Minggu, 30 November 2014

Filsafat Manajemen Partisipasi (FMP) 7

Oleh Kosmas Lawa Bagho
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Malang



2.3.2 Tantangan Sosial
Tantangan sosial bagi penerapan manajemen partisipasi karena tingkat strata sosial, teralienasi dari pemerintah (terutama perusahaan atau bisnis buatan pemerintah) atau peraturan dan perundang-undangan yang tidak memberikan kebebasan pada perusahaan untuk melaksanakan manajemen partisipasi, kesulitan keuangan atau modal sosial yang kecil sehingga rendahnya bargaining position serta kurangnya akses terhadap perkembangan ilmu dan teknologi termasuk teknologi informasi dan komunikasi. 


Berdasarakan pengalaman pribadi, tantangan sosial yang paling berat adalah sikap masyarakat yang ‘takut memberikan koreksi’ dan ‘acuh tak acuh’ dengan perusahaan atau lembaga bisnis. Sikap takut memberikan koreksi dan acuh tak acuh ini memberikan peluang terhadap perusahaan atau bisnis untuk disalahgunakan demi kepentingan pribadi dan golongan. Tidak heran, muncul berbagai kasus penggelapan keuangan baik disengaja maupun tidak disengaja lantaran kontrol sosial yang kurang sehingga tidak tumbuh suburnya manajemen partisipatif. 

Tantangan lainnya adalah sikap tidak mau mengambil tanggungjawab terhadap pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan kehadiran atau perhatian yang lebih. Banyak orang menghindari diri dari berbagai kegiatan yang meminta pengorbanan atau pertanggungjawaban lebih besar. Sikap ini menjadi salah satu hambatan serius bagi pelaksanaan manajemen partisipasi yang berdimensi filosofis.
  
2.3.3 Tantangan Kultural
Tantangan budaya atau cultural yang paling dirasakan adalah budaya ‘menerima’ dan menyerahkan nasib sepenuhnya pada orang lain termasuk atasan. Rata-rata budaya Indonesia dari Sabang sampai Merauke selalu menghargai apa yang dikatakan atasan, itulah suatu kebenaran, sungkan untuk mempertanyakan apalagi mengkritisi. Budaya menerima atau menyerahkan nasib pada orang lain menjadi tantangan serius bagi penerapan manajemen partisipasi apalagi didukung dengan para atasan yang tidak mau melibatkan karyawan atau orang dibawahnya untuk berpartisipasi secara bebas dalam maju-mundurnya sebuah perusahaan atau lembaga bisnis. Budaya partriakat juga ikut berpengaruh.

Tantangan lain adalah kurangnya kepercayaan, kurangnya minat serta kurangnya pengalaman untuk melakukan negosiasi. Hal-hal ini semakin meneguhkan budaya partisipasi menjadi hilang atau tidak bermanfaat sama sekali. 

2.4 Solusi Alternatif
            Tantangan dan kesulitan menerapkan manajemen partisipasi yang berdimensi filosofis di dalam perusahaan atau lembaga bisnis, semuanya bermuara pada manusia sebagai pribadi yang berakal budi dan berhati nurani. Manusia menjadi titik sorot utama. Oleh karena itu, yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan adalah manusia itu sendiri sebagai pribadi yang unik serentah bermahluk sosial. Pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu alternatif solusi alternatif yang patut diperhitungkan dan diperhatikan secara serius oleh peruasahaan atau lembaga bisnis. 

Perbaikan tanggungjawab sosial dan budaya dalam perusahaan yang memberikan kebebasan yang bertanggungjawab untuk terlibat secara aktif dan produktif juga salah satu alternative ikutan. Apabila manusia-manusia di dalam perusahaan atau lembaga bisnis dari tingkat atas sampai tingkat paling bawah sudah diperbaiki maka sistem akan berjalan sebagaimana mestinya. Perusahaan atau lembaga bisnis akan produktif, tingkat kepuasan karyawan dan hak-hak individualnya terjamin serta dimensi manusia diperhatikan.


Bab III
Kesimpulan dan Saran

3.1 Kesimpulan
            Manajemen puncak atau pun perusahaan perlu memahami secara utuh dan lengkap filsafat, manajemen dan partisipasi agar bisa menerapakannya secara sungguh-sungguh di dalam perusahaan atau bisninya. Pemahaman yang lengkap memberikan sumbangan bagi produktivitas perusahaan.

            Filsafat manajemen partisipasi memiliki peran yang sentral dalam perusahaan atau bisnis. Filsafat manajemen partisipasi memberikan sumbangan pada memanusiakan manusia, meningkatkan kepuasan dan keharmonisan dalam perusahaan serta meningkatkan produktivitas.
            Walau pun filsafat manajemen partisipasi memberikan kontribusi yang sangat vital bagi keberlangsungan perusahaan namun ada tantangan dalam penerapannya. Tantangan itu bisa berasal dari diri sendiri, sosial dan kultural.

            Tantangan atau hambatan bukan untuk dihindari tetapi dihadapi dengan bijaksana untuk dicarikan jalan keluar yang utuh, menyeluruh dan spekulatif demi produktivitas dan keberlangsungan perusahaan atau lembaga bisnis yang sedang dikembangkan.

3.2 Saran
            Berangkat dari rumusan masalah, pembahasan dan kesimpulan maka memiliki saran yang tidak jauh berbeda. Pertama, perusahaan perlu memahami konsep filsafat, manajemen dan partisipasi agar perusahaan bisa menerapkannya secara produktif. Kedua, perusahaan atau lembaga bisnis perlu menerapkan filsafat manajemen partisipasi sebab memberikan nilai tambah dan peran yang sangat sentral. Ketiga, Walaupun ada kontribusi sentral namun ada tantangan. Untuk itu perusahaan perlu mengidentifikasi tantangan dan Keempat, tentu dicarikan jalan keluarnya.


Daftar Rujukan

Druker Peter dalam Wattima A.A Reza,”Filsafat dan Manajemen Bisnis: Dua Sisi Dari Satu Koin Yang Sama?” http://rumahfilsafat.com/2010/07/06/filsafat-dan-manajemen-bisnis-dua-sisi-dari-satu-koin-yang-sama/ diakses tanggal 8 September 2014.
Harvey Alinson,”Public Particiaption: Theory and Practice” www.heritagecouncil.ie  diakses tanggal 8 Spetember 2014.
Kumar Abhimanyu dan Taunk Anshu, “Worker’s participation in Management: a Case Study of National Thermal Power Cooporation in India, Journal Vol.1 (1) pp. 001-004, January 2014
Pul Alan, “Bahan Kuliah” http://alanpnl.wordpress.com/bahan-kuliah/ diakses tanggal 9 September 2014
Socrates dan Shaw Bernard George dalam Robbins Anthony. 2014. A Waken The Giant Within terjemahan Purwandari Dieni dan Syahrir Iryani. Jakarta, PT Ufuk Publishing House. 
Sulhin Igrak, “Filsafat (Sistem) Pemasyarakatan” jurnal Kriminologi Indonesia Vol.7 No. I Mei 2010: 134-150
Yahe W. Shaw dan Hetfield Louise, “Moderating Factors in Participative Management” Journal of Proceedings of the Academy of Organizational Culture, Communications and Conflict, Las Vegas 2003.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar