Kamis, 12 Juni 2014

"Peranan Koperasi dalam Pembangunan Ekonomi"

Oleh Kosmas Lawa Bagho

Judul di atas, dikutif lurus judul pemakalah yang disampaikan oleh Ir. Benny Pasaribu, M.Ec.Ph.D dengan sejumlah jabatan yang terakhir adalah Anggota Komisi XI DPR RI pada acara Open Forum Inkopdit di Medan, tanggal 28 Mei 2014.



Benny Pasaribu merupakan salah seorang narasumber pada acara dimaksud. Sebelumnya sudah ada Ranjith Hettiarachchi, CEO ACCU-Bangkok, yang seharusnya Drs. Setyo Heriyanto, MM dengan judul 'Uji Kompetensi Dalam Rangka Penerapan UU No.17/2012' namun berhubung pada saat itu (28 Mei 2014) ada sidang pembatalan MK maka paparan ini tidak dibahas meski peserta telah mendapatkan hand-out dari panitia. Saya juga tidak lagi meringkas dan memposting pada blog ini.

Kita kembali pada materi yang disampikan Benny Pasaribu. Beliau karena akademisi dan politisi maka pemaparannya masih bergerak pada tataran konsep (teori) meski juga mengangkat hal-hal praktis seperti pembahasan tentang jumlah koperasi yang ada di Indonesia dan dari jumlah tersebut ada yang sudah berbadan hukum, ada yang belum, ada yang aktif dan ada yang tidak aktif. Beliau lebih menyoroti peran koperasi pada umumnya dalam perhelatan pembangunan ekonomi Republik Indonesia.

Orang akademisi biasanya dalam pemaparan selalu terstruktur dengan kerangka (outline) berpikir yang jelas meski agak membosankan bagi sebagian peserta yang lebih menginginkan hal-hal yang praktis lantaran mereka adalah para praktisi koperasi kredit di lapangan. Kerja banyak, omong kemudian. Walau pun demikian ada juga yang mengikutinya secara saksama sebab setelah sesi dialog banyak sekali orang mempertanyakan kepada narasumber tentu dengan fokus tentang koperasi kredit di dalam NKRI.

Kerangka berpikir Pasaribu terekam pada hand-out sebagai berikut: pendahuluan, tantangan, sasaran, peran koperasi dalam pembangunan, sekelumit tentang LKM, perlindungan konsumen, penutup dan rekomendasi.

Sesi pendahuluan, Benny membicarakan tentang kekayaan Indonesia, Konstitusi UUD 1945, pembangunan nasional, tiga pilar ekonomi (BUMN, Koperasi dan Swasta).

Sesi Tantangan, beliau menyoroti sekurang-kurangnya ada enam (6) tantang pembangunan bagi Republik Indonesia:
1. Sejak kemerdekaan, Indonesia telah mengalami kemajuan. Pembangunan dari kota sampai ke desa-desa dengan pertumbuhan ekonomi relatif tinggi.  Namun apabila dibandingkan dengan negara tetangga, kita masih relatif tertinggal: kemiskinan, kesenjangan dan pengangguran masih menjadi masalah utama.
2. Sumber permasalahan berpusat pada mentalitas bangsa. Sering lupa terhadap Pancasila dan UUD 1945 tentang pembangunan bangsa dan karakter. Keserakahan dan hedonisme meluas.
3. Tantangan strategis adalah menyangkut bidang kelembagaan masyarakat, pendidikan, infrastruktur, penegakan hukum dan aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan publik dan keuangan.
4. Tantangan ekstrnal terutama tahun 2015, memasuki era perdagangan bebas (AFTA); apakah kita hanya menjadi buruh dan konsumen/pasar bagi produk asing? Bagaimana dengan daya saing? tanya Benny retoris.
5. Pembangunan koperasi telah mengalami pasang surut. Selama era reformasi, peranan koperasi dalam pembangunan sosial ekonomi bangsa masih relatif kecil.
6. Bagaimana peran koperasi dalam penyediaan lapangan pekerjaan, pemenuhan kebutuhan pokok rakyatdan akses terhadap permodalan yang berdampak terhadap peningkatan pendapatan bagi warganya.

Dari 6 tantangan di atas, Benny dalam makalahnya menawarkan 3 (tiga) sasaran pembangunan:
1. Ke depan, Indonesia memerlukan sasaran yang jelas yaitu membangun NKRI yang berdaulat, mandiri, bermartabat, aman dan tertib di tengah persaingan global.
2. Segala potensi yang dimiliki harus dikelola sebagai aset pembangunan untuk sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.
3. Koperasi bersama BUMN dan swasta perlu didorong membangun kemitraan yang saling menguntungkan untuk meningkatkan daya saing.

Untuk itu menurut Benny Pasaribu, Peran Koperasi dalam pembangunan perlu dipilah dalam dua jenis koperasi yakni koperasi pada umumnya dan koperasi kredit. Keduanya memang mirip tetapi tidak sama. Yang satu agak susah pencapaiannya sementara yang lain sedang mengalami perannya yang lebih nyata dan memang sedang mengalami pertumbuhan yang cukup nyata (koperasi kredit).

Beliau memaparkan perkembangan koperasi umumnya dengan berbagai nama telah menunjukkan peran yang cukup berarti bagi bangsa kita. Secara kuantitatif; akhir 2013, ada 203,701 unit usaha berbadan hukum koperasi. Yang aktif 143 koperasi dan yang melaksanakan RAT hanya 67 ribu koperasi. Jumlah anggota perorangan 35,2 juta lebih. Jumlah pegawai (diluar pengurus dan pengawas) 473,5 ribu, omset Rp125,6 triliun, shu Rp8,1 triliun. Untuk omset koperasi lebih kecil dari omset BUMN yang 160 unit mencapai Rp3000 triliun. Jumlah pekerja BUMN mencapai 70 juta lebih, koperasi hanya 35,2 juta.

Menurut Benny, sejak reformasi tahun 1997, citra koperasi makin melorot terutama KUD tidak aktif lagi sebagai wadah petani dan nelayan. Belum lagi menghitung hutang termasuk kredit KUT yang mencapai Rp8 triliun sehingga banyak pengurus KUD yang dihukum, bahkan ditahan, sementara aktor intelektualnya masih bebas.

Peran koperasi kredit/CU sepertinya lebih nyata. Ia yang lahir di Jerman, berkembang ke Kanada dan Amerika Serikat juga semakin berkembang luas di Indonesia menurut Benny Pasaribu mampu mendorong usaha dan kesejahteraan anggotanya. Jumlah kopdit data per 31 Desember 2013, mencapai 192 unit usaha dengan jumlah anggota 2,3 juta orang, pendapatan Rp19,63 triliun, SHU Rp258 miliar dengan aset Rp19,63 miliar. Menurut beliau, kopdit/CU dapat berkembang besar karena kerja keras, kejujuran dan dedikasi terutama pengurus, pengawas, manajemen dan anggota. Secara kualitatif, kopdit/CU berperan sangat besar terutama dalam memajukan ekonomi masyarakat lemah dan usaha skala mikro dan kecil.

Kendala-kendala yang dihadapi koperasi kredit/CU ada yang dari dalam dan dari luar. Yang dari dalam menurut Benny Pasaribu adalah mutu SDM pengurus, manajemen dan anggota, mentalitas masyarakat bergotong-royong melemah, jaringan usaha koperasi lemah, kemampuan menambah modal sendiri sangat kecil, pengelolaan usaha koperasi kurang mengikuti prinsip 'Good Corporate Governance' seperti akuntabilitas dan transparansi.

Sementara kendala dari luar seperti rendahnya perhatian dan keberpihakan pemerintah terhadap koperasi, persaingan usaha tidak sehat akibat perkembangan neoliberalisme dan kapitalisme, rendahnya aksesibilitas koperasi terhadap sumber permodalan, pembiayaan, asuransi dan dana murah serta jaringan kemitraan antara koperasi dengan BUMN dan seasta semakin memudar.

Benny juga memaparkan panjang lebar tentang LKM dan persaingan antara LKM dengan koperasi. Pemaparan ditutup dengan rekomendasi serta tanya jawab yang cukup dialogis dan aktif. Satu hal yang penting adalah bagaimana telah menemukan kelemahan dan kelebihan agar bisa menciptakan strategi pengembangan yang profesional demi menciptakan kesejahteraan anggota dan tentu masyarakat yang mengitarinya dengan demikian diujungnya menyumbang secara efektif bagi pembangunan ekonomi nasional.

***Disari dan ditulis ulang tanggal 13 Juni 2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar