aku hanya menikmatinya

Terima kasih kawan
Terima kasih semua yang telah kau berikan
Diriku akan bangkit dari kebisuan
Semoga kita meraih yang kita impikan .........
Read more...

Kamis, 16 September 2010

Pentingkah Analisa SDM Kopdit

Oleh Kosmas Lawa Bagho

Judul tulisan di atas mungkin berkesan agak fantastis dan mungkin saja merupakan sebuah pertanyaan konyol yang tidak membutuhkan jawaban. Namun saya cuma mengangkatnya untuk memperoleh kajian lebih lanjut ataupun masukan berharga bagi pengembangan gerakan koperasi kredit kita ke depan teristimewa pertumbuhan dan perkembangan kopdit di daratan ini (Flores) yang sedang hangat-hangatnya menggalakkan manajemen purna mutu demi peningkatan pelayanan yang unggul kepada anggota dan masyarakat banyak.

Pertanyaan mendasar yang mau dijawab melalui tulisan ini adalah apakah perlu gerakan koperasi kredit di wilayah Flores melakukan analisa manajemen sumber daya manusia? Ulasan sederhana ini terasa semakin urgen berhadapan dengan era globalisasi ekonomi dunia seperti sekarang ini, dikala setiap lembaga bisnis keuangan berusaha sekuat kemampuan untuk saling mengungguli satu dari yang lain sehingga menimbulkan persaingan bisnis bebas dalam menawarkan produk dan performance pelayanan yang berkualitas tinggi.

Untuk mencapai pelayanan yang dimaksud, seyogianya organisasi keuangan membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tinggi pula. Tanpa kajian dan analisis yang jelimet tentang SDM akan menjadi kerugian besar bagi lembaga bisnis keuangan seperti koperasi kredit/credit union. Atas dasar pemikiran itu maka kebutuhan akan analisa pekerjaan dalam hubungannya dengan perekrutan karyawan/SDM koperasi kredit merupakan sebuah kebutuhan yang mutlak dilakukan.

Agar mampu bersaing dengan lembaga pelayanan usaha keuangan lainnya, mau tidak mau, suka tidak suka, gerakan koperasi kredit hendaknya sejak dini memperhatikan secara serius manajemen SDM agar visi, misi dan tujuan organisasinya dapat dicapai secara lebih optimal dan efektif. Keberhasilan dan keberlanjutan sebuah institusi pemberdayaan publik koperasi kredit pada era pasar bebas seperti sekarang ini terletak dan bergantung pada pengelolaan sumber daya manusianya yang efisien, cakap, terampil dan profesional.

Dengan demikian, koperasi kredit akan mampu menerapkan strategi yang jitu dengan inovasi yang kreatif sehingga menghasilkan koperasi kredit yang besar, kuat dan aman serta memperoleh suatu penampilan yang meyakinkan termasuk tersedianya kantor dengan interior yang menarik untuk pelayanan, staf yang profesional, anggota yang sadar dan bertanggungjawab, penggunaan tekhnologi yang canggih untuk komunikasi dan informasi serta penggunaan sistem komputerisasi yang jauh dari tindakan koruptif-manipulatif.

Untuk membantu pemahaman kita tentang analisa SDM maka kita perlu memiliki persepsi yang sama atau kesepakatan awal tentang apa itu manajemen sumber daya manusia? Tentu banyak pakar manajemen memberikan berbagai teori atau pengertian yang amat bervariasi sesuai bidang kegiatan yang digelutinya. Bahkan mungkin pengertian yang ditampilkan ‘terlalu dekat kaki langit’ sehingga terkesan kurang menyentuh kebutuhan riil masyarakat apalagi masyarakat akar rumput yang menjadi mayoritas di dalam gerakan koperasi kredit. Untuk itu demi maksud dan kebutuhan gerakan koperasi kredit maka ditampilkan batasan yang sangat sederhana tetapi lebih praktis sesuai dengan praktek atau pengalaman lapangan yang telah dijalani.

Manajemen SDM yang dulu lebih dikenal dengan sebutan Manajemen Personalia merupakan suatu proses untuk mempelajari dan mengumpulkan berbagai informasi dari dalam maupun dari luar lembaga yang berhubungan dengan pelaksanaan dan kewajiban suatu pekerjaan atau jabatan. Berdasarkan analisa SDM maka dapat menjawab pertanyaan apa yang harus dilakukan, mengapa dan bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan.

Hal ini penting dilakukan koperasi kredit agar dalam merekrut fungsionaris (pengurus, pengawas dan manajemen) perlu mengetahui rincian tugas, tanggungjawab dan kualifikasi utama dalam suatu jabatan yang dibutuhkan sehingga pekerjaan tersebut dapat dieksekusi dengan hasil yang memuaskan.

Mengapa perlu Analisa Manajemen Sumber Daya Manusia?
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman selama ini memperoleh fakta dan data bahwa masih ada sebagian koperasi kredit belum memiliki manajer dan karyawan dengan kompetensi purna mutu. Kenyataan ini kerapkali menyebabkan pelayanan usaha keuangan koperasi kredit kepada anggota dan masyarakat menjadi amat terbatas.

Kadang-kadang masih mengharapkan pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran para fungsionaris secara belum optimal. Pada hal jika dioptimalisasi kemampuan dan ketrampilan secara efektif akan meningkatkan kinerja pelayanan kopdit bersangkutan secara luar biasa. Peningkatan SDM fungsionaris akan berbanding lurus dengan pertumbuhan anggota dan aset kopdit serta peningkatan mutu kesejahteraan dan kecerdasan anggota.

Oleh karena itu perekrutan staf manajemen harus diikuti dengan pemberian bekal pengatahuan dan keahlian yang memadai serta mendorong kesungguhannya dalam berkarya di koperasi kredit. Bukan hanya itu saja, sebelum pemilihan staf hendaknya menentukan pekerjaan apa saja yang akan dilakukan dan kualifikasi (keahlian) apa yang dibutuhkan sesuai bidang kerja serta pendapatan kopdit untuk memberikan imbalan gaji yang layak. Jadi tidak ikut-ikutan saja mengangkat karyawan tanpa analisis pekerjaan secara teliti dan sungguh-sungguh sesuai dengan kebutuhan kopdit bersangkutan.

Hal tersebut penting karena dalam banyak kasus orang yang bekerja di kopdit hanya sekedar mengisi waktu luang untuk melompat ke pekerjaan yang lebih bergengsi. Fakta ini bisa dimaklumi karena sebagian koperasi kredit secara finansial belum menjamin salari karyawan yang pantas atau karir di kopdit belum memiliki prospek yang menjanjikan sementara di sisi lain kemajuan kopdit menuntut manajemen yang profesional, dinamis dan inovatif.

Ada beberapa manfaat analisa manajemen sumber daya manusia dalam koperasi kredit yakni: untuk mengetahui rincian tugas, tanggungjawab dan kualifikasi utama suatu jabatan yang dibutuhkan sesuai pendapatan kopdit agar pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan secara efektif dengan hasil yang optimal, mengevaluasi tantangan-tantangan kopdit di tengah persaingan lembaga usaha keuangan lain dengan menggunakan analisa SWOT, menetapkan ukuran prestasi kerja yang realistik-objektif dan memberikan penghargaan yang cukup kepada karyawan serta pengembangan sistem kompensasi yang adil, menempatkan karyawan pada pekerjaan yang sesuai dengan pengatahuan, ketrampilan dan minat pribadi secara tepat, merencanakan kebutuhan SDM kopdit yang akan datang dan sebagai dasar pertimbangan lamaran maupun pengisian lowongan pekerjaan, menganalisis kebutuhan pengembangan/pelatihan (OJT= On Job Training) karyawan yang potensial baik yang lama maupun yang baru untuk menjawab kebutuhan SDM jangka panjang secara berlapis dan berkelanjutan serta menetapkan garis promosi maupun demosi dalam semua bidang pelayanan koperasi kredit.

Mekanisme Analisa SDM
Dalam membuat analisa SDM (personalia) koperasi kredit memerlukan tahapan-tahapan :
Pertama: Deskripsi Pekerjaan (Job Description). Deskripsi pekerjaan adalah suatu pernyataan tertulis yang menguraikan fungsi, tugas, tanggungjawab, wewenang, kondisi kerja dan aspek pekerjaan yang mempunyai bentuk yang sama. Sebaiknya wewenang dan tanggungjawab staf dipisahkan secara jelas dan berdayaguna. Wewenang menunjukkan hak untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Sedangkan tanggungjawab adalah kewajiban dari si pemegang jabatan. Perlu juga menyebutkan atasan seperi manajer, koordinator, kepala bidang serta staf pembantu. Deskripsi kondisi pekerjaan mencakup jam kerja, bahaya, keamanan dan kesehatan kerja, kemungkinan perjalanan dinas, kondisi fisik tempat kerja dan aspek-aspek pekerjaan lainnya.

Kedua: Spesifikasi Pekerjaan (Job Specification). Hal ini lebih menunjukkan pada siapa yang melakukan pekerjaan dan faktor-faktor manusia yang dipersyaratkan. Yang ditonjolkan di sini adalah profil, karakter manusia yang diperlukan untuk suatu pekerjaan di lembaga koperasi kredit. Persyaratan menyangkut pendidikan, pengalaman kerja, pelatihan dan mental maupun fisik yang sehat.

Ketiga: Standar Pekerjaan (Job Performance Standard). Standar ini memberikan manfaat sebagai sasaran atau target bagi pekerjaan karyawan. Tantangan untuk mencapai sasaran yang ideal bisa memotivasi karyawan kopdit dan mengukur atau menilai keberhasilan kerja karyawan pada suatu periode tertentu. Tanpa ada standar prestasi, tidak ada sistem pengawasan yang dapat mengevaluasi pelaksanaan pekerjaan koperasi kredit. Tanpa penilian, kita tidak pernah tahu sejauh mana aktualisasi potensi SDM karyawan.

Setelah mengadakan analisa SDM secara serius, kini gilirannya untuk melakukan perekrutan karyawan koperasi kredit. Perekrutan tersebut hendaknya mempertimbangkan kebutuhan dan kemampuan organisasi kopdit yang bersangkutan dan juga kemampuan para tenaga yang akan dipekerjakan.
Read more...

Senin, 06 September 2010

Membangun Karakter Menabung

Oleh Kosmas Lawa Bagho

(FloresNews.com, 2 September 2010) Menabung belum menjadi kebiasaan apalagi karakter sebagian besar masyarakat Indonesia terutama yang sedang berdomisili di Pulau Bunga, Flores. Sebagian besar masyarakat wilayah ini lebih tertarik pada hal-hal konsumtif dari pada menunda kesenangan melalui budaya menabung untuk menikmati kegembiraan masa nanti. Rasanya tidak ‘gaul’ jika tidak menghambur-hamburkan uang di masa muda. Untuk itu tindakan membangun karakter menabung masih menjadi pekerjaan yang membutuhkan keuletan dan perjuangan yang tidaklah kecil.

Pendapat ini dibuktikan dengan hasil penelitian sikap masyarakat terhadap budaya menabung serta di mana hal paling besar masyarakat menghabiskan uangnya oleh sebuah LSM Internasional yang berkarya di Kabupaten Ende. NGO Swisscontact pernah melakukannya pada tahun 2006. Mereka melakukan secara sampel di Kelurahan Tanalodu Bajawa dan Desa Mautenda, Ende. Hasil penelitian tersebut menunjukkan hal yang tidak mengejutkan lagi bagi kita bahwa mamang sebagian besar masyarakat tidak segera membangun karakter menabung.

Penelitian tersebut memberikan angka-angka pembiayaan masyarakat Flores umumnya adalah bidang makan-minum dan konsumeris lainnya dengan presentase tertinggi yakni 42%, diikuti pesta adat 12%, pendidikan 10%, transport, listrik, telepon dan pengembalian pinjaman sama-sama 9%, pertanian, peternakan dan perkebunan 8%, kesehatan, asuransi dan menabung masing-masing 1%.

Menarik untuk disimak secara serius dan sungguh-sungguh bahwa presentase pembiayaan masyarakat kita untuk asuransi dan tabungan hanyalah 1% dari seluruh pendapatan atau penerimaan. Bayangkan! Menabung masih menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian besar masyarakat kita. Kita belum mempersiapkan diri untuk masa depan yang lebih manusiawi dan bahagia dengan penciptaan kekayaan/asset melalui menabung. Data-data kuantitatif ini dipertegas lagi dengan data kualitatif yaitu sebagian masyarakat apabila mau masuk Koperasi Kredit misalnya, selalu bertanya berapa rupiah yang bisa dipinjam bukan berapa rupiah yang disimpan.

Berdasarkan rekam jejak pengalaman pribadi selama 12 tahun bekerja di koperasi kredit, apabila ada motivasi menabung selalu ada seribu alasan yang membuat mereka tidak bisa menyisihkan sesen dua untuk masa depan yang lebih berkualitas. Oleh karena itu tidaklah heran data dari Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat (www.peaklifestyle.com) menyatakan bahwa setelah bekerja 40 tahun (dalam usia 65 tahun) hanya ada 1% yang hidup sejahtera. Lalu di manakah yang 99%? Sangat tragis bahwa 36% dari antaranya telah meninggal dunia, 54%-nya hidup dalam keadaan miskin dan 9% hidup hanya bergantung pada belaskasihan ‘rumah jompo’. Semua itu terjadi lantaran kita belum membangun karakter menabung.

Pola pikir yang keliru bahwa kebiasaan atau karakter menabung itu hanya berlaku apabila seseorang memiliki uang lebih atau menabung harus dengan angka yang lumayan besar. Artinya orang yang hidup pas-pasan tidak perlu menabung. Pola pikir seperti ini yang perlu dievaluasi secara jujur serta harus lahir dari kesadaran hati dan otak (“sa ate, sa ote”: Bahasa Lio-Ende, Flores). Sesungguhnya menabung itu bisa dilakukan oleh siapapun, apapun profesinya dan di manapun juga.

Menabung tidak harus dalam jumlah yang besar tetapi Rp.1000 per hari juga sudah cukup. Apabila itu yang kita lakukan berarti 1 minggu sudah 7,000 rupiah, 1 bulan 30-31,000 dan setahun 365 ribu rupiah, 10 tahun 3,650,000 rupiah dstnya. Tabungan juga bisa menggunakan sarana celengan agar uang yang seribu rupiah per hari tidaklah tercecer atau cepat berubah bentuk menjadi es, ikan tongkol, rokok dan lain sebagainya.

Untuk bisa menjadi penabung yang baik ada trend pada Koperasi Kredit yaitu mengajak anggota agar tidak menghitung berapa rupiah sehari yang perlu ditabung melainkan tanyakan dan hitung berapa rupiah yang dihabiskan sehari sebagai pengeluaran. Misalnya perokok surya 12 merokok dua bungkus sehari.

1 bungkus surya 12 diasumsi 8,000 rupiah maka sehari, perokok bersangkutan menghabiskan uang hanya untuk rokok 16,000 rupiah, dalam sebulan menghabiskan 496,000 rupiah, setahun menghabiskan 5,952,000 rupiah. Jika dia merokok 10 tahun berarti 10 x 5,952,000 = 59,520,000. Bayangkan jika perokok tidak merokok dan menginvestasikan uangnya pada koperasi kredit.

Itu belum kita hitung bunga simpanan setiap hari x setiap minggu x setiap bulan x setiap tahun x 10 tahun x 20 tahun dstnya. Berapa rupiah kekayaannya ... ?

A. Suman Kurik dalam bukunya ‘Ekonomi Kerakyatan’ pernah menyentil bahwa mayoritas masyarakat kita bertumpu pada pertanian, peternakan, perkebunan dan perikanan hendaknya melakukan gerakan menabung sebagai investasi untuk membangun kekayaan demi meningkatkan mutu kesejahteraan keluarga maupun pribadi. Seiring dengan memperkuat budaya hidup hemat dan memulai gerakan menabung tanpa harus menunggu hari esok yang sedang gencar digalakkan dari berbagai LSM dan koperasi kredit/credit union.

Manfaat menabung adalah memiliki asset (kekayaan) yang tidak berkurang jumlahnya melainkan terus bertambah karena pemberian bunga dari Koperasi Kredit seperti perhitungan di atas. Manfaat lain adalah mengantisipasi apabila sewaktu-waktu ada kebutuhan yang sangat mendesak memerlukan uang untuk pembiayaan dikala sakit, meninggal dunia, melahirkan, biaya panen, dll.

Untuk itu kita perlu menahan diri agar tidak menghabiskan uang dengan secara serampangan melakukan pembelanjaan setelah sepanjang hari berusaha keras mendapatkan uang. Bahkan kerapkali kita melakukan hal-hal yang sangat merugikan diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Seperti melakukan perjudian dengan aneka macamnya, minum minuman mabuk, pesta pora, dll tanpa upaya untuk menyisihkan sebagian pendapatan kita untuk menabung demi menciptakan kehidupan yang lebih cerah ceria di masa yang akan datang.
Read more...

Rabu, 01 September 2010

Kopdit: Pahlawan Kemerdekaan Ekonomi Masyarakat Akar Rumput

Oleh Kosmas Lawa Bagho

Tanggal 17 Agustus 2010 baru kita lewati bersama. Sebagian rakyat Indonesia menganggap hari itu biasa-biasa saja. Tidak ada yang istimewa. Hari itu bagaikan hanya simpul aliran waktu tertentu tanpa makna. Apalagi mereka menyaksikan secara kasat mata aneka ragam kesulitan hidup masih saja menerpa golongan terbesar masyarakat pertiwi nusantara yang tahun ini merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan yang ke-65.

Ketidaknyamanan rakyat kian memuncak lantaran berbagai ragam perampokan berkelompok dan bahkan menggunakan persenjataan super canggih yang konon hanya dimiliki orang-orang khusus negeri tercinta ini. Senjata itu mungkin saja dibeli dengan harga yang cukup mahal untuk memberikan rasa nyaman bagi seluruh rakyat penghuni planet bumi yang bernama Indonesia.

Namun acapkali menjadi pertanyaan kritis kita, “Mengapa para perampok itu bisa memiliki ‘senjata istimewa’ untuk merampok dan membunuh rakyat bangsa ini tanpa prikemanusiaan?” Sebagian lagi gerah dan geram terhadap tetangganya Malaysia yang katanya bangsa serumpun tetapi selalu memakan rumpun Indonesia untuk kejayaan sendiri negerinya. Di tengah hingar-bingar perayaan HUT Kemerdekaan yang ke-65, ada tukar guling atau barter 3 petugas mulia abdi negara ini dibandingkan dengan 7 nelayan ‘pencuri atau maling ikan’ dari negeri seberang.

Belum lagi ada sentilan bola api panas yang coba dimainkan para politisi untuk melakukan amandemen UUD 1945 hanya mau memperpanjang masa jabatan presiden tiga periode tanpa mempedulikan kepentingan rakyat. ‘Sayang jika presiden yang sekarang dianggap masih produktif tidak dimanfaatkan hanya karena tuntutan UU yang membatasinya. Pada hal tidak ada salahnya kita bisa merubah atau meng-amandemenkannya’. Sayang seribu sayang kepentingan sekelompok orang elit lagi-lagi mengorbankan kepentingan mulia lebih banyak orang.

Dibalik itu ada sebagian masyarakat bangsa ini merayakannya dengan penuh antusias dan bergairah. Ada aneka perlombaan yang mengundang rasa tawa bahagia bagi yang menang dan gejolak hati memilukan bagi kelompok yang kalah atau belum memenangkan aneka lomba yang diperlombakan.

Orang-orang tersebut seolah merasa ada magnet yang senantiasa menghipnotis anak negeri ini untuk melakukan berbagai kegiatan dimaksud yang menghantar banyak orang kembali ke tanggal keramat, 17 Agustus Tahun 1945 lalu. Sebab tanggal tersebut memiliki arti tersendiri bagi 250 juta masyarakat kita sekarang ini. Tentu bukan tanpa alasan. Tanggal keramat itu menjadi jembatan awal dan garis demarkasi, kita melepaskan status terjajah dengan menyandang status baru yang lebih bermartabat sebagai negeri bebas dari segala bentuk penjajahan bangsa asing terutama Belanda dan Jepang.

Koperasi Kredit: Sang Pahlawan Kemerdekaan Ekonomi Masyarakat Akar Rumput
Tentu Pusat Koperasi Kredit (PUSKOPDIT) dan Koperasi Kredit (KOPDIT) di wilayah Kabupaten Ende, Ngada dan Nagekeo tidaklah muluk-muluk dalam usaha memerdekakan anggota dari berbagai himpitan terutama di bidang ekonomi. Data menunjukkan per 30 Juni 2010 mengakses anggota 65 ribu lebih dari 48 koperasi kredit (18 Anggota, 18 Calon Anggota dan 12 Kelompok Binaan), Simpanan Saham: Rp. 179 M lebih, Pinjaman Beredar yang dilepaskan kepada 65 ribu anggota Rp. 266 M lebih dan Kekayaan Rp. 315 M lebih.

Sementara program Credit Union Microfinance Innovation/Women Credit Union Microfinance Innovation yakni program inovasi khusus Puskopdit/Kopdit bekerjasama dengan Association of Asian Confederation of Credit Union (ACCU-Bangkok) dalam upaya mengakses lembaga keuangan koperasi kredit di daerah pedesaan yang miskin telah menjaring anggota perorangan 17.466 dengan rincian laki-laki: 7.872 orang dan perempuan: 9.594 orang; simpanan Rp. 85 M lebih, pinjaman yang dilepaskan Rp. 61 M lebih serta tingkat pengembalian 42 M lebih.

Untuk seluruh Indonesia koperasi kredit tersebar pada 32 propinsi dengan 940 koperasi kredit primer dan anggota individu 1.220.335 orang, simpanan 5 Trilyun lebih, pinjaman beredar 5 Trilyun lebih dan kekayaan 6,3 Trilyun lebih.

Kecil memang tetapi dibalik angka-angka statistik di atas sesunggguhnya menyiratkan sejumput perjuangan tanpa kenal lelah baik para pencetus ide awal di Jerman serta para perintis atau penggerak gagah berani di Indonesia terutama di Kabupaten Ende, Ngada dan saudara bungsunya Nagekeo.

Di tengah berbagai aneka lomba penggelontoran uang kepada masyarakat dalam aneka warna papan nama, koperasi kredit melakukan sesuatu yang boleh dikatakan lawan arus dengan mengoptimalkan seluruh kekuatan yang ada pada masyakarat. Potensi yang ada merupakan harta karun yang tidak dapat diambil oleh orang lain serta harus diaktualisasikan secara efektif dan cerdas. Potensi itu dalam bentuk otak dan hati yang memiliki antusiasme untuk terus berusaha.

Aktivis koperasi kredit menyadari dan yakin seyakin-yakinnya bahwa apabila selalu memberikan bantuan maka rakyat akan semakin ‘lapar dan bergantung’. Permasalahan ekonomi rakyat di negeri ini hanya bisa diatasi oleh mereka sendiri dalam kebersamaan. Pemerintah menyiapkan sarana dan prasarana serta regulasi yang memancing kreativitas masyarakat untuk dengan mudah mengakses pada pusat-pusat ekonomi serta transformasi sumber daya manusia yang berdaya saing tinggi.

Salah satu strategi koperasi kredit adalah dengan cara membangun karakter menabung sedikit demi sedikit menghasilkan milyaran bahkan trilyunan rupiah seperti tersaji pada data statistik di atas. W.F. Raiffaisien (1848) sang pendiri pernah menulis, “Setetes demi setetes akan menghasilkan selokan dan akhirnya menjadi sungai”. Atau pepatah tua mengatakan ‘sehari selembar benang, lama-lama menjadi kain’. Penggiat koperasi kredit tidak pernah merasa tergoda menawarkan jalan pintas apalagi budaya instan untuk meningkatkan kesejahteraan (ekonomi).

Gerakan koperasi kredit seakan mau meracik ulang sketsa bangunan perekonomian nasional dan daerah yang gemar menghujani masyarakat dengan berbagai bantuan meski diketahui bahwa bantuan tersebut semakin mematikan daya kreativitas dan meninabobokan orang-orang yang dibantu. Lebih parah lagi kegiatan mulia dimaksud bisa saja akan melahirkan generasi yang hanya ‘tahu menerima’ tanpa mau berjuang untuk memperoleh makan. Padahal para pejuang dan pahlawan kita zaman dahulu telah memberikan contoh, hanya dengan mencurahkan keringat, darah dan bahkan mengorbankan nyawa baru bisa menggapai kemerdekaan dari bangsa penjajah.

Dalam nuansa itu maka pantaslah koperasi kredit bisa dijadikan sebagai pahlawan kemerdekaan ekonomi masyarakat akar rumput yang memerdekakan masyarakat dari belenggu penjajahan ketergantungan, budaya instan dan kosumerisme yang berlebihan.
Read more...

Setiap Bulan atau Berkala Selalu Ada Forum Evaluasi

(ENDE, FLORES POS; 9 JULI 2005) Setelah melakukan stuba di pulau Sumatera dan Kalimantan,28 anggota Puskopdit Ende-Ngada-Nagekeo berkunjung ke Pulau Jawa,tepatnya di Puskodit Bekatigade Daerah Istimewa Yogjakarta(DIY) untuk 1 Puskopdit dan 2 kopdit yaitu Kopdit Amrih Makmur,Bantul dan Kopdit Mandasar,Gunung Kidul,sejak tanggal 20-23 mei 2005.

Puskopdit/kopdit di DIY, perkembangan anggota dan usahanya memang agak lambat dibandingkan dengan 3 Puskopdit lain yang dikunjungi. Namun secara strategi pengembangan jangka panjang Puskopdit ini memiliki beberapa kelebihan.

Kemauan untuk bangkit melalui konsolidasi organisasi dan usaha berlangsung secara sungguh-sungguh. Konsolidasi yang mereka buat hampir mirip dengan apa yang telah kita laksanakan beberapa tahun terakhir,yaitu kopdit harus mempunyai karyawan/manajer,pelayanan harian,ada tempat pelayanan,memperluas keanggotaan,diversifikasi simpanan,dan pinjaman.

Kopdit-kopdit yang tidak memenuhi persyaratan boleh merger atau bubar atau boleh tetap berjalan,tetapi tidak menjadi anggota dalam jaringan puskopdit. Prinsipnya ,sedikit kopdit tetapi luas jangkauan pelayanan dan banyak anggotanya. Untuk mewujudkan ini setiap orang harus melepaskan berbagai ragam ego,ego pribadi,kelompok,dan ego wilayah.

Kedisiplinan dan keuletan para pelaksana dari kolektor pencatat dan staf kopdit sungguh-sungguh memiliki nyali untuk bekerja lembur demi membantu sesama,serta meningkatkan pendapatannya. Keuletan kolektor dapat digambarkan dari penyerahan agunan/bonding kepada kopdit sebelum menjadi kolektor,serta mau diberi pendidikan atau pembekalan secara serius tentang seluk-beluk perkoperasian kredit an mau berjemur di panas dan hujan untuk mencari anggota dan menarik kembali pinjaman,dan apabila pinjaman tak tertagih maka ia pun harus rela merogoh koceknya sendiri. Luar biasa.

Sistem administrasi yang tertib dan teliti. Menarik bahwa sistem harian dengan pencatatan harian,demikian juga mingguan,dan bulanan. SDMnya benar-benar disiapkan untuk melakukan segala tata administrasi secara tertib dan disiplin.
Forum sharing bersama. Setiap bulan atau berkala selalu ada forum untuk bersama mengevaluasi atau mendapat pengetahuan baru ataupun sekadar untuk saling menguatkan bila ada persoalan lapangan yang rumit dipecahkan.

Demikian laporan Koordinator Diklat Puskopdit Bekatigade Ende-Ngada-Nagekeo, Kosmas Lawa Bagho yang ikut dlam rombongan stuba Puskopdit Bekatigade Ende-Ngada-Nagekeo,dan bahannya dirangkum oleh wartawan Flores Pos,Philipus Suri (habis dari 6 tulisan)
Read more...

Selasa, 31 Agustus 2010

Pertanyaannya, Kapan Bisa Terjadi di Kopdit Kita?

(ENDE, FLORES POS; 8 JULI 2005) Tanggal 15-19 Mei 2005, 28 anggota tim Puskopdit Bekatigade Ende-Ngada berkunjung ke Puskopdit Sumatra Utara (Sumut)-Medan yang terdiri dari 1 puskopdit dan 8 kopdit yaitu Kopdit Merdeka, Kabupaten Karo-Medan, Kopdit Unam Berastagi Karo Medan, Kopdit Serayaan-Karo Medan, Kopdit Satolop Siborong-borong Tapanuli Utara, Kopdit Cinta Mulia Pematangsiantar, Kopdit Mandiri Tebing Tinggi, Kopdit Hidup Baru Tebing Tinggi dan Kopdit Makmur Bersama –Tebing Tinggi.

Ada hal menarik yang didapat yaitu seleksi calon anggota menjadi anggota. Kegiatan seleksi sangat ketat dan dianggap bertele-tele. Itulah kekuatan sehingga seseorang calon menjadi anggota penuh pemahaman yang luas tentang CU, kesadaran dan tanggungjawab.

Seorang calon harus melalui 6 tahap seleksi yaitu pendidikan tahap 1 (3 jam): motivasi, ansos, dan lain-lain, tahap 2 (3 jam): tentang perkoperasian dan credit union (CU), tahap 3 (3 jam) pengaturan ekonomi rumah tangga (ABK), tahap 4 (3 jam): Undang-Undang Koperasi, AD/ART, poljak, persus dan keputusan-keputusan organisasi (RAT) atau pun rapat-rapat, tahap 5 (2 jam): evaluasi/ujian melalui wawancara atau tertulis. Jika lulus maka calon bersangkutan bisa maju ke tahap 6: pelantikan dengan sumpah/janji pada saat rapat pendidikan atau RAT.

Penjamin. Penjamin memiliki fungsi yang strategis dalam memperlancar angsuran anggota peminjam. Penjamin juga memberikan jaminan simpanan dipotong atau harus merogoh kocek sendiri untuk membayar utang si kredit macet di mana ia sebagai penjaminnya. Luar biasa bahwa ada kasus 3 orang penjamin pernah membayar masing-masing 3 juta rupiah bagi si kredit macet yang melalaikan uang kopdit sebesar Rp. 9 juta. Pertanyaannya, kapan hal ini terjadi di kopdit kita?

Hal menarik lain bahwa ada satu desa yang mewajibkan masyarakatnya menjadi anggota kopdit. Bahkan setiap bayi yang baru lahir harus mendaftarkan diri pertama di kopdit oleh kedua orangtuanya seperti cacah jiwa. Ini luar biasa. Mungkin mujizat kalau terjadi di daerah kita.

Bagi kopdit/puskopdit di Sumut, pendidikan bukan hanya jantung organisasi tetapi “hidup”nya orang Batak dalam kopdit. Semua orang masuk menajdi anggota wajib mengikuti pendidikan dengan berbagai tahapan seperti yang telah dijelaskan pada bagian seleksi anggota. Mereka sangat disiplin menerapkan dan terjadi bagi siapa saja tanpa memandang siapa orangnya, latarbelakangnya dan jabatannya. Kepala Dinas Koperasi saja kalau mau menjadi anggota wajib mengikuti pendidikan ala CU.

Dalam pendidikan, mereka sangat memperhatikan kedisiplinan waktu. Terlambat satu menit tidak diikutkan dalam pendidikan walaupun dibiayai sendiri. Anggota yang tidak mengikuti pendidikan tidak akan mendapat pelayanan pinjaman sama seperti yang terjadi di puskopdit/kopdit di Kalimantan.

Bagi siapa saja yang ingin menjadi fasilitator digembleng secara ketat dan disiplin serta diujicoba selama 1 tahun. Selama kurun waktu itu ia hanya sebagai moderator apabila ada kegiatan pendidikan oleh para seniornya. Fasilitator harus memiliki kualitas akademik, ketrampilan lebih serta berintegritas tinggi. Fasilitator mendapat ganti rugi kelelahan yang standar.

Hal menarik lain yang terjadi di puskopdit/kopdit di Sumut ada semacam kompetisi positif tiap kopdit untuk menghasilkan yang terbaik bagi kopditnya. Tiap periode pengurus senantiasa berlomba-lomba sumbang apa yang terbaik buat kopdit pada masa kepengurusannya.

Kompetisi ini diinspirasi oleh kompetisi sel untuk menghasilkan buah. Beribu-ribu sel pria namun hanya ada satu yang berhasil membuahi untuk menjadi manusia. Sel saja berkompetisi, mengapa setelah menjadi manusia, kita tidak lagi berkompetisi secara positif untuk satu perubahan hidup yang lebih baik dari hari ini (bersambung).
Read more...

Rabu, 18 Agustus 2010

Seseorang Tak Bisa Jadi Anggota CU, Tanpa Masuk Melalui Pintu Pendidikan

(ENDE, FLORES POS: 07 JULI 2005) Penanaman nilai-nilai dan prinsip dasar CU sudah mulai sejak sang calon mau menjadi anggota melalui program pendidikan yang teratur dan disiplin dengan tahapan-tahapan yang harus dilalui secara tertib. Seseorang tidak bisa menjadi anggota CU tanpa masuk melalui pintu pendidikan dan bagi yang tidak mengikuti pendidikan (motivasi dasar I dan dasar II serta spesialisasi) tidak akan mendapat pelayanan pinjaman dari kopdit dan puskopdit.

Materi-materi pendidikan disesuaikan dengan kemampuan anggota serta berdasarkan pada berbagai sajian dengan melibatkan unsur budaya, agama dan kebiasaan setempat. Pokoknya semua daya dimanfaatkan agar anggota fanatik dengan CU. Bagi mereka berlaku petuah Dengxiaoping, “Tidak penting kucing itu berwarna hitam, putih atau abu-abu. Yang penting ia dapat menangkap tikus”.

Mereka sungguh memanfaatkan berbagai sarana untuk membangun dan mengembangkan CU dalam rangka mempersiapkan masa depan yang kaya, aman dan nyaman bagi anggota. CU dibentuk pertama-tama untuk menolong diri sendiri bebas dari berbagai ketertindasan secara sosial, budaya, politik, agama dan ekonomi. Kedisiplinan dan komitmen menjadi kunci utama keberhasilan. Tanda seorang telah mengikuti pendidikan menggunakan stempel materi dan tanggal.

Kunci lain sehingga kopdit dan puskopdit se-Kalimantan bangkit menggelora bagaikan raksasa bangun dari tidurnya adalah perencanaan strategis (SP). Keyakinan mereka, hidup tanpa rencana adalah omong kosong dan datar tanpa dinamika, tanpa roh dan tanpa kehidupan. Hidup terasa tawar dan hanya menghabiskan waktu saja.

Ada penelitian pengurus kopdit pada sekelompok orang. Saat awal kedatangannya, ia menanyakan, “ Apa ada rencana tertulis untuk hidup anda?”. Ada satu kelompok menjawab “ya” dan yang lain mengatakan “tidak”. Menarik bahwa setelah 3 tahun kemudian ia datang lagi ke tempat yang sama. Ia menyaksikan bahwa kelompok yang menjawab “ya” ada perubahan hidup ke arah yang lebih makmur sedangkan kelompok yang menjawab “tidak” tidak ada perubahan dari sebelumnya bahkan hidup semakin melarat.

Perencanaan Strategis secara tertulis menjadi tuntutan “wajib” dan diimbangi dengan penerapan konkret di lapangan. SP telah mengantar Kopdit/Puskopdit Kalimantan mengalami pertumbuhan anggota dan aset secara luar biasa. Aset puskopditnya per April 2005 Rp. 521 miliar dengan anggota 50.000 orang.

Salah satu kunci keberhasilan adalah keberanian untuk tidak membuka kopdit banyak, tetapi memperluas keanggotaan melalui TP yang sementara waktu dibina dan dikoordinir secara tertib oleh kopdit pusat. Mengherankan bahwa anggota dan usaha TP lebih besar dari kopdit kita di Ende-Ngada yang asetnya di atas Rp. 1 miliar. Satu TP dengan anggota 3000-4000 orang dengan aset Rp. 5 – 6 miliar dalam jangka waktu 1-2 tahun pembentukan.

Penyakit ego wilayah, ego pribadi dan ego lainnya, mereka kesampingkan demi kemajuan bersama serta upaya membebaskan mereka dari segala keterbelengguan. Satu TP menjangkaui 1 kecamatan dan 1 kopdit bisa 5-6 kabupaten dan seluruh Kalimantan ditambah dengan Irian hanya 1 puskopdit.

Daperma-plus atau Daperma sendiri dengan batas klaim simpanan (SDA = santunan duka anggota dan pinjaman, PPA = proteksi pinjaman anggota Rp. 75 juta). Tiap kopdit membayar modal awal di puskopdit sebesar Rp. 30 juta dan setiap bulan membayar premi seperti Daperma Inkopdit. Tentang usia mulai nol tahun sampai 60 tahun tanpa ada perhitungan-perhitungan seperti terjadi pada Daperma Inkopdit.

Jaringan atau networking dengan puskopdit juga merupakan salah satu kekuatan pengembangan kopdit/CU. Mereka satu pikiran, satu langkah dan satu tindakan. Bagi yang keluar dari jaringan, pertumbuhan sangat lamban bahkan mati. Ada contoh kasus salah satu kopdit di lingkungan seminari menengah. Mereka tidak bergabung dan tidak mau mengikuti pendidikan ala puskopdit.

Hinggan tahun 2004, perjalannya lamban bagaikan bekicot berjalan sementara TP-TP di sekitarnya berkembang sangat spektakuler. Akhirnya 8 Desember 2004 mereka bergabung secara resmi dengan puskopditnya setelah terjadi strategy planning tanggal 11-13 November 2004 dengan aset baru Rp. 600 juta. Setelah bergabung dan melaksanakan pendidikan secara teratur, akhir April 2005 aset mencapai 4,9 miliar rupiah dengan anggota 1,950 orang.

Forum-forum pertemuan. Mereka juga tak jemu-jemu melakukan pertemuan melalui forum sebagai media saling tukar pikiran, berdebat untuk menghasilkan satu kesepakatan. Ada forum manajemen, forum diklat, forum pengawas, forum ketua dan lain-lain (bersambung).
Read more...

Selasa, 17 Agustus 2010

Guru dan Pegawai Tugas Sampingan, Mengurus CU adalah Tugas Pokok

Mengunjungi Kopdit Waras Bandar Lampung tanggal 9 Mei 2005. Jika melihat perkembangan di kopdit ini, pertumbuhan aset dan anggota sangat spektakuler. Kopdit ini baru berdiri 4 tahun lalu tetapi pertumbuhan anggota sudah menjadi 1,600 orang dan asetnya Rp. 2,9 miliar dengan seorang manajer, 3 karyawan dan 3 kolektor. Pertumbuhan yang cepat karena penerapan micro-finance secara tertib.

Program MFI membutuhkan beberapa syarat yang harus dipenuhi: kolektor, pencatat, SDM kolektor, SDM pencatat dan staf kopdit, analisa pasar, analisa usaha serta pemetaan potensi manusia dan potensi ekonomi, bionding/jaminan bagi para pelaksananya, baik kolektor, pencatat dan staf kopdit.

Pelayanan pinjaman harian atau mingguan dengan suku bunga maksimal 5-6%. Pelayanan pinjaman per paket dan satu paket pinjaman harian sebesar Rp. 150.000 dengan potongan 10.000 (5000 untuk jasa kolektor, 5000 untuk kopdit dan setiap hari anggota mengangsur Rp. 5,000.

Pinjaman mingguan per paket Rp. 1.000.000 dengan bunga 5% dalam tempo dua bulan dan setiap hari mengangsur Rp. 20,000. Dari 5% dibagi 2% untuk provisi dan 3% untuk jasa kolektor. Selesai mengangsur keuangan sebesar Rp. 1.200.000. Dari sini dibagi 125.000 untuk tabungan anggota, 45.000 jasa kolektor dan 30.000 untuk pendapatan kopdit. Calon anggota hanya menyimpan 20.000 sudah bisa mengajukan pinjaman 1 paket disertai jaminan khusus untuk harian.

Keberanian melakuan inovasi. Sesungguhnya mereka cukup berani melakukan inovasi untuk memberantas rentenir yang mencekik masyarakat pedagang dengan pinjaman harian yang suku bunganya cukup tinggi. Kopdit menangkap peluang dengan cara pemberdayaan. Para pedagang kecil mendapat pinjaman sekaligus meningkatkan budaya menabung demi mempersiapkan masa depan yang lebih baik. Inovasi bentuk semacam inilah yang meningkatkan harkat dan martabat anggota dan masyarakat.

Setelah itu, 28 orang dari Puskopdit Bekatigade Ende-Ngada mengunjungi fungsionaris Kopdit Gentiaras, Kecamatan Pringsewu, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Pengrekrutan kolektor. Kolektor yang direkrut bisa orang luar tetapi diutamakan anggota kopdit atau staf kopdit dan bekerja pada sore hari. Yang patut diperhatikan adalah kolektor harus memenuhi berbagai persyaratan psikologis tetapi juga dijamin agar kolektor tidak melarikan uang anggota. Untuk mewujudnyatakan secara lebih berhasil maka bidang pemasaran merupakan sesuatu yang wajib bagi kopdit/puskopdit di sana.

Mereka juga menggunakan notaris dengan biaya ditanggung bersama. Jika ada kredit macet, pengacara yang berurusan dengan si kredit macet itu. Sedangkan fungsionaris tetap menjalankan tugasnya sebagaimana biasa. Lawyer atau pengacara diusahakan orang yang memahami kultur atau budaya gerakan dan tidak memanfaatkan gerakan untuk menambah kocek pribadi.

Dari Lampung, 28 orang tim dari Puskopdit Bekatigade Ende-Ngada mengunjungi Puskopdit di Kalimantan yakni Kopdit Bonaventura Sikawang, Kopdit Pancur Kasih Pontianak, Kopdit Stella Maris Pontianak serta 5 Tempat Pelayanan (TP) sejak tanggal 11-14 Mei 2005.

Kopdit-kopdit dibawah koordinasi puskopditnya secara luar bisa menggerakan masyarakat Dayak untuk mempersiapkan masa depan yang kaya, aman dan nyaman melalui wadah koperasi kredit atau lebih dikenal credit union (CU). Para penggerak, perintis dan fungsionaris CU seolah-olah menghipnotis masyarakat Kalimantan untuk fanatik dengan credit union.

Bahkan para guru dan pegawai sampai tergila-gila untuk mengurus CU ketimbang mereka bekerja sebagai guru atau pegawai. “Guru dan pegawai adalah pekerjaan sampingan, sementara mengurus CU adalah tugas pokokku,” kata Ketua CU Pancur Kasih dalam sebuah hearing dengan tim studi banding dari Puskopdit Bekatigade Ende-Ngada di Siantan, tanggal 13 Mei 2005 (bersambung).

Flores Pos, 6 Juli 2005
Read more...

Rabu, 04 Agustus 2010

Aturan Kopdit Harus Seperti Karet, Tidak Kaku Seperti Kayu

Hal menarik lain ketika berkunjung ke KFC atau Mall di Denpasar, tanggal 7 Mei 2005 malam, kira-kira pukul 08.30 Wita. Ada berbagai kemajuan di sana. Saat-saat itu ketika hendak menikmati di lantai atas, naik eskalator secara bergerombolan mengundang perhatian banyak orang. Di tambah lagi salah seorang rombongan stuba hampir jatuh di eskalator. Ini tanda sebuah kegagapan teknologi.

Peristiwa kecil ini menarik, karena apabila kopdit/puskopdit juga gagap atau enggan menggunakan teknologi bukan saja akan ketinggalan mungkin hampir jatuh seperti teman tadi saat naik eskalator. Mungkin akan parah lagi, kopdit akan kalah bersaing dan jatuh mati terkapar tak tahu di mana batu nisannya.

Teknologi komputer atau kendaraan misalnya sudah menjadi kebutuhan untuk pengembangan kopdit/puskopdit bukan lagi hanya keinginan pamer kekayaan. Hal menarik lain semua perencanaan pada tanggal 6 Mei malam sebelum keberangkatan tidak selalu sama dengan realitas atau penerapannya, misalnya fungsi ketua kelompok dan pembagian kelompok. Rencana matang harus diimbangi dengan kemauan dan komitmen untuk merealisasikannya.

Dalam kopdit senantiasa ada rencana tahunan, bulanan bahkan mungkin harian. Namun semua itu tidak akan jalan kalau tidak ada komitmen dan konsistensi untuk melaksanakannya. Sisi lain bahwa perencanaan harus tetap fleksibel sesuai tuntuan keadaan riil di lapangan yang penting perubahan itu demi suatu kemajuan untuk banyak orang.

Berikut catatan stuba pada Puskopdit Lampung (mengunjungi 4 primer). Pertemuan dengan fungsionaris Kopdit dan Puskopdit Lampung mulai Minggu (8/5) malam sampai Selasa (10/5). Sesungguhnya Puskopdit/Kopdit Lampung pernah mengalami masa stagnasi/krisis pertumbuhan dan perkembangan lantaran kesalahan pengelolaan. Baru 2 tahun terakhir bangkit secara spektakuler setelah mengadakan studi banding ke Jawa dan Bali sekitar tahun 1989.

"Hasil studi banding memberikan angin segar luar biasa untuk bangkit dari keterpurukan,” kata Pak Kemis, Ketua Puskopdit Caraka Utama Lampung dihadapan 28 peserta rombongan stuba dari Puskopdit Bekatigade Ende-Ngada. Ternyata stuba yang memakan banyak biaya merupakan media pembelajaran yang efektif menuju penggelolaan kopdit secara profesional.

Bantuan teknis INDECUA merupakan program yang telah mendorong terobosan manajemen pengembangan kopdit di Lampung dengan program utamanya “micro-finance” serta pengalihan pengelolaan konvesional ke arah profesional. Pengangkatan karyawan/plh/manajer, memiliki tempat pelayanan, sarana/fasilitas komputer serta pelayanan harian merupakan tuntutan capacity building ala INDECUA.

Program micro-finance ditujukan kepada anggota atau calon anggota yang memiliki usaha perdagangan harian, pokoknya yang usahanya dagang. Melalui micro-finance pertambahan anggota terus melaju diiringi pertumbuhan modal koperasi kredit terutama 2 tahun terakhir.

Kedisiplinan dan komitmen memulai serta keberanian melakukan inovasi. Kesan kuat yang peserta petik adalah punya keberanian melakukan perubahan, konsisten, komit dan disiplin menegakkan aturan dan semuanya dibuat tertulis (AD/ART, Poljak, Persus, dan Keputusan-Keputusan Rapat, RAT). Namun satu hal yang harus dipegang adalah “aturan kopdit harus tetap seperti karet, tidak kaku seperti kayu”.

Bidang pemasaran menjadi kebutuhan pokok bagi kopdit-kopdit/puskopdit di Lampung dalam kerangka melakukan pemetaan anggota, pemetaan wilayah, pemetaan penduduk, pemetaan potensi dan pemetaan produk pelayanan kopdit. Pemasaran ini dibuat berdasarkan analisis kebutuhan anggota dan masyarakat.

Jaringan dengan pihak mana pun untuk kemajuan dan pengembangan anggota atau organisasi bukanlah barang tabu. Yang penting perlu dibangun suatu kemitraan sejati yang saling menguntungkan (bersambung).

Flores Pos, 5 Juli 2005
Read more...

Selasa, 27 Juli 2010

Untung Bekerja di Kopdit Bisa Naik Pesawat

Catatan Awal
Tanggal 7-26 Mei 2005, 28 orang dari koperasi kredit (kopdit) yang tergabung pada Pusat Koperasi Kredit (Puskopdit) Bekatigade Ende-Ngada mengadakan studi banding (stuba) ke Lampung, Pontianak, Medan dan Yogyakarta. Berikut laporan Koordinator Diklat Puskopdit Bekatigade Ende-Ngada, Kosmas Lawa Bagho yang ikut dalam rombongan dan bahannya dirangkum oleh wartawan Flores Pos, Philipus Suri. Inilah tulisan pertama dari 6 tulisan berseri sejak tanggal 4-9 Juli 2005.

Kegiatan studi banding (stuba) merupakan program yang dirancang dan dilaksanakan oleh Puskopdit Bekatigade Ende-Ngada untuk menjawabi kebutuhan-kebutuhan primer. Stuba juga merupakan media pembelajaran alternatif yang cukup efektif.

Ide awal tentang stuba ini muncul pada Rapat Anggota Tahunan (RAT) Tahun Buku 2004 di Ende tanggal 15 Januari 2005, memutuskan bahwa stuba atau magang menjadi salah satu program pendidikan Puskopdit Bekatigade Ende-Ngada.

Merujuk pada keputusan RAT tersebut maka manajemen Puskopdit memfasilitasi dan menggerakkan kopdit-kopdit yang asetnya di atas 1 miliar atau yang memiliki potensi lebih berkembang ke depan untuk melakukan stuba.

Berdasarkan formulir yang masuk maka 9 Kopdit primer yakni Kopdit Sangosay Bajawa mengutus 4 orang, Kopdit Boawae 2 orang, Kopdit Sinar Harapan Aimere 1 orang, Kopdit Sehati Bajawa 2 orang, Kopdit Kenisa Mauponggo 2 orang, Kopdit Jamu Maunori 3 orang, Kopdit Handayani Bajawa 2 orang, Kopdit Civita Dei Nangapenda 1 orang, Kopdit Bahtera Ende 3 orang dan Puskopdit BEN 7 orang serta 1 orang VSO sebagai management advisor. Jadi peserta semuanya berjumlah 28 orang melakukan stuba ke Puskopdit Lampung, Pontianak, Medan dan Yogyakarta dari tanggal 7 sampai dnegan 26 Mei 2005.

Fokus stuba pada proses pembelajaran tentang pengelolaan koperasi kredit yang semakin profesional pada daerah-daerah yang lebih berhasil implementasinya. Pepatah bijak mengatakan, “Jika anda ingin mengelola kopdit secara lebih berhasil maka anda harus belajar pada kopdit-kopdit yang telah mengaplikasikan pengelolaannya secara profesional dan berhasil. Teori-teori yang dipelajari hanya sebagai pendukung penerapannya di lapangan”.

Perjalanan rombongan nampaknya sangat mengesankan meski sedikit meletihkan, karena ada yang menggunakan pesawat, ada juga yang menggunakan bus, seperti Jakarta-Lampung pergi pulan (PP) dan kereta api Yogyakarta-Surabaya dengan jarak tempuh ada yang hanya 45 menit tetapi juga ada yang satu hari.

Namun ada hal-hal menarik untuk dicatat bahwa kemajuan kopdit di Indonesia bagian Timur seperti di Flores ini jauh dibandingkan dengan di Indonesia bagian Barat. Teman-teman di bagian barat bisa pilih salah satu alternatif dari berbagai sarana dengan harga bersaing serta berbagai kemajuan monumental. Sementara kita di Indonesia bagian timur, ya itu-itu saja dan terasa jauh dari sentuhan pembangunan yang cukup signifikan.

Ada di antara peserta yang berguman, “Untung saya bekerja di koperasi kredit sehingga bisa naik pesawat atau kereta api”. Tenyata bekerja di kopdit bukan hanya mengorbankan waktu, tenaga, pikiran dan dana pribadi seperti terjadi saat-saat awal pengembangan. Akan tetapi ada enaknya juga.

Pengkotbah mengatakan, “Barangsiapa menanam yang baik, dia akan menuainya. Segala sesuatu indah pada saatnya”. Mudah-mudahan spirit ini terus menggerakkan hati para perintis, penggerak, fungsionaris maupun anggota terutama peserta stuba untuk sungguh-sungguh berkopdit secara sadar dan bukannya bekerja di kopdit/puskopdit hanya sekedar mencari uang. Ada nilai lain yang dapat dinikmati (bersambung)

Flores Pos, 4 Juli 2005
Read more...

Kopdit Serviam Ende: Pipa Kekayaan Masyarakat Flores

Oleh Kosmas Lawa Bagho

Data yang ditampilkan dari Departemen Tenaga Kerja AS Tahun 2008 (Bisnis Bekerja dari Rumah: www.peaklifestyle.com tanggal 06 Juni 2009) cukup mengesankan dan mengejutkan saya. Dalam website tersebut memberikan hasil data penelitian orang-orang yang bekerja selama 40 tahun (usia 65 tahun) di kantor sebagai karyawan dengan perbandingan sebagai berikut:
a. 1 % orang-orang bersangkutan hidup makmur dan sejahtera.
b. 4 % memiliki cukup uang untuk hidup pas-pasan.
c. 5 % terpaksa untuk tetap bekerja di usia 65 tahun.
d. 54 % hidup dibawah garis kemiskinan, bergantung terhadap uang pensiun atau
bergantung pada sanak saudara, keluarga dan teman.
e. 36 % telah meninggal dunia.

Data statistik ini berkaitan langsung dengan cerita yang coba saya angkat dari Buku Cashflow Quadrant karangan Robert T. Kyosaki. Maaf cerita ini saya edit sedikit dari cerita asli. Inilah kisahnya. Zaman dulu terdapat sebuah desa kecil nan indah. Tempat itu sangat menyenangkan namun sayang tidak ada ketersediaan air jika hujan tidak turun mencium bumi. Para kepala kampung atau desa mengadakan rapat besar untuk mengatasi masalah yang cukup kronis itu. Rapat bersepakat mengontrak dua orang pemuda yang sanggup menyelesaikan persoalan yang dialami masyarakat. Mereka adalah Ed dan Bill. Ed seorang yang bergerak cepat.

Ed segera berlari ke pasar lalu membeli dua buah ember baja besar dan bolak balik ke danau untuk mengambil air. Jarak danau dari desa bersangkutan kira-kira 1,5 km. Pagi hingga petang, ia bekerja keras mengangkut air untuk memenuhi kepentingan masyarakat dan ia langsung mendapatkan uang. Setiap pagi dengan setia ia lakukan dan memperoleh banyak uang. Ia bersyukur bisa mendapatkan banyak pemasukan dari kerja kerasnya sejak pagi hari hingga petang tanpa henti.

Sementara Bill beberapa saat menghilang. Keadaan ini membuat Ed tambah bahagia lantaran tidak ada pesaing. Bill tidak membeli ember baja untuk bersaing dengan Ed tetapi dia membuat rencana usaha, mendirikan perusahaan, mendapatkan empat penanam modal, mengangkat seorang manajer untuk melakukan pekerjaannya dan kembali enam bulan kemudian dengan kru atau rombongan bangunan. Dalam waktu satu tahun, timnya telah membangun jaringan pipa baja anti karat bervolume besar yang menghubungkan desa dengan danau.

Pada pesta pembukaan, Bill mengumumkan bahwa airnya lebih bersih dan bisa memasok air ke desa selama 24 jam sehari, tujuh hari seminggu serta memberikan harga 75% lebih murah dari air yang dijual Ed dan sumber mata airnya lebih berkualitas dan sehat. Penduduk desa bersorak sorai dan langsung berlari ke kran air di ujung saluran pipa Bill. Ia mendapatkan pemasukan tanpa ia harus memikul air dari pagi hingga petang. Bill juga mulai melebarkan sayap usahanya ke desa-desa lain.

Kini Bill menjadi milioner tanpa harus bekerja keras lagi seperti Ed. Ia menghabiskan banyak waktu untuk keluarga sementara kekayaannya terus bertambah dari hari ke hari tiada henti selama air mengalir dari saluran pipa usahanya. Kini uang bekerja keras untuk Bill. Bill bisa mendapatkan uang meski sedang tidur. Dilain pihak Ed, kualitas tenaganya makin menurun karena bertambahnya usia serta mutu airnya menurun drastis maka ia tidak berdaya apa-apa.

Ia terus bekerja keras namun kekayaannya tidak bertambah malah tergerus habis untuk membiayai sekolah ana-anaknya dan biaya perawatan rumah sakit. Ed bekerja sebagai mental pembawa ember yang terus bekerja keras untuk memperoleh uang. Tidak pernah berubah nasibnya agar uanglah bekerja untuk dia. Kini kita mau seperti Bill membangun saluran pipa kehidupan atau seperti Ed sebagai pembawa ember seumur hidup?

Kopdit Serviam dan Mental Pembawa Ember
Koperasi Kredit Serviam dibentuk pada tanggal 09 Januari 1993 oleh sekelompok anak muda di Yayasan Nusa Taruni Bakhti Ende. Pembentukan awal hanya untuk menanggulangi beban kehidupan para guru, dosen, staf dan karyawan Yayasan Ursulin yang terkena dampak langsung gempa bumi 12 Desember 1992. Awalnya keanggotaan terbatas hanya intern dan tidak terbuka untuk masyarakat umum. Dalam perjalanan selanjutnya ada begitu banyak masyarakat mau bergabung dengan koperasi kredit ini dengan berbagai latar pendidikan, status sosial, profesi, suku, ras dan agama.

Tahun 2000, Kopdit Serviam terbuka untuk umum sesuai prinsip dan jati diri koperasi versi UU Koperasi No.25/1992; keanggotaan terbuka dan sukarela. Sejak saat itu, Koperasi Kredit berjuang melawan berbagai bentuk kemiskinan, kemelaratan dan sikap mental pembawa ember bagi seluruh masyarakat Flores umumnya dan Kabupaten Ende khususnya.

Data penelitian Departemen Tenaga Kerja AS hampir searah dengan hasil penelitian NGO Swisscontact di Ende yang dilaksanakan pada tahun 2006. Mereka meneliti sikap masyarakat terhadap sikap menabung serta di mana hal paling besar masyarakat menghabiskan uangnya. Mereka melakukan secara sampel di Kelurahan Tanalodu Bajawa dan Desa Mautenda, Ende. Hasil penelitian juga menunjukkan hal yang sangat mengejutkan dan mengesankan bahwa mamang sebagian besar masyarakat kita tidak segera membangun saluran pipa kehidupan menuju kesejahteraan melainkan sebagai pembawa ember yang senantiasa miskin turun temurun.

Penelitian tersebut menunjukkan angka-angka pembiayaan masyarakat Flores umumnya adalah bidang makan-minum dan konsumeris lainnya dengan prosentase tertinggi yakni 42%, diikuti pesta adat 12%, pendidikan 10%, transport, listrik, telepon dan pengembalian pinjaman sama-sama 9%, pertanian, peternakan dan perkebunan 8%, kesehatan, asuransi dan menabung masing-masing 1%.

Menarik untuk disimak bahwa prosentase pembiayaan masyarakat kita untuk asuransi dan tabungan hanyalah 1% dari seluruh pendapatan atau penerimaan. Bayangkan! Menabung masih menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian besar masyarakat kita. Itu berarti pola pikir dan pola hidup kita masih sebagai pembawa ember. Kita belum mempersiapkan diri untuk masa depan yang lebih cerah-ceria dengan penciptaan kekayaan/asset melalui menabung. Data-data kuantitatif ini dipertegas lagi dengan data kualitatif yaitu sebagian masyarakat apabila mau masuk Koperasi Kredit SERVIAM, selalu bertanya berapa rupiah yang bisa dipinjam bukan berapa rupiah yang disimpan.

Apabila ada motivasi menabung selalu ada seribu alasan yang membuat mereka tidak bisa menyisihkan sesen dua untuk masa depan yang lebih cerah. Oleh karena itu tidaklah heran data dari Departemen Tenaga Kerja AS di atas bahwa setelah bekerja 40 tahun (dalam usia 65 tahun) hanya ada 1% yang hidup sejahtera lalu dimanakah 99%? Sangat tragis bahwa 36% dari antaranya telah meninggal dunia dan 54%-nya hidup dalam keadaan miskin. Semua itu terjadi lantaran kita masih hidup dengan mental pembawa ember.

Kopdit Serviam dan Perubahan Mindset:Pembawa Ember menjadi Pembuat Saluran Pipa
Reinald Kasali pernah menulis dalam bukunya Re-Code: Change Your DNA bahwa usaha yang paling berat dan prosesnya sangat lama adalah bagaimana upaya kita melakukan perubahan mindset atau mengubah pola pikir. Namun tanpa perubahan pola pikir, kehidupan masyarakat tidak akan lebih berkualitas. Untuk itu suatu pekerjaan paling memakan waktu dan biaya bagaimana upaya Kopdit Serviam mau mengubah pola pikir masyarakat Flores agar bisa keluar dari lingkaran kemiskinan.

Membangun Sikap Optimis. Semua orang memiliki peluang yang sama yakni rasa percaya diri (dalam batasan yang positip) dan yakin usaha akan mencapai tujuan adalah sikap yang perlu dipupuk di dalam diri. Pepatah menyatakan,’Kita boleh kehilangan apapun tetapi jangan sampai kehilangan harapan’. Harapan akan melahirkan semangat atau optimisme. Sikap optimis harus kuat laksana gergaji yang mampu menembus batang kayu yang sangat keras sekalipun untuk maju dan meraih sukses.

‘A. Suman Kurik dalam bukunya; Membangun Ekonomi Kerakyatan’ pernah menyentil bahwa orang yang putus asa akan dekat dengan bahaya dan kemiskinan. Sesungguhnya peluang untuk hidup sejahtera milik semua orang dan peluang itu ada di mana-mana hanya yang berbeda adalah semangat atau tekad memanfaatkan peluang untuk meraihnya. Sebab perbedaan orang kaya dan orang miskin adalah motivasi untuk mencapai sukses. Sukses itu butuh komitmen tidak sekedar ingin. Komitmen memerlukan motivasi besar yang lebih dikenal dengan antusiasme atau optimisme. Mengeluh karena satu tantangan atau rintangan menandakan bahwa kita bukan pejuang tetapi pengecut.

Setiap orang bisa merubah keadaan. Keadaan sudah tercipta secara alamiah. Namun keadaan demikian bisa diubah sesuai visi dan rencana yang akan diejahwantahkan atau dilakukan dalam tindakan nyata. Jikalau keadaan tidak dapat diubah maka tidak akan memberi dampak apapun. Untuk itu kita harus siap mengoptimalkan modal terbesar dalam diri. Modal terbesar kita untuk merubah keadaan adalah tangan, kaki, mata, pikiran, anggota tubuh lainnya. Namun terkadang berbagai modal itu tidak dimanfaatkan atau malah ragu atau takut mengoptimalkannya. Apalagi dibarengi dengan cara pikir yang keliru bahwa kita orang kebanyakan dengan pola hidup pas-pasan rasa-rasanya sulit untuk menjadi kaya. Cepat menyerah dan menerima keadaan yang sudah ada. Hidup begini sudah cukup untuk apa diubah lagi. Kita harus berani ambil tindakan dan mau merubah keadaan yang bisa kita ubah. Tidak ada yang mustahil sejauh ada tekad, kerja keras dan kerja cerdas.

Membangun Karakter Menabung.
Pola pikir kita (hidup pas-pasan) yang keliru bahwa kebiasaan atau budaya menabung itu hanya berlaku jika seseorang mempunyai uang lebih atau ketika menabung harus dengan angka yang besar. Artinya orang yang hidup pas-pasan tidak perlu untuk menabung. Pola pikir seperti ini yang Kopdit Serviam perlu evaluasi. Menabung itu bisa dilakukan oleh siapapun, apapun profesinya dan di manapun juga.

Menabung tidak harus dalam jumlah yang besar tetapi Rp.1000 per hari juga sudah cukup. Apabila itu yang kita lakukan berarti 1 minggu sudah 7,000 rupiah, 1 bulan 30-31,000 dan setahun 365 ribu rupiah, 10 tahun 3,650,000 rupiah dstnya. Tabungan juga bisa menggunakan sarana celengan agar uang yang seribu rupiah per hari tidaklah tercecer atau cepat berubah bentuk menjadi es, ikan tongkol, rokok dan lain sebagainya.

Untuk bisa menjadi penabung yang baik ada trend pada Koperasi Kredit Serviam Ende yaitu mengajak anggota agar tidak menghitung berapa rupiah sehari yang perlu ditabung melainkan tanyakan dan hitung berapa rupiah yang dihabiskan sehari sebagai pengeluaran. Misalnya perokok surya 12 merokok dua bungkus sehari. 1 bungkus surya 12 diasumsi 8,000 rupiah maka sehari, perokok bersangkutan menghabiskan uang hanya untuk rokok 16,000 rupiah, dalam sebulan menghabiskan 496,000 rupiah, setahun menghabiskan 5,952,000 rupiah. Jika dia merokok 10 tahun berarti 10 x 5,952,000 = 59,520,000. Bayangkan jika perokok tidak merokok dan menginvestasikan uangnya pada koperasi kredit. Itu belum kita hitung bunga simpanan setiap hari x setiap minggu x setiap bulan x setiap tahun x 10 tahun x 20 tahun dstnya. Berapa rupiah kekayaannya ... ?

Mayoritas masyarakat kita bertumpu pada pertanian, peternakan, perkebunan dan perikanan hendaknya melakukan gerakan menabung sebagai investasi untuk membangun kekayaan demi meningkatkan mutu kesejahteraan keluarga maupun pribadi. Seiring dengan memperkuat budaya hidup hemat dan memulai gerakan menabung tanpa harus menunggu hari esok.

Manfaat menabung adalah memiliki asset (kekayaan) yang tidak berkurang jumlahnya melainkan terus bertambah karena pemberian bunga dari Koperasi Kredit Serviam seperti perhitungan di atas. Manfaat lain adalah mengantisipasi apabila sewaktu-waktu ada kebutuhan yang sangat mendesak memerlukan uang untuk pembiayaan dikala sakit, meninggal dunia, melahirkan, biaya panen, dll.
Kalau begitu tidak ada salahnya, Kopdit Serviam Ende menjadi pipa saluran kekayaan masyarakat Flores.

Catatan:
Tulisan ini dirangkum dari tulisan penulis dengan judul 'Kopdit Serviam Ende: Pipa Orang Miskin Flores' dalam buku Bunga Rampai: Kopdit Serviam & Kemiskinan di Flores, 2010 & Dimuat juga di Flores Pos, 27 Juli 2010 dengan judul seperti di atas!
Read more...

CU Gerbang Kasih = CU Gereja: Mengapa Harus Takut?

Oleh Kosmas Lawa Bagho

Sekali lagi saya tidak bermaksud melakukan polemik berkepanjangan melalui media ini yang akhirnya membingungkan tanggapan anggota dan masyarakat umum terhadap apa yang dinamakan koperasi kredit atau credit union. Tulisan ini juga bukan sebagai jawaban atas apa yang ditulis oleh adik dan imam saya Rm. Ricard Muga Buku, Pr. Apalagi seolah-olah saya memposisikan diri sebagai pecundang bagi kelahiran CU Gerbang Kasih yang oleh Rm. Ricard disebut CU GEREJA (FP, 04 Juli 2007).

Gereja yang universal dan besar itu sudah berbuat banyak bagi masyarakat dunia umumnya terutama umat katolik khususnya secara lebih khusus umat dan masyarakat di tanah Flores tercinta. Rm. Ricard melalui tulisannya ‘CU GEREJA, TIDAK PERLU TAKUT’ seolah-olah membentangkan perasaan takut dan cemas yang saya alami melalui tulisan ‘MENGAPA TIDAK MENJADI ANGGOTA KOPERASI KREDIT’, (FP, 27 Juni 2007).

Mengapa harus takut jika semua kita berkehendak baik melakukan sesuatu yang berguna dan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Saya sangat yakin bahwa CU Gerbang Kasih (independen milik anggota) bukan identik dengan CU GEREJA juga berbuat baik untuk membebaskan seluruh masyarakat (umat) dari keterbelengguan kemiskinan dan kemelaratan. Oleh karena itu saya tidak perlu dan tidak pernah merasa takut.

Saya patut mengancungkan jempol bagi sebagian ‘klerus’ (PSE-KAE) telah berjuang memperjelas keberpihakan gereja pada yang miskin secara kasat mata dengan membentuk CU Gerbang Kasih. Romo Ricard menulis ‘Dengan sendiri mendirikan CU, Gereja hendak menyakinkan umatnya dengan tindakan, bukan sekedar kata-kata.’

Statemen ini mengundang aneka ragam pertanyaan di dalam hati saya. Apakah selama ini gereja cuma berkotbah atau berkata-kata? Ataukah peran nyata yang dimainkan ‘para klerus’ selama ini baik sebagai individu maupun hirarkis untuk membangkitkan kesadaran umat (masyarakat) hidup lebih baik bukan bagian dari peran gereja? Ataukah Koperasi Kredit/CU yang didirikan sebagian ‘klerus’ dalam kerjasama dengan awam (masyarakat) bukanlah juga keterlibatan gereja secara nyata? Lalu apa itu gereja? Kopdit-Kopdit/CU yang ada sekarang berkat fasilitasi dan keterlibatan aktif gereja (DELSOS yang kini lebih dikenal PSE-KAE).

Kalau mau jujur, keseluruhan tulisan saya tidak pernah menisbikan atau mengeliminasikan peran gereja lokal terhadap perintisan, pertumbuhan dan pengembangan Koperasi Kredit/Credit Union di bumi nusa bunga ini. Malah saya sangat mengapresiasi peran gereja baik secara perorangan maupun hirarkis. Saya menulis,’Gereja lokal berperan besar di wilayah yang mayoritas Katolik ini. Meski harus diakui, peran itu bukan datang secara hirarkis tetapi hanya beberapa pastor yang memiliki kepedulian dengan umatnya yang miskin.

Mereka bahkan tidak hanya berkotbah tentang Kopdit di mimbar tetapi juga terjun langsung menjadi anggota. Bahkan di setiap Kopdit di wilayah paroki tertentu, pastor kepala paroki menjadi salah satu penasihat, pengawal moral dan hati nurani yang jujur. Namun rasanya pengaruh perorangan kurang meluas. Angin segar bagi gerakan ini tiba pada saat lokakarya perencanaan strategis yang dilaksanakan di Aula PSE Ende sejak tanggal 11-13 Juni 2007 lalu.

Keuskupan Agung Ende melalui Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) memprakarsai serta melahirkan bayi Kopdit dengan nama ‘Credit Union Gerbang Kasih (Gerakan Rakyat Membangun Kesejahteraan dalam Kasih)’. Mungkin Romo Ricard tersinggung dengan pernyataan dalam tulisan saya ‘Sebaliknya, sang bayi jangan mau menang sendiri’. Anak kalimat itu memang bisa diinterpretasi bahwa saya menuntut 100% hanya dari sang bayi. Saya mohon maaf jika salah satu anak kalimat ini melukai hati romo dan siapa saja. Tanpa bermaksud membela diri, akan tetapi melalui pernyataan itu saya mau mengatakan ada saling menghargai dan kerjasama/kemitraan sejati.

Sesungguhnya anak kalimat itu dilengkapi dengan statemen ‘Menang bersama dan saling menghidupkan’. Namun saya pikir secara terimplisit sudah termuat pada paragraf berikutnya ‘Kita berharap, jika kita dapat bekerjasama maka cita-cita menggempur musuh bersama yakni kemiskinan dan kemelaratan serta menciptakan investor-investor handal di tanah sendiri dapat kita raih secara sukses dalam kebersamaan.

Dengan demikian tidak ada lagi rakyat (umat) kita yang terus-menerus mengharapkan bantuan tunai langsung (BLT). Di atas pundak kita ada rasa tanggungjawab bersama agar masyarakat di daerah ini memiliki harga diri, kepercayaan dan mampu berdiri di kaki sendiri secara sosial, budaya, ekonomi dan politik. Tidak ada lagi yang menggantungkan hidupnya pada orang lain. Oleh karena itu kita perlu membentuk karakter (watak) baru, memberdayakan manusia melalui wadah yang namanya koperasi kredit atau credit union. Kemitraan itu saya tegaskan lagi pada kalimat yang padat dan singkat ‘Indah rasanya jika taman Flores dipenuhi oleh beraneka jenis warna bunga yang cantik.’

Sedangkan paragraf yang dimulai dengan ‘Kehadiran CU Gerbang Kasih bukan berarti lonceng kematian …’ Ini justru mengajak dan menguatkan saya ataupun siapa saja menanggapi sesuatu yang baru atau perubahan apa saja secara positip. Paragraf ini juga mau mengangkat CU Gerbang Kasih dan CU/Kopdit yang sudah ada pada tingkat kemitraan sejati tanpa saling melenyapkan satu sama lain. Paling kurang, tidak saling bertentangan. Sebab kehadiran CU/Kopdit yang baru, saya anggap sebagai media saling belajar dengan tujuan yang satu dan sama walaupun caranya berbeda-beda. Ada banyak jalan lain menuju Roma. Akan tetapi jika ada penafsiran lain yang menyinggung perasaan, sekali lagi saya mohon maaf.

Selanjutnya paragraf ‘Mudah-mudahan …. tidak menghapus segala jerih lelah..’ Pernyataan ini menitipkan pesan moral bagi saya dan siapa saja untuk tidak melupakan sejarah atau apapun yang sudah dibuat oleh para pendahulu kita. Apapun yang kita perbuat sekarang ini tidak harus mendiskreditkan ataupun menyudutkan yang sudah ada atau yang diperbuat oleh orang lain. Mungkin peringatan saya melalui paragraf ini agak prematur. Akan tetapi saya lakukan ini berdasarkan apa yang saya dengar, saya lihat dan saya rasakan selama lokakarya berlangsung (saya salah seorang peserta utusan dari Paroki St. Yosef Onekore-Ende).

Mungkin juga pernyataan-pernyataan sebagian peserta selama lokakarya tanpa sadar menyudutkan orang lain atau lembaga koperasi kredit yang sudah ada. Akan tetapi jika tidak diperingatkan lebih awal akan menjadi preseden buruk bagi gerakan kita di wilayah ini. Saya inginkan kita dapat berkembang secara sehat tanpa harus mengorbankan yang lain. Betapa indahnya, kesuksesan yang kita raih dapat dirasakan atau bermanfaat bagi orang lain (sesama).

Oleh karena itu, mengapresiasi tulisan Rm. Ricard saya perlu titipkan beberapa pesan berikut ini:
Pertama: Secara pribadi saya ucapkan selamat datang kepada CU Gerbang Kasih dan selamat berpartisipasi membebaskan masyarakat dari semua rasa keterbelengguan baik secara sosial, budaya, ekonomi dan politik. Saya tidak pernah takut dan cemas. Sebagai sesama gerakan, saya hanya mengingatkan agar dalam seluruh proses pelaksanaan kegiatan CU/Kopdit ini tidak saling menyudutkan atau mendiskreditkan. Atau mempertentangkan CU dengan Kopdit. Kita bisa bermitra secara produktif tetap dalam nuansa kritis-konstruktif.

Kedua : Bagi saya, CU Gerbang Kasih bukanlah CU Gereja. Di sini Gereja memprakarsai ibarat seorang bidan membantu ibu hamil untuk melahirkan sang bayi tetapi bidan bersangkutan tidak menjadi ibu dari sang bayi. CU atau Kopdit boleh saja dilahirkan atau dibentuk siapa saja, lembaga apa saja namun tetap milik anggota-anggota yang berhimpun di dalamnya (bdk. UU Koperasi No.25/1992). CU/Kopdit/Koperasi berbasiskan anggota. Jika kita menyamakan CU Gerbang Kasih dengan CU Gereja, ada kekuatiran hal ini akan melahirkan polarisasi di dalam masyarakat atau umat atau ada kesan eksklusivisme.

Pada hal UU Koperasi negeri ini telah mengamanatkan bahwa keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka. Koperasi dari segi nama maupun pengelolaannya terbuka bagi siapa saja. Jika kita menyamakannya ada bahaya akan melahirkan ‘unsur pemaksaan’ Gereja terhadap umatnya untuk menjadi anggota CU Gerbang Kasih. Kita berharap tidak akan terjadi demikian.

Sebab Rm. Ricard sudah mewanti-wanti melalui tulisannya, ‘Sama sekali tidak dimaksudkan umat lalu melihat hanya Gerbang Kasih atau Bahtera Sejahtera saja sebagai CU yang baik. Umat boleh saja memilih CU mana saja’. Saya juga hanya kuatir jika hal itu yang dilakukan maka apakah Gereja (KAE), siap bertanggungjawab apabila terjadi sesuatu hal luar biasa menimpa CU Gerbang Kasih? Saya berharap Gereja tidak perlu dibebankan lagi dengan apa yang boleh dan bisa dibuat oleh umat/awam (bdk. Konsili Vatikan II) atau orang-orang yang tergabung dalam CU yang dibidani oleh Gereja (PSE).

Ketiga: Sebagai awam dan aktivis gerakan koperasi kredit/CU, saya hanya mengharapkan agar para ‘klerus’ tetap menjadi penengah dalam seluruh proses kehidupan umat apalagi yang berkaitan dengan koperasi kredit. Keterlibatan pada CU/Kopdit tidak membatasi dirinya sebagai milik semua orang (umat). Para ‘klerus’ tetap sebagai pengawal moral dan hati nurani bagi seluruh gerakan yang ada di dalam masyarakat. Jika hal itu yang terjadi maka mengapa harus takut?

Pernah dimuat di HU Flores Pos, 10 Juli 2007

Read more...

Senin, 12 April 2010

Mindset Pemberdayaan Perlu Diubah

Oleh Kosmas Lawa Bagho

Tanggal 08 Desember 2006 merupakan hari kelahiran bayi Nagekeo yang gemuk dan sehat. 4 tahun sudah kelahirannya dengan berbagai geliat pembangunan baik yang mengagumkan maupun yang masih memiris hati banyak orang termasuk rakyat Nagekeo.

Mungkin rakyat Nagekeo terlalu berharap banyak terhadap bayi yang baru mekar itu untuk memberikan kepuasan dan kesejahteraan lahir dan batin. Hal ini terkadang menjadi motivasi atau dorongan namun acapkali lebih banyak menjadi beban yang tak tertanggungkan sehingga menimbulkan kekecewaan, sakit hati dan putus asa.


Tahun 2010 merupakan tahun macan menurut kalender cina. Tahun macan mendatangkan berbagai tantangan di tengah harapan untuk hidup lebih baik. Laksana macan yang terus bergerak maka tahun ini ditandai dengan riak-riak gelombang besar menghantam ketentraman masyarakat dan pemerintah di berbagai belahan bumi termasuk di Nagekeo .

Memang kita tidak boleh berharap terlalu banyak terhadap bayi yang belum berpengalaman dalam upaya pemberdayaan masyarakat secara ekonomis maupun harkat dan martabat manusia. Itu tidak berarti kita mengakomodir berbagai kesalahan dan kekeliruan pengelolaan yang kurang berpihak pada pemberdayaan masyarakat Nagekeo umumnya. Sebab visi dan misi awal pembentukan adalah memberdayakan masyarakat Nagekeo untuk lebih mandiri dan bermartabat secara sosial, ekonomi dan politik. Pemekaran dari ibunya Kabupaten Ngada seharusnya membuat masyarakat Nagekeo menjadi tuan atas daerahnya sendiri dan menikmati bagian kue kesejahteraan yang lebih besar.

Dalam perjalanan pemberdayaan dan pembangunan selalu saja ada tantangan dan hambatan silih berganti bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan namun hanya bisa dibedakan. Kadang-kadang tantangan atau hanbatan itu masih bisa dimaklumi namun terkadang diluar ambang batas kewajaran dan penerimaan nurani maupun rasa keadilan masyarakat Nagekeo.

Minta maaf sebelumnya apabila tulisan ini agak keras namun saya berani mengangkatnya untuk mendapatkan pikiran-pikiran cerdas bagaimana sebaiknya membangun Nagekeo agar lebih berdaya saing dengan kabupaten otonom lainnya di Flores dan di Indonesia.

Pagi hari tanggal 25 Maret 2010, hati kecilku sebagai orang Nagekeo (Rawe-Boawae) yang sedang merantau di Ende ( Mei 1997) di Puskopdit Bekatigade Ende-Ngada-Nagekeo dan Kopdit Serviam Ende agak terasa pilu membaca bentara Flores Pos. Bentara itu menulis judul yang cukup menggugat siapa saja apalagi orang Nagekeo dengan judul “Apakah Nagekeo Salah Lahir?”

Sebagai jurnalis, penulis bentara itu memiliki mata atau optik keenam untuk membaca realitas kehidupan manusia secara transparan dan tanpa kompromi untuk memberitakan dan membedah fakta dan data. Seorang jurnalis tanpa rasa takut seinci pun dalam mengungkapkan kebenaran dan keadilan masyarakat yang sering kali disembunyikan pihak-pihak tertentu. 

Justru saya lebih berkosentrasi pada judul tulisan bentara itu yang merujuk pada berita Flores Pos hari sebelumnya, Rabu; 24 Maret 2010. Hari itu Flores Pos merilis berita tentang pengaduan para wartawan yang tergabung dalam PJN (Persatuan Jurnalis Nagekeo) terhadap tindakan salah seorang staf Dinas PU Kabupaten Nagekeo yang ‘memaki dan mengancam’ wartawan yang dengan berani menulis berita mutu jalan yang kurang baik berdasarkan pengaduan masyarakat setempat sebagai subjek dan pemanfaat pertama lahirnya kabupaten otonom Nagekeo dari Ngada (2006).

Tindakan yang dilakukan salah seorang staf Dinas PU (EJ) secara in se memang harus dikutuk namun perbuatan tersebut sesungguhnya menyiratkan sejumlah gurita persoalan dalam pengelolaan (good governance) Kabupaten Otonom Percobaan itu yang harus segera diperbaiki. Sudah menjadi rahasia umum bahwa berbagai proses persiapan, pelelangan dan pengerjaan proyek-proyek terkadang kurang transparan dan sedikit berbau KKN. Mungkin juga benang kusut persoalan itu sudah ada sejak perencanaan, pelelangan dan penentuan para rekanan. Kadang-kadang tindakan tersebut tidak didasarkan pada fakta dan data objektif namun lebih dipertimbangkan pada berbagai kepentingan yang tentu bukan sebesar-besarnya untuk rakyat.

Belum lagi kita menyibak masalah pencairan anggaran yang tidak tepat waktu dan tidak tepat angkanya sesuai proposal yang diajukan dan disetujui. Ditambah lagi kontrol atau awasan dari segenap komponen masyarakat dan wakilnya di Dewan yang kurang njelimet dan mungkin juga kurang profesional. Ini semua patut menjadi refleksi kita semua terutama para aktivis pemberdayaan yang dipercayakan rakyat untuk mengelola Nagekeo sesuai visi dan misi serta perjuangan awal melahirkan Nagekeo.

Kita  tidak menyalahkan orang per orang apalagi hanya berdasarkan informasi dari koran atau desas-desus. Namun fakta ini cukup memberikan gambaran telanjang kepada kita bahwa ternyata kebenaran itu barang lanka dan mahal harganya. Kebenaran itu harus terus diperjuangkan dan terkadang yang benar dicemooh dan diancam sedangkan yang salah dilindungi dan dianak-emaskan.

Merujuk pada judul bentara di atas, menggugah kita sesama orang Nagekeo untuk bersepakat mendorong secara positif agar teman-teman dan para pengelola pemerintah yang dipercaya RAKYAT Nagekeo untuk memberikan kontribusi terbaik bagi Nagekeo agar bisa berdaya guna secara lebih positif bagi KESEJAHTERAAN seluruh rakyat dan pemerintah Nagekeo.

Untuk itu mindset pelayanan dan pemberdayaan yang top down, tuan-hamba, atasan dan rakyat bawahan perlu dievaluasi secara serius dan diubah secara profesional serta dikontrol secara ketat agar tuntutan dasar dan misi awal melahirkan Nagekeo tidak melenceng dan bahkan salah.

Kita harus nyatakan bahwa Nagekeo ‘tidak salah lahir’ dengan tindakan nyata membangun kesejahteraan rakyat lahir dan batin. Untuk itu para pengawai dan siapa saja yang hadir di Nagekeo sekarang ini untuk mengabdi rakyat seoptimal mungkin menjadi landasan pijak pengelolaan yang bersih ke depan bukan sebaliknya (maaf) mengeruk keuntungan pribadi atas nama rakyat. Cukup sudah cap-cap negatif terhadap Nagekeo karena ulah kita yang kurang bijak dan cerdas. Mari kita mengawal, mengontrol dan menjaga serta memberikan kontribusi pemikiran, tenaga dan bahkan biaya agar Nagekeo tidak salah lahir. 


Catatan:  

Dimuat juga pada Harian Umum Flores Pos; 12 April 2010.


Read more...