Senin, 22 Mei 2017

Risiko Gagalnya Tata Kelola Credit Union

Oleh Kosmas Lawa Bagho, S.Fil., M.M
Ketua Kopdit Serviam Ende
Kabid. Pendampingan Puskopdit Flores Mandiri
Dosen Politeknik St. Wilhelmus Boawae
Alumnus Pascasarjana Universitas Negeri Malang

Bersama Ketua Inkopdit, Joko Soesilo
Hari pertama lokakarya nasional (Loknas) Inkopdit di Grand Hotel Clarion Makasar selalu mengundang suka. Punya banyak cerita dan penuh dinamika. Penulis, pagi itu tanggal 18 Mei 2017, bangun lebih pagi dari biasanya meski sehari sebelumnya mengalami perjalanan jauh dari Ende singgah di Labuan Bajo dan Denpasar.



Bangun pukul 04.30 langsung mempersiapkan diri. Kegiatan hari pertama baru dimulai pukul 08.00 setelah diberikan kesempatan kepada peserta untuk menikmati snack pagi sejak pukul 06.00 pagi. Penulis, menikmati ruangan kamar ber-ac dengan televisi indovision. Membuka beberapa chanel berita termasuk berita olahraga. Sambil menikmati berita juga diselingi dengan membaca buku yang dibawa dari Flores. Judul buku juga tidak jauh dari arena pemberdayaan koperasi kredit yang berjudul "The Power of Services" karangan Hendrik Ronald.

Pukul 06.00 tepat menuruni lift dari lantai lima hotel bersangkutan. Grand Clarion Hotel merupakan salah satu hotel besar di Makassar. Menurut informasi bahwa sebagian besar pembesar dari Jakarta juga menginap di hotel ini. Ada 11 lantai dengan ruangan pelatihan cukup besar. Tiba di ruangan resto sudah banyak orang di sana menikmati sarapan pagi.

Peserta loknas dari Sabang sampai Merauke. Kurang lebih 800 orang wakil koperasi kredit atau credit union dari seluruh Indonesia. Hari pertama merupakan hari penyesuaian menu makan penulis. Penulis tidak menikmati menu nasi daging melainkan coba menikmati lain. Susu dicampur dengan madu asli. Kurang tahu, madu asli Makassar atau daerah lain. Intinya menu pagi hari pertama itu saja.

Kami memenuhi ruangan besar yang belum dibagi. Acara pertama adalah acara pembukaan pukul 08.00 hingga 10.00. Ada sambutan-sambutan. Untuk materi sambutan nanti diposting berikut ya, kali ini lebih fokus pada Risiko Gagalnya Tata Kelola Credit Union, bagian kecil sesi pertama yang dipresentasi oleh Robby Tulus, penasihat Inkopdit yang berkelas dunia. Beliau sendiri tinggal di Kanada dan aktif mengembangkan credit union Indonesia.

Pakar itu membidik mengapa perlu tata kelola. Ada banyak alasannya. Namun, penulis fokus pada risiko. Menurut Robby Tulus, sekurangnya ada tiga risko potensial yakni risiko pengembangan, risiko fidusia dan risiko reputasi.

Risiko pengembangan gagalnya tata kelola adalah tata kelola yang buruk akan memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan dan pengembangan organisasi koperasi kredit. Risiko fidusia adalah simpanan anggota disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau lainnya. Misalnya uang atau simpanan anggota dimanfaatkan pengurus untuk menginvestasi pada hal-hal berkenaan dengan politik partisan pengurus bersangkutan dan tidak berkenaan dengan kepentingan organisasi secara keseluruhan. Risiko reputasi berkaitan dengan kerugian akibat kredit lalai atau penipuan yang akan merusak reputasi koperasi kredit atau credit union. Ketiga risiko tersebut akan membuat koperasi kredit bubar. Ada banyak contoh untuk itu termasuk koperasi kredit yang sudah maju di negara-negara maju.

Contoh paling dekat adalah koperasi kredit nomor 1 di Thailand, Bangkok. CU Klongchan. Koperasi kredit tumbuh dan berkembang sangat luar biasa bahkan keuangannya idle. Oleh salah satu pengurus (seorang tokoh yang juga membesarkan kopdit bersangkutan juga pengurus CULT dan ACCU) salah menginvestasi keuangan organisasi pada usaha yang kebetulan keluarganya sendiri, menimbulkan ketidak percayaan anggota sehingga reputasinya terus menurun dan terus bermasalah hingga saat ini. Menurut Robby Tulus, itu contoh konkret tata kelola yang buruk.

Robby Tulus melanjutkan bahwa contoh tata kelola buruk juga dipengaruhi oleh praktik korup pengurus seperti pengurus menggunakan aset CU untuk keuntungan pribadi; pengurus CU berpengaruh melakukan kolusi dengan pejabat pemerintah serta berkolusi melakukan korup dengan investor buruk (UU disalahgunakan untuk praktik liar seperti Langit Biru dan Pandawa). Contoh buruk lain seperti nepotisme dan kekuasaan: CU digunakan untuk meraih kekuatan politik dan anggota keluarga direkrut untuk dijadikan pengurus serta korupsi administratif yakni menyuap pejabat untuk perolehan lisensi, perizinan; pengalihan dana-dana untuk program-program CU non-esensial serta pelayanan yang tidak efisien.

Selain contoh tata kelola yang buruk, Robby Tulus mempresentasikan rintangan tata kelola efektif (TAKE) yakni kepemimpinan yang lemah dan kurang jujur; pola pikir "represansional"; rapuhnya komitmen terhadap visi, misi dan nilai-nilai koperasi; tumpang-tindihnya peran pengurus dan manajemen dan rendahnya rasa saling percaya antara anggota pengurus dan antara pengurus dengan manajemen.

Ciri-ciri yang disebutkan Robby Tulus sepertinya makin mengemuka dalam gerakan koperasi kredit di seluruh Indonesia termasuk di Flores. Penulis sebagai utusan pengurus sangat peduli dengan berbagai presentasi Robby Tulus dan berharap agar hal itu tidak terjadi pada gerakan Koperasi Kredit Serviam Ende. Catatan kritis anggota sangat dibutuhkan sehingga pengurus dan manajemen tidak sampai melakukan hal-hal yang merugikan lembaga koperasi dan anggota seluruhnya. Inti sari dan rekomendasi loknas menjadi pegangan dan pedoman untuk diimplementasi dalam berbagai regulasi agar tidak memberi ruang sedikitpun bagi siapa pun yang menyalahgunakan tata kelola yang baik.

Penulis sangat bersyukur bisa mendengar langsung dari narasumber. Berbagai paparan terus menjadi awasan agar mengelola koperasi kredit sesuai standar tata kelola yang baik atau yang bersih.

Selamat berimplementasi!

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar