Jumat, 08 Agustus 2014

Koperasi Kredit & Budaya Membaca

Oleh Kosmas Lawa Bagho

Entahkah saya mulai keranjingan menulis. Apakah, menulis sudah menjadi kebiasaan atau hobi? Saya sendiri tidak tahu. Lama saya tidak bisa menulis dengan baik meski saya bersekolah pada sekolah mulai SLTA untuk sebagian besar orang dianggap elit dan spesial. Bersekolah di SLTA empat tahun serta perguruan tinggi 6 tahun sesungguh menyisakan bekal yang cukup untuk bisa menulis dengan  baik apalagi memang hampir saban hari bertemu dengan aktivitas membaca dan menulis.



Orang bijak bilang, siapa yang tekun membaca pada umumnya bisa menulis. Kemungkinan tempo dulu waktu sekolah, saya belum membaca secara sungguh-sungguh sehingga tidak dapat menghasilkan tulisan yang baik meski hanya dalam majalah dinding ataupun majalah internal baik di SLTA apalagi di Perguruan Tinggi.

Namun saat ini, ketika saya mulai masuk ke dunia kerja sejak Mei 1997, hampir ada waktu untuk bisa menulis meski kadang hanya untuk menghibur diri. Beruntung sekali, ada teman yang baik hati melihat bakat terpendam itu dan beliau dengan sukarela dan tanpa bayar satu sen pun membuatkan blog kepada saya meski itu baru terjadi tahun 2009.

Awal peluncuran blog, belum banyak tulisan yang diposting di sana. Bahkan lama sekali. Tersentak oleh perngatan teman tadi atau sekedar pertanyaan ringan, motivasi menulis kadang muncul lagi apalagi ketika dunia internet mulai masuk Flores.

Hampir setiap hari menulis namun kadang lebih menulis di facebook ketimbang menulis yang lebih serius pada blog atau dikirimkan ke media massa yang disediakan. Ada banyak media yang disiapkan misalnya Flores Pos (publik) ada media internal gerakan tetapi secara nasional "Bulletin BK3I kini berubah nama keren menjadi PICU", ada tabloid Mentik Puskopdit BAG, Bali-Denpasar atau pun tabloid CYReview, Kalimantan yang sekarang sudah almarhum.

Saya pernah mengirimkan tulisan baik opini atau pun cerita perjalanan ke beberap media yang telah disebutkan di atas. Ada yang dimuat sehingga menimbulkan rasa bangga yang luar biasa tetapi ada juga tidak memuatnya. Yang tidak dimuat, saya rasa diam-diam lantaran yang tahu hanya saya dengan tim redaksi. Sebaliknya, kalau dimuat seluruh Indonesi bahkan mungkin dunia geger hehehe. Saya pun bisa ..........

Keranjingan menulis itu tumbuh begitu liar apabila saya dipercayakan lembaga mengikuti suatu kegiatan pelatihan dan lokakarya. Saya beruntung dengan lembaga kami yang tumbuh begitu signifikan sehingga pengembangan manusianya dilakukan dengan berbagai cara. Apabila mengikuti kegiatan pelatihan, worshop atau seminar baik di dalam negeri dan ada yang di luar negeri, biasanya memacu saya untuk membuat tulisan yang lebih banyak diposting di blog ini.

Akhir-akhir ini, saya suka tersentil dengan penglihatan atau bacaan. Sentilan itu begitu kuat sehingga membuat saya harus menulis dan memposting meski sesungguhnya saya sedang dipercayakan pada tugas lain yang menuntut perhatian.

Contohnya hari ini. Saya sedang mengikuti TPA (Test Potensi Akademik) sebagai salah satu persyartan masuk perguruan tinggi pascasarjana. Sesungguhnya test ini untuk kepentingan salah universitas negeri terkenal. Maklum, setelah melewati berbagai test awal dan dinyatakan belum beruntung. Akan tetapi tetap diberikan kesempatan mengikuti TPA, siapa tahu bisa menjadi rujukan pada lembaga PT lainnya.

Memang agak aneh, di tengah test yang berat dengan cakar-cakar yang selalu menjadi titik lemah saya, koq saya terinspirasi pada soal tentang cerita minat baca masyarakat Indonesia. Ada kutipan tulisan seseorang pada majalah atau internet. Saya kurang perhatikan secara detail dan mengingat semuanya. Namun yang terus mengiang selama test adalah menyangkut minat baca masyarakat kita Indonesia hanya 1 jam setiap harinya padahal idealnya 8 jam sehari dan hal ini diperkuat dengan data bahwa negeri kita minat bacanya hanya 0,001 persen dari penduduk yang membaca dengan sungguh-sungguh dan menempati urutan terakhir dibandingkan dengan sesama negara Asean. Jangan bandingkan dulu dengan negara maju hehehe.

Membaca data UNESCO tahun 2005 itu, saya mulai berpikir tak keruan tengan lembaga saya, koperasi kredit. Entahkan koperasi kredit memberikan kontribusi positif bagi minat baca di Indonesia atau justru juga mmbuat data statistik yang kurang positif. Memang belum ada penelitan ilmiah tentang minat baca anggota, fungsionaris koperasi kredit di seluruh Indonesia atau di Puskopdit masing-masing.

Hanya secara kasat mata, saya menyaksikan bahwa yang cukup rutin menerbitkan buku adalah teman-teman dari PUSKHAT yang disponsori pak Munaldus, Inkopdit dan Puskopdit Flores Mandiri. Mungkin ada yang lain namun maaf, saya belum membacanya. Untuk itu, mungkin data UNESCO yang dirilis tahun 2005 itu menjadi motivasi buat kita terutama saya secara pribadi untuk meningkatkan budaya atau minat membaca. Minat baca memang menjadi variabel sangat kuat sehingga negeri kita kurang maju sebab membaca adalah membuka jendela peradaban sementara menulis menciptakan peradaban secara lestari.

Mari kita gerakkan bersama!

Malang, 9 Agustus 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar