Senin, 22 Mei 2017

Lima Pilar Koperasi Kredit

Oleh Kosmas Lawa Bagho, S. Fil., M.M
Ketua Kopdit Serviam Ende
Kabid. Pendampingan Puskopdit Flores Mandiri
Dosen Politeknik St. Wilhelmus Boawae
Alumnus Pascasarjana Universitas Negeri Malang

Manajer dan Staf Kopdit Serviam waktu Peremsian Cabang Mbay
Tanggal 17 Mei 2017, bersama rombongan Puskopdit Flores Mandiri sebanyak 67 orang berangkat dari Ende, Flores, NTT. Keberangkatan kami menggunakan pesawat dari Bandara H. Hasan Aebroesman Ende menuju Bandara Sultan Hasanudin Makasar untuk menghadiri kegiata Lokakarya Nasional (Loknas), Open Forum dan  Rapat Anggota Tahunan Gerakan Koperasi Kredit Indonesia (GKKI) Nasional (RATNAS) di Grand Hotel Clarion Makasar sejak tanggal 17 - 23 Mei 2017.



Sesungguhnya dari sisi geografis, rombongan dari Ende, Maumere, Manggarai atau lebih dikenal dengan Flores bisa langsung terbang ke Makasar. Bisa lebih dekat, lebih hemat biaya namun karena tidak ada penerbangan langsung maka rombongan dari Ende harus transit di Bandara Komodo, Labuan Bajo, Bandara Internasional Ngura Rai Denpasar dan baru ke Bandara Sultan Hasanudin Makasar. Itulah nasib yang harus dilalui lantaran belum ada investasi penerbangan langsung dari pula Flores ke Makasar. Tentu ini menjadi peluang bagi dunia perbangan hehehe.

Kisah perjalanan atau penerbangan dari Ende berjalan cukup mulus. Kami terbang mulai pukul 07.00 transit di dalam pesawat di Labuan Bajo dan turun (transit) di Denpasar 20 menit lebih dan tiba di Makasar sekitar pukul 16.30 wita. Perjalanan di udara memang mengasikkan meski penat terus menghantui. Kami membawa misi pembelajaran pengelolaan koperasi kredit primer dan Puskopdit Flores Mandiri sehingga berbagai tantangan di jalan, kami terima sebagai rasa tanggungjawab yang besar pada pemberdayaan dan pembelajaran anggota.

Saya sendiri bersama 5 teman lain mewakili Koperasi Kredit Serviam Ende. Saya sebagai ketua pengurus, Ventius Minggu sebagai wakil ketua pengurus, Oswaldus Romannus Minggu sebagai sekretaris pengawas, Lambertus Liki Mare sebagai manajer, Klemens Lae sebagai Kepala Cabang Utama dan Ermelinda Ani sebagai kepala bidang keuangan Cabang Utama. Kami semua belajar tentang "Penguatan Tata Kelola Menuju Integrasi Nasional Gerakan Koperasi Kredit Indonesia" .

Materi ini dibahas dalam 4 sesi workshop untuk mendapatkan berbagai masukan dari para narasumber dan berdiskusi, berdebat untuk mencapai kesepakatan tentang format tata kelola yang baik demi menuju integrasi nasional GKKI yang dianggap sudah mulai dipertanyakan sejak lama. Masing-masing Puskopdit bahkan koperasi kredit sudah bisa menghandel pengelolaan secara mandiri tanpa lagi memikirkan integrasi secara nasional.

Saya mendapatkan tugas dan tanggungjawab berada pada kelas A dengan tiga narasumber utama yakni Bapak Robby Tulus yang membedah "Tata Kelola Efektif (TAKE)" yang lebih menyoroti tentang "WHY"-nya tata kelola yang efektif koperasi kredit secara nasional, dari Sabang sampai Merauke, dari Natuna hingga Flores.

Sesi kedua dipandu oleh Trisna Ansarli, membahas tema "What's Tata Kelola" serta Untung Tri Basuki yang membedah "Pembenahan Tata Kelola GKKI dalam perspektif "How". Ketiganya membahas dalam satu sesi yang cukup panjang dan diakhiri dengan sesi tanya-jawab serta perumusan kesepakatan dan rekomendasi yang perlu ditindaklanjuti Inkopdit-Jakarta sebagai pedoman atau panduan bagi gerakan koperasi kredit di seluruh Indonesia.

Banyak diskusi dan bahkan mengarah pada isu-isu yang cukup hangat tentang integrasi nasional GKKI. Adad yang mempertanyakan alasan mendasar mengangkat tema dimaksud. Apakah ada desintegrasi GKKI secara nasional? Apa yang membuat kita tidak bisa bersatu, padahal impian kita sama yakni mensejhaterakan seluruh anggota dalam wadah GKII di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)? Sebagian besar peserta termasuk penulis menganggap bahwa integrasi nasional dalam NKRI sudah final, kita tinggal mengisinya dengan berbagai aksi demi pemberdayaan anggota dan masyarakat secara bermartabat.

Filosofi dan jati diri koperasi serta pilar-pilar koperasi sudah sangat jelas dan memiliki komitmen untuk melakukannya. Keanggotaan koperasi sangat terbuka dan sukarela. Tidak membatasi anggota berdasarkan latarbelakang apa pun apalagi ras, suku dan agama.

Namun, penulis juga tidak tahu. Integrasi nasional cukup menguat apalagi mengingat berbagai isu negara Indonesia akhir-akhir ini. Persatuan dalam keberagaman Indonesia yang kaya sedang diuji secara serius dan sungguh-sungguh.

Oleh karena itu, seluruh gerakan bersepakat untuk menjaga persatuan dalam keberagaman gerakan koperasi kredit dalam NKRI. Robby Tulus mengkaji dan memberikan beberapa alasan filosofis sehingga empat pilar koperasi kredit perlu ditambah satu menjadi panca pilar yakni Pendidikan, Swadaya (kemandirian), Solidaritas, Inovasi dan Persatuan dalam Keberagaman.

Panca pilar ini mendapat sambutan positif setiap peserta namun Romanus Woga, Ketua Puskopdit Swadaya Utama dan mantan Ketua Inkopdit dua periode agak berkebratan bahwa kita tak perlu tambah-tambah pilar sebab ke dapan akan terus bertambah dan beliau bahkan menegaskan bahwa Puskopdit Swadaya Utama tetap mempraktikkan tiga pilar koperasi kredit yakni pendidikan, kemandirian dan solidaritas. Inovasi sudah masuk dalam pendidikan dan persatuan juga sudah masuk dalam pilar solidaritas.

Para narasumber kurang menerima masukan pak Romanus dan tetap berpedoman pada panca (lima) pilar sehingga ada rekomendasi untuk dibahas lebih lanjut dalam RATNAS Inkopdit tangga 23 Mei 2017, entahkah perlu ditambah atau dikurangi.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar