Senin, 06 September 2010

Membangun Karakter Menabung

Oleh Kosmas Lawa Bagho

(FloresNews.com, 2 September 2010) Menabung belum menjadi kebiasaan apalagi karakter sebagian besar masyarakat Indonesia terutama yang sedang berdomisili di Pulau Bunga, Flores. Sebagian besar masyarakat wilayah ini lebih tertarik pada hal-hal konsumtif dari pada menunda kesenangan melalui budaya menabung untuk menikmati kegembiraan masa nanti. Rasanya tidak ‘gaul’ jika tidak menghambur-hamburkan uang di masa muda. Untuk itu tindakan membangun karakter menabung masih menjadi pekerjaan yang membutuhkan keuletan dan perjuangan yang tidaklah kecil.

Pendapat ini dibuktikan dengan hasil penelitian sikap masyarakat terhadap budaya menabung serta di mana hal paling besar masyarakat menghabiskan uangnya oleh sebuah LSM Internasional yang berkarya di Kabupaten Ende. NGO Swisscontact pernah melakukannya pada tahun 2006. Mereka melakukan secara sampel di Kelurahan Tanalodu Bajawa dan Desa Mautenda, Ende. Hasil penelitian tersebut menunjukkan hal yang tidak mengejutkan lagi bagi kita bahwa mamang sebagian besar masyarakat tidak segera membangun karakter menabung.

Penelitian tersebut memberikan angka-angka pembiayaan masyarakat Flores umumnya adalah bidang makan-minum dan konsumeris lainnya dengan presentase tertinggi yakni 42%, diikuti pesta adat 12%, pendidikan 10%, transport, listrik, telepon dan pengembalian pinjaman sama-sama 9%, pertanian, peternakan dan perkebunan 8%, kesehatan, asuransi dan menabung masing-masing 1%.

Menarik untuk disimak secara serius dan sungguh-sungguh bahwa presentase pembiayaan masyarakat kita untuk asuransi dan tabungan hanyalah 1% dari seluruh pendapatan atau penerimaan. Bayangkan! Menabung masih menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian besar masyarakat kita. Kita belum mempersiapkan diri untuk masa depan yang lebih manusiawi dan bahagia dengan penciptaan kekayaan/asset melalui menabung. Data-data kuantitatif ini dipertegas lagi dengan data kualitatif yaitu sebagian masyarakat apabila mau masuk Koperasi Kredit misalnya, selalu bertanya berapa rupiah yang bisa dipinjam bukan berapa rupiah yang disimpan.

Berdasarkan rekam jejak pengalaman pribadi selama 12 tahun bekerja di koperasi kredit, apabila ada motivasi menabung selalu ada seribu alasan yang membuat mereka tidak bisa menyisihkan sesen dua untuk masa depan yang lebih berkualitas. Oleh karena itu tidaklah heran data dari Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat (www.peaklifestyle.com) menyatakan bahwa setelah bekerja 40 tahun (dalam usia 65 tahun) hanya ada 1% yang hidup sejahtera. Lalu di manakah yang 99%? Sangat tragis bahwa 36% dari antaranya telah meninggal dunia, 54%-nya hidup dalam keadaan miskin dan 9% hidup hanya bergantung pada belaskasihan ‘rumah jompo’. Semua itu terjadi lantaran kita belum membangun karakter menabung.

Pola pikir yang keliru bahwa kebiasaan atau karakter menabung itu hanya berlaku apabila seseorang memiliki uang lebih atau menabung harus dengan angka yang lumayan besar. Artinya orang yang hidup pas-pasan tidak perlu menabung. Pola pikir seperti ini yang perlu dievaluasi secara jujur serta harus lahir dari kesadaran hati dan otak (“sa ate, sa ote”: Bahasa Lio-Ende, Flores). Sesungguhnya menabung itu bisa dilakukan oleh siapapun, apapun profesinya dan di manapun juga.

Menabung tidak harus dalam jumlah yang besar tetapi Rp.1000 per hari juga sudah cukup. Apabila itu yang kita lakukan berarti 1 minggu sudah 7,000 rupiah, 1 bulan 30-31,000 dan setahun 365 ribu rupiah, 10 tahun 3,650,000 rupiah dstnya. Tabungan juga bisa menggunakan sarana celengan agar uang yang seribu rupiah per hari tidaklah tercecer atau cepat berubah bentuk menjadi es, ikan tongkol, rokok dan lain sebagainya.

Untuk bisa menjadi penabung yang baik ada trend pada Koperasi Kredit yaitu mengajak anggota agar tidak menghitung berapa rupiah sehari yang perlu ditabung melainkan tanyakan dan hitung berapa rupiah yang dihabiskan sehari sebagai pengeluaran. Misalnya perokok surya 12 merokok dua bungkus sehari.

1 bungkus surya 12 diasumsi 8,000 rupiah maka sehari, perokok bersangkutan menghabiskan uang hanya untuk rokok 16,000 rupiah, dalam sebulan menghabiskan 496,000 rupiah, setahun menghabiskan 5,952,000 rupiah. Jika dia merokok 10 tahun berarti 10 x 5,952,000 = 59,520,000. Bayangkan jika perokok tidak merokok dan menginvestasikan uangnya pada koperasi kredit.

Itu belum kita hitung bunga simpanan setiap hari x setiap minggu x setiap bulan x setiap tahun x 10 tahun x 20 tahun dstnya. Berapa rupiah kekayaannya ... ?

A. Suman Kurik dalam bukunya ‘Ekonomi Kerakyatan’ pernah menyentil bahwa mayoritas masyarakat kita bertumpu pada pertanian, peternakan, perkebunan dan perikanan hendaknya melakukan gerakan menabung sebagai investasi untuk membangun kekayaan demi meningkatkan mutu kesejahteraan keluarga maupun pribadi. Seiring dengan memperkuat budaya hidup hemat dan memulai gerakan menabung tanpa harus menunggu hari esok yang sedang gencar digalakkan dari berbagai LSM dan koperasi kredit/credit union.

Manfaat menabung adalah memiliki asset (kekayaan) yang tidak berkurang jumlahnya melainkan terus bertambah karena pemberian bunga dari Koperasi Kredit seperti perhitungan di atas. Manfaat lain adalah mengantisipasi apabila sewaktu-waktu ada kebutuhan yang sangat mendesak memerlukan uang untuk pembiayaan dikala sakit, meninggal dunia, melahirkan, biaya panen, dll.

Untuk itu kita perlu menahan diri agar tidak menghabiskan uang dengan secara serampangan melakukan pembelanjaan setelah sepanjang hari berusaha keras mendapatkan uang. Bahkan kerapkali kita melakukan hal-hal yang sangat merugikan diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Seperti melakukan perjudian dengan aneka macamnya, minum minuman mabuk, pesta pora, dll tanpa upaya untuk menyisihkan sebagian pendapatan kita untuk menabung demi menciptakan kehidupan yang lebih cerah ceria di masa yang akan datang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar