Rabu, 15 Juni 2016

Pemberdayaan Wirausaha Anggota Koperasi Kredit Sangosay 2

Oleh Kosmas Lawa Bagho
Mahasiswa S2 Manajemen Universitas Negeri Malang



METODE
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif studi kasus. Artinya menggunakan analisis semata-mata untuk mengungkapkan suatu pertanda dan keadaan sebagaimana adanya (Supardi, 2005:27). Menurut Creswell  (2015:137-138)  memberikan ciri khas studi kasus yakni pertama, indentifikasi kasus untuk suatu studi; kedua, kasus tersebut merupakan sebuah sistem yang terikat oleh waktu dan tempat; ketiga, studi kasus menggunakan berbagai sumber informasi dalam pengumpulan datanya untuk memberikan gambaran secara terinci dan mendalam tentang respon dari suatu peristiwa; keempat, menggunakan pendekatan studi kasus, peneliti akan menghabiskan waktu dalam menggambarkan konteks unutk suatu kasus. Jenis penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang bisa diamati (Moleong, 2014: 4). Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif juga mempertimbangkan metode pengambilan data yang membutuhkan pengamatan mendalam melalui wawancara intensif, penelaahan dokumen dan observasi.

Pendalaman informasi dalam penelitian menggunakan tiga sumber : (1) informan kunci terdiri atas pengurus, pengawas, penasihat, general manajer, manajer cabang dan anggota. Penggalian informasi berkaitan dengan alasan membentuk dan mengembangkan koperasi kredit serta peran koperasi kredit dalam memberdayakan anggota, (2) data dokumentasi berhubungan dengan produk dan layanan, laporan keuangan koperasi kredit dan usaha pemberdayaan wirausaha anggota, (3) pengamatan berkaitan dengan kegiatan pelayanan pinjaman produktif, pendampingan (pelatihan) usaha-usaha anggota. Triangulasi sumber dilakukan dengan meneliti perolehan informasi yang berasal dari informan, dokumentasi dan observasi.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN 
Hasil Penelitian
Pemberdayaan wirausaha anggota saat ini sudah mulai menjadi prioritas kegiatan setiap koperasi kredit. Koperasi kredit agar bisa bertumbuh, berkembang dan berkelanjutan, salah satu medianya adalah pemberdayaan wirausaha angggotanya. Demikian juga dengan Koperasi Kredit Sangosay. Koperasi Kredit Sangosay memperoleh badan hukum dari pemerintah tanggal 18 Juni 1988 dengan Nomor 516/BH/XIV dan dikukuhkan lagi tanggal 10 April 1997 Nomor 13/PAD/KWK.24/IV/1997 dan menjadi primer tingkat provinsi tanggal 25 September 2008 Nomor 02/PAD/BH/XXIX/IX/2008.
Dalam seluruh kiprah perjuangan dan pengelolaan sejak awal pembentukannya, Koperasi Kredit berusaha memberdayakan wirausaha anggota. Dalam sesi wawancara mendalam dengan wakil anggota, Theresia Ngewi (TN) menyatakan, “Saya menjadi anggota Koperasi Kredit Sangosay sejak tahun 1981. Saya menjadi anggota karena saya percaya, koperasi kredit ini dapat menjawab persoalan-persoalan dan kebutuhan saya bersama keluarga. Koperasi kredit melatih saya untuk hidup hemat, tidak boros dan berkorban serta bekerja keras utnuk memperoleh sesuatu dalam meraih tingkat hidup yang lebih baik. Saya bangga bahwa melalui koperasi kredit ini: anak-anak saya bisa sekolah sampai perguruan tinggi; saya bisa membangun rumah yang layak dan buka usaha bengkel yang diteruskan anak-anak”. (TN, 6).
Salah seorang anggota muda, Rudolf A. Wogo (RAW) dalam wawancara juga menegaskan bahwa beliau awalnya wirausahawan dan berterima kasih kepada koperasi kredit yang telah memberdayakan dan mengembangkan usahanya dengan omset Rp50 juta per bulan dan aset mencapai 800 juta rupiah saat ini.  Beliau pun berujar, “Saya menjadi anggota koperasi kredit ini tahun 2010. Saya menjadi anggota karena saya simpan dan tarik uang gampang; pelayanannya mudah, cepat terutama pelayanan pinjaman unutk usaha apalagi saya sebagai wirausahawan maunya cepat mendapatkan dana segar untuk peningkatan usaha yang sudah ada. Koperasi kredit meneguhkan motivasi usaha saya. Bersama koperasi kredit, saya berani mengembangkan usaha seperti foto copy, studio foto, shouting dan editing video, usaha cetak mencetak (undangan dan spanduk), tempat kafe dan rumah makan. Usaha saya makin lancar, saya pinjam modal dari koperasi kredit, angsur lancar ke koperasi kredit dan meningkatkan pendapatan koperasi kredit. Dengan demikian, secara tidak langsung, saya mengembangkan koperasi kredit dan membantu sesama anggota yang lain. Saya juga merasa bangga dan memiliki koperasi kredit ini sehingga saya tidak akan pernah meninggalkannya sampai kapan pun. Keluarga saya dan karyawan semuanya menjadi anggota” (RAW, 7).
Wawancara anggota di atas menunjukkan secara jelas bahwa koperasi kredit memang sudah memiliki niat untuk membantu anggotanya mengembangkan usaha-usaha produktif. Hal ini ditegaskan pula pengurus, Philipus Lusi (PL). Dalam wawancara, beliau menuturkan, “Koperasi kredit kami dibentuk awalnya tahun 1977 dan resminya tanggal 28 Mei 1983. Kami tidak memiliki impian yang muluk-muluk pada waktu awal. Alasan kami membentuk koperasi kredit ini: pertama, membantu meringankan beban para guru dan pegawai di lingkungan YASUKDA (Yayasan Persekolahan Katolik Ngada) yang mengalami kesulitan biaya anak sekolah, biaya rumah sakit dan terlilit utang. Kedua, saling membantu pada lingkungan kecil. Ketiga, membebaskan anggota dari rentenir dan keempat, membantu anggota membuka usaha produktif” (PL, 1).
Hal yang hampir senada namun disampaikan dengan bahasa yang berbeda oleh pengawas, Wenslaus Naru (WN), “Terima kasih pak Kosmas. Memang saat ini, saya dipercayakan anggota sebagai pengawas, ia semacam dokter koperasi kredit. Namun saya ikut koperasi kredit ini sejak awal dengan besaran simpanan wajib masih Rp100. Saya melihat proses pembentuk koperasi kredit untuk mengatasi berbagai persoalan rumah tangga para guru dan pegawai Yayasan. Dalam perjalanan selanjutnya, koperasi kredit ini juga menyiapkan dana pinjaman agar anggota bisa berwirausaha atau mengembangkan usaha produktif. Sebagai anggota, saya setia menyetor simpanan, mengikuti pertemuan dan pendidikan koperasi serta meminjam dan mengembalikannya secara teratur. Sebagai pengawas, saya melakukan pemeriksaan rutin setiap bulan dan pemeriksaan lengkap setiap tiga bulan. Pemeriksaan lengkap mencakup lima (5) aspek yakni hukum, organisasi, keuangan, permodalan dan manajemen. Berdasarkan pemeriksaan itu, Koperasi Kredit Sangosay sehat sehingga memperoleh citra positif bagi anggota dan masyarakat. Pertumbuhan anggota dan aset cukup signifikan” (WN 2).
Dari berbagai wawancara di atas menunjukkan bahwa memang koperasi kredit sejak pembentukannya, sudah mengarahkan dirinya untuk memberdayakan wirausaha anggota. Koperasi kredit menyadari bahwa anggota mau sejahtera hendaknya melakukan pinjaman lebih mengarahkan pada usaha-usaha produktif ketimbang konsumtif.
Walau pun demikian, ada banyak tantangan yang dialami koperasi kredit dalam upaya memberdayakan wirausaha anggota. Hal ini dikemukakan secara jelas oleh pengurus, Philipus Lusi (PL). Beliau berujar, “Tantangan yang kami hadapi adalah prosentasi pinjaman usaha produktif  belum optimal sebab anggota masih lebih ke pinjaman pendidikan dan kesejahteraan, pendampingan dari koperasi kredit kurang optimal juga ditambah lagi pemahaman berwirausaha baik pengurus maupun anggota masih rendah serta perilaku kurang konsisten terhadap usaha dan pembukuan usaha masih campur dengan pembukuan rumah tangga bahkan sebagian anggota yang berusaha belum ada catatan sama sekali. Ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi kami untuk mengatasinya (PL, 1). Wawancara ini menyebutkan secara jelas, faktor-faktor yang mempengaruhi pemberdayaan wirausaha anggota. Data yang ditampilkan dalam tiga tahun terakhir menunjukkan jumlah pinjaman dan peminjam produktif selalu lebih kecil dari pinjaman untuk kesejahteraan.

Berikut data dalam grafik 1:

Hal ini seiring dengan jumlah pinjaman produktif dan jumlah pinjaman kesejahteraan. Jumlah pinjamn produktif dalam tiga tahun terakhir selalu lebih kecil dari jumlah pinjaman kesejahteraan.

Berikut data dalam grafik 2:

Dari tampilan dua grafik ini menunjukkan bahwa minat anggota Koperasi Kredit Sangsay terhadap wirausaha masih perlu ditingkatkan terus-menerus hingga mencapai perbandingan yang normal bahkan akan lebih baik jika 50% atau lebih jumlah anggota meminjam untuk usaha produktif atau bisnis.
Sementara dari pihak manajemen, General Manajer, Lodofikus Lenga (LL) melihat tantangan pemberdayaan wirausaha anggota lebih tertuju pada keterampilan anggota berwirausaha masih rendah dan kemampuan SDM manajemen untuk melakukan pendampingan juga belum optimal. “Tantangan yang hadapi adalah keterampilan usaha yang masih terbatas dan SDM manajemen untuk melakukan pendampingan juga terbatas” (LL, 4).
Ungkapan keprihatinan juga datang dari anggota, Theresia Ngewi (TN)  mengatakan, “Tantangan yang kami hadapi ialah kami membuka usaha karena kami ikut tetangga sebelah buat usaha sehingga usaha kami tidak berkembang; modal pinjaman usaha kadang kami gunakan untuk hal-hal yang menghabiskan serta tidak ada buku catatan” (TN, 6). Ini menunjukkan bahwa wirausaha yang dilakukan bukan berdasarkan kajian untung-rugi namun lebih mengikuti trend apalagi mengikuti tetangga. Hal ini makin sulit ketika tidak didukung dengan catatan usaha dan modal usaha dipergunakan juga untuk hal-hal yang menghabiskan.
Tantangan pemberdayaan wirausaha anggota juga dilihat secara jeli oleh pengawas koperasi kredit, Wenslaus Naru (WN). Beliau kepada peneliti mengatakan, “Yang juga menjadi tantangan pemberdayaan wirausaha anggota adalah anggota masih lebih suka pinjam untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti biaya anak sekolah, beli tanah, bangun rumah, beli kendaraan dan lain-lain. Pinjaman untuk usaha produktif masih kurang meski volume pinjaman untuk itu terus meningkat dari tahun ke tahun. Nanti pak Kosmas cek laporan keuangan yang ada pada pengurus ataupun manajemen” (WN, 2).
Hasil wawancara di atas menunjukkan sekali lagi bahwa anggota Koperasi Kredit Sangosay lebih suka menggunakan pinjaman mereka pada kebutuhan dasar dan masih sedikit untuk usaha produktif. Hal ini juga mau menegaskan apa yang telah disampaikan informan terdahulu.
Berdasarkan wawancara mendalam dengan 7 (tujuh) informan kunci memberikan tantangan yang hampir mirip meski dengan pengungkapan bahasa yang berbeda. Ada faktor-faktor dominan yang menjadi tantangan koperasi kredit ini dalam upaya pemberdayaan wirausaha anggota meski harus disadari bahwa sejak awal pembentukannya, koperasi kredit sangat konsern pada usaha pemberdayaan wirausaha anggota. Faktor-faktor itu adalah perilaku hidup boros, instan, tidak memiliki ketekunan berusaha, tidak memiliki catatan usaha dan paling dominan bahwa penggunaan pinjaman koperasi masih untuk tujuan kesejahteraan ketimbang pengembangan usaha. 
***
Diposting Malang, 15 Juni 2016


Tidak ada komentar:

Posting Komentar