Selasa, 27 Juli 2010

Kopdit Serviam Ende: Pipa Kekayaan Masyarakat Flores

Oleh Kosmas Lawa Bagho

Data yang ditampilkan dari Departemen Tenaga Kerja AS Tahun 2008 (Bisnis Bekerja dari Rumah: www.peaklifestyle.com tanggal 06 Juni 2009) cukup mengesankan dan mengejutkan saya. Dalam website tersebut memberikan hasil data penelitian orang-orang yang bekerja selama 40 tahun (usia 65 tahun) di kantor sebagai karyawan dengan perbandingan sebagai berikut:
a. 1 % orang-orang bersangkutan hidup makmur dan sejahtera.
b. 4 % memiliki cukup uang untuk hidup pas-pasan.
c. 5 % terpaksa untuk tetap bekerja di usia 65 tahun.
d. 54 % hidup dibawah garis kemiskinan, bergantung terhadap uang pensiun atau
bergantung pada sanak saudara, keluarga dan teman.
e. 36 % telah meninggal dunia.

Data statistik ini berkaitan langsung dengan cerita yang coba saya angkat dari Buku Cashflow Quadrant karangan Robert T. Kyosaki. Maaf cerita ini saya edit sedikit dari cerita asli. Inilah kisahnya. Zaman dulu terdapat sebuah desa kecil nan indah. Tempat itu sangat menyenangkan namun sayang tidak ada ketersediaan air jika hujan tidak turun mencium bumi. Para kepala kampung atau desa mengadakan rapat besar untuk mengatasi masalah yang cukup kronis itu. Rapat bersepakat mengontrak dua orang pemuda yang sanggup menyelesaikan persoalan yang dialami masyarakat. Mereka adalah Ed dan Bill. Ed seorang yang bergerak cepat.

Ed segera berlari ke pasar lalu membeli dua buah ember baja besar dan bolak balik ke danau untuk mengambil air. Jarak danau dari desa bersangkutan kira-kira 1,5 km. Pagi hingga petang, ia bekerja keras mengangkut air untuk memenuhi kepentingan masyarakat dan ia langsung mendapatkan uang. Setiap pagi dengan setia ia lakukan dan memperoleh banyak uang. Ia bersyukur bisa mendapatkan banyak pemasukan dari kerja kerasnya sejak pagi hari hingga petang tanpa henti.

Sementara Bill beberapa saat menghilang. Keadaan ini membuat Ed tambah bahagia lantaran tidak ada pesaing. Bill tidak membeli ember baja untuk bersaing dengan Ed tetapi dia membuat rencana usaha, mendirikan perusahaan, mendapatkan empat penanam modal, mengangkat seorang manajer untuk melakukan pekerjaannya dan kembali enam bulan kemudian dengan kru atau rombongan bangunan. Dalam waktu satu tahun, timnya telah membangun jaringan pipa baja anti karat bervolume besar yang menghubungkan desa dengan danau.

Pada pesta pembukaan, Bill mengumumkan bahwa airnya lebih bersih dan bisa memasok air ke desa selama 24 jam sehari, tujuh hari seminggu serta memberikan harga 75% lebih murah dari air yang dijual Ed dan sumber mata airnya lebih berkualitas dan sehat. Penduduk desa bersorak sorai dan langsung berlari ke kran air di ujung saluran pipa Bill. Ia mendapatkan pemasukan tanpa ia harus memikul air dari pagi hingga petang. Bill juga mulai melebarkan sayap usahanya ke desa-desa lain.

Kini Bill menjadi milioner tanpa harus bekerja keras lagi seperti Ed. Ia menghabiskan banyak waktu untuk keluarga sementara kekayaannya terus bertambah dari hari ke hari tiada henti selama air mengalir dari saluran pipa usahanya. Kini uang bekerja keras untuk Bill. Bill bisa mendapatkan uang meski sedang tidur. Dilain pihak Ed, kualitas tenaganya makin menurun karena bertambahnya usia serta mutu airnya menurun drastis maka ia tidak berdaya apa-apa.

Ia terus bekerja keras namun kekayaannya tidak bertambah malah tergerus habis untuk membiayai sekolah ana-anaknya dan biaya perawatan rumah sakit. Ed bekerja sebagai mental pembawa ember yang terus bekerja keras untuk memperoleh uang. Tidak pernah berubah nasibnya agar uanglah bekerja untuk dia. Kini kita mau seperti Bill membangun saluran pipa kehidupan atau seperti Ed sebagai pembawa ember seumur hidup?

Kopdit Serviam dan Mental Pembawa Ember
Koperasi Kredit Serviam dibentuk pada tanggal 09 Januari 1993 oleh sekelompok anak muda di Yayasan Nusa Taruni Bakhti Ende. Pembentukan awal hanya untuk menanggulangi beban kehidupan para guru, dosen, staf dan karyawan Yayasan Ursulin yang terkena dampak langsung gempa bumi 12 Desember 1992. Awalnya keanggotaan terbatas hanya intern dan tidak terbuka untuk masyarakat umum. Dalam perjalanan selanjutnya ada begitu banyak masyarakat mau bergabung dengan koperasi kredit ini dengan berbagai latar pendidikan, status sosial, profesi, suku, ras dan agama.

Tahun 2000, Kopdit Serviam terbuka untuk umum sesuai prinsip dan jati diri koperasi versi UU Koperasi No.25/1992; keanggotaan terbuka dan sukarela. Sejak saat itu, Koperasi Kredit berjuang melawan berbagai bentuk kemiskinan, kemelaratan dan sikap mental pembawa ember bagi seluruh masyarakat Flores umumnya dan Kabupaten Ende khususnya.

Data penelitian Departemen Tenaga Kerja AS hampir searah dengan hasil penelitian NGO Swisscontact di Ende yang dilaksanakan pada tahun 2006. Mereka meneliti sikap masyarakat terhadap sikap menabung serta di mana hal paling besar masyarakat menghabiskan uangnya. Mereka melakukan secara sampel di Kelurahan Tanalodu Bajawa dan Desa Mautenda, Ende. Hasil penelitian juga menunjukkan hal yang sangat mengejutkan dan mengesankan bahwa mamang sebagian besar masyarakat kita tidak segera membangun saluran pipa kehidupan menuju kesejahteraan melainkan sebagai pembawa ember yang senantiasa miskin turun temurun.

Penelitian tersebut menunjukkan angka-angka pembiayaan masyarakat Flores umumnya adalah bidang makan-minum dan konsumeris lainnya dengan prosentase tertinggi yakni 42%, diikuti pesta adat 12%, pendidikan 10%, transport, listrik, telepon dan pengembalian pinjaman sama-sama 9%, pertanian, peternakan dan perkebunan 8%, kesehatan, asuransi dan menabung masing-masing 1%.

Menarik untuk disimak bahwa prosentase pembiayaan masyarakat kita untuk asuransi dan tabungan hanyalah 1% dari seluruh pendapatan atau penerimaan. Bayangkan! Menabung masih menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian besar masyarakat kita. Itu berarti pola pikir dan pola hidup kita masih sebagai pembawa ember. Kita belum mempersiapkan diri untuk masa depan yang lebih cerah-ceria dengan penciptaan kekayaan/asset melalui menabung. Data-data kuantitatif ini dipertegas lagi dengan data kualitatif yaitu sebagian masyarakat apabila mau masuk Koperasi Kredit SERVIAM, selalu bertanya berapa rupiah yang bisa dipinjam bukan berapa rupiah yang disimpan.

Apabila ada motivasi menabung selalu ada seribu alasan yang membuat mereka tidak bisa menyisihkan sesen dua untuk masa depan yang lebih cerah. Oleh karena itu tidaklah heran data dari Departemen Tenaga Kerja AS di atas bahwa setelah bekerja 40 tahun (dalam usia 65 tahun) hanya ada 1% yang hidup sejahtera lalu dimanakah 99%? Sangat tragis bahwa 36% dari antaranya telah meninggal dunia dan 54%-nya hidup dalam keadaan miskin. Semua itu terjadi lantaran kita masih hidup dengan mental pembawa ember.

Kopdit Serviam dan Perubahan Mindset:Pembawa Ember menjadi Pembuat Saluran Pipa
Reinald Kasali pernah menulis dalam bukunya Re-Code: Change Your DNA bahwa usaha yang paling berat dan prosesnya sangat lama adalah bagaimana upaya kita melakukan perubahan mindset atau mengubah pola pikir. Namun tanpa perubahan pola pikir, kehidupan masyarakat tidak akan lebih berkualitas. Untuk itu suatu pekerjaan paling memakan waktu dan biaya bagaimana upaya Kopdit Serviam mau mengubah pola pikir masyarakat Flores agar bisa keluar dari lingkaran kemiskinan.

Membangun Sikap Optimis. Semua orang memiliki peluang yang sama yakni rasa percaya diri (dalam batasan yang positip) dan yakin usaha akan mencapai tujuan adalah sikap yang perlu dipupuk di dalam diri. Pepatah menyatakan,’Kita boleh kehilangan apapun tetapi jangan sampai kehilangan harapan’. Harapan akan melahirkan semangat atau optimisme. Sikap optimis harus kuat laksana gergaji yang mampu menembus batang kayu yang sangat keras sekalipun untuk maju dan meraih sukses.

‘A. Suman Kurik dalam bukunya; Membangun Ekonomi Kerakyatan’ pernah menyentil bahwa orang yang putus asa akan dekat dengan bahaya dan kemiskinan. Sesungguhnya peluang untuk hidup sejahtera milik semua orang dan peluang itu ada di mana-mana hanya yang berbeda adalah semangat atau tekad memanfaatkan peluang untuk meraihnya. Sebab perbedaan orang kaya dan orang miskin adalah motivasi untuk mencapai sukses. Sukses itu butuh komitmen tidak sekedar ingin. Komitmen memerlukan motivasi besar yang lebih dikenal dengan antusiasme atau optimisme. Mengeluh karena satu tantangan atau rintangan menandakan bahwa kita bukan pejuang tetapi pengecut.

Setiap orang bisa merubah keadaan. Keadaan sudah tercipta secara alamiah. Namun keadaan demikian bisa diubah sesuai visi dan rencana yang akan diejahwantahkan atau dilakukan dalam tindakan nyata. Jikalau keadaan tidak dapat diubah maka tidak akan memberi dampak apapun. Untuk itu kita harus siap mengoptimalkan modal terbesar dalam diri. Modal terbesar kita untuk merubah keadaan adalah tangan, kaki, mata, pikiran, anggota tubuh lainnya. Namun terkadang berbagai modal itu tidak dimanfaatkan atau malah ragu atau takut mengoptimalkannya. Apalagi dibarengi dengan cara pikir yang keliru bahwa kita orang kebanyakan dengan pola hidup pas-pasan rasa-rasanya sulit untuk menjadi kaya. Cepat menyerah dan menerima keadaan yang sudah ada. Hidup begini sudah cukup untuk apa diubah lagi. Kita harus berani ambil tindakan dan mau merubah keadaan yang bisa kita ubah. Tidak ada yang mustahil sejauh ada tekad, kerja keras dan kerja cerdas.

Membangun Karakter Menabung.
Pola pikir kita (hidup pas-pasan) yang keliru bahwa kebiasaan atau budaya menabung itu hanya berlaku jika seseorang mempunyai uang lebih atau ketika menabung harus dengan angka yang besar. Artinya orang yang hidup pas-pasan tidak perlu untuk menabung. Pola pikir seperti ini yang Kopdit Serviam perlu evaluasi. Menabung itu bisa dilakukan oleh siapapun, apapun profesinya dan di manapun juga.

Menabung tidak harus dalam jumlah yang besar tetapi Rp.1000 per hari juga sudah cukup. Apabila itu yang kita lakukan berarti 1 minggu sudah 7,000 rupiah, 1 bulan 30-31,000 dan setahun 365 ribu rupiah, 10 tahun 3,650,000 rupiah dstnya. Tabungan juga bisa menggunakan sarana celengan agar uang yang seribu rupiah per hari tidaklah tercecer atau cepat berubah bentuk menjadi es, ikan tongkol, rokok dan lain sebagainya.

Untuk bisa menjadi penabung yang baik ada trend pada Koperasi Kredit Serviam Ende yaitu mengajak anggota agar tidak menghitung berapa rupiah sehari yang perlu ditabung melainkan tanyakan dan hitung berapa rupiah yang dihabiskan sehari sebagai pengeluaran. Misalnya perokok surya 12 merokok dua bungkus sehari. 1 bungkus surya 12 diasumsi 8,000 rupiah maka sehari, perokok bersangkutan menghabiskan uang hanya untuk rokok 16,000 rupiah, dalam sebulan menghabiskan 496,000 rupiah, setahun menghabiskan 5,952,000 rupiah. Jika dia merokok 10 tahun berarti 10 x 5,952,000 = 59,520,000. Bayangkan jika perokok tidak merokok dan menginvestasikan uangnya pada koperasi kredit. Itu belum kita hitung bunga simpanan setiap hari x setiap minggu x setiap bulan x setiap tahun x 10 tahun x 20 tahun dstnya. Berapa rupiah kekayaannya ... ?

Mayoritas masyarakat kita bertumpu pada pertanian, peternakan, perkebunan dan perikanan hendaknya melakukan gerakan menabung sebagai investasi untuk membangun kekayaan demi meningkatkan mutu kesejahteraan keluarga maupun pribadi. Seiring dengan memperkuat budaya hidup hemat dan memulai gerakan menabung tanpa harus menunggu hari esok.

Manfaat menabung adalah memiliki asset (kekayaan) yang tidak berkurang jumlahnya melainkan terus bertambah karena pemberian bunga dari Koperasi Kredit Serviam seperti perhitungan di atas. Manfaat lain adalah mengantisipasi apabila sewaktu-waktu ada kebutuhan yang sangat mendesak memerlukan uang untuk pembiayaan dikala sakit, meninggal dunia, melahirkan, biaya panen, dll.
Kalau begitu tidak ada salahnya, Kopdit Serviam Ende menjadi pipa saluran kekayaan masyarakat Flores.

Catatan:
Tulisan ini dirangkum dari tulisan penulis dengan judul 'Kopdit Serviam Ende: Pipa Orang Miskin Flores' dalam buku Bunga Rampai: Kopdit Serviam & Kemiskinan di Flores, 2010 & Dimuat juga di Flores Pos, 27 Juli 2010 dengan judul seperti di atas!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar