Minggu, 09 Februari 2014

Tuan Tanah & Koperasi Kredit


Oleh Kosmas Lawa Bagho

Tuan tanah pada masa feodalisme memiliki peran sentral dan dianggap sebagai orang kaya. Zaman telah berubah, peran mereka pun berubah sesuai dengan peradaban yang mulai mengutamaka uang menjadi centra kehidupan umat manusia. 


Zaman kapitalistis yang mengagungkan uang sebagai yang sangat penting, para tuan tanah kehilangan hak-hak istimewa. Tanah tanah telah berubah menjadi lembaran-lembaran uang yang tidak lama terpakai habis. Tidak sedikit dari antara mereka yang memiliki tanah yang luas dan banyak, jatuh miskin melarat.

Perubahan ke arah yang serba sulit ini lantaran mereka menjual semua tanah menjadi uang hanya sekedar memenuhi kebutuhan pokok dan bahkan untuk berfoya-foya dalam berbagai bentuk, maka tidak heran dalam sekejab para tuan tanah, keturuan kaum bourjuis itu menjadi miskin dan melarat dalam segal hal.

Keturunan kaum bourjuis terlalu enak menikmati harta warisan yang luar biasa melalui tanah. Terdorong warisan yang luar biasa itu, mereka tidak lagi bekerja keras untuk mempertahankan kalau tidak bisa dikembangkan untuk berlipat ganda. Mereka melalui budaya dan sikap hidup hemat apalagi mau menabung. Dalam pikiran mereka, kalau kita bisa bersenang-senang dengan harta warisan orang tua, mengapa harus bekerja keras, hemat dan menabung.

Perilaku itu hanya orang miskin. Pola hidup demikian hanya mereka-mereka kaum marjinal. Budaya demikian sangat kuno dan ketinggalan zaman. Zaman sudah berubah. Untuk apa bekerja keras, hemat dan mau menabung. Warisan ini dapat kami nikmati sampai tujuh turunan.

Apa yang terjadi. Pola hidup konsumtif dengan gaya yang jor-joran. mereka juga melupakan sekolah sebagai investasi kapabilatas, kreativitas, inovatif dan mau bekerja secara cerdas dan kerja keras. Bangku-bangku sekolah baik formal maupun non formal segera mereka tinggalkan. Tanpa berbekalkan pengatahuan dan ketrampilan yang cukup, pola hidup menghabiskan makin menjadi-jadi tanpa ada yang kendali. Sudah pasti, mereka jatuh miskin.

Koperasi kredit yang berfundasi empat pilar: pendidikan, kemandirian, solidaritas dan inovasi tidak mereka hiruaukan apalagi mau menjangkuinya. Apalagi koperasi kredit mendorong para anggota dan simpatisan untuk hidup hemat dan menabung dari apa yang mereka miliki.

Koperasi kredit mengusung pendidikan agar semua anggota dan simpatisan memiliki wawasan, kreativitas, inovasi sebagai salah satu bekal di tengah zaman yang makin kapitalis. Koperasi kredit menganimasi kemandirian di tengah dunia yang kian instan. Mudah dan cepat mendapatkan tanpa mau bekerja keras apalagi kerja cerdas. Koperasi kredit menginternalisasi solidaritas di tengah zman yang makin egositik serta mendorong inovasi di tengah budaya meniru yang sangat tajam dengan pola hidup boros dan hanya mau menghabiskan.

Searah dengan itu, koperasi kredit bagi para tuan tanah dengan gaya hidup bourjuis tidak ada tempat di hati mereka. Mereka juga menganggap, gerakan koperasi kredit sebagai barang yang kuno dan ketinggalan zaman. Oleh karena itu, mereka tidak mau terlibat dan tentu tidak mengubah gaya hidup. Jawaban sudah tahu, mereka itu kini jatuh miskin.

Tanah-tanah itu dijual hanya sekedar memenuhi kebutuhan pokok yang mengahabiskan menimbulkan banyak konflik. Konflik dengan tetangga dan kini konflik di antara keluarga sendiri. Ada yang mengatakan "gigi ketemu lidah". Konflik dan pertentangan di dalam keluarga sendiri, gara-gara memperjuangkan sejengkal tanah. Tanah yang luas kemarin telah kehilangan rupa. Solidaritas dan soliditas di dalam keluarga remuk bagaikan kerupuk. Mereka saling berkelahi di dalam keluarga sendiri.

Menghadapi bencana kehidupan wilayah ini maka mau tidak mau, suka tidak suka perlu ada rekonsiliasi dan mengusung kebersamaan, solidaritas dan soliditas. Keanekargaman yang bersatu. Itu hanya ada dalam posisi "duduk sama rendah, berdiri sama tinggi". Nilai-nilai ini mewujud sangat nyata dalam koperasi kredit.

Untuk itu tidak ada salahnya, semua mereka dan kita menjadi anggota koperasi kredit. Viva Koperasi Kredit!

Catatan Harian

Ende-Flores, 10 Februari 2014

2 komentar:

  1. Tulisan ini sangat bagus dan menyentuh hati. Persoalannya kondisi masyarakat kita telah terkontaminasi dengan semangat konsumerisme dan sikap borjuis. Sebagian lain masyarakat kita terjebak pragmatis dan mengagungkan materi dan hedonisme

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih apresiasinya pak. Mudah-mudahan koperasi kredit mampu mengatasi hal-hal negatif masyarakat sehingga meningkatkan kualitas hidupnya sebagai anggota koperasi kredit

      Hapus