Jumat, 08 Juli 2016

Aktualisasi Jati Diri Koperasi 2

Oleh Kosmas Lawa Bagho, S. Fil., M.M
Alumni Mahasiswa S2 Manajemen
Universitas Negeri Malang



Koperasi Kredit Sangosay merupakan lembaga pengembangan holistik  dalam rangka mewujudkan transformasi sosial untuk membebaskan anggota dan calon anggota dari kemiskinan, keputusasaan dan ketergantungan menuju kualitas kehidupan yang mandiri, bermartabat, berdaulat dan berkesinambungan berdasarkan jati diri koperasi masih terus berproses (Bamba, 2015: 182). Mewujudkan pengembangan atau pemberdayaan holistik, Koperasi Kredit Sangosay menerapkan program peningkatan kualitas partisipasi anggota melalui pendidikan dan pelatihan termasuk promosi dan publikasi; pengembangan kelompok dan tempat pelayanan; diversifikasi simpanan, pinjaman dan perlindungan: pengembangan informasi teknologi (IT);  kemitraan (Lenga, 2011: 99).

Koperasi Kredit Sangosay pada posisi ini sesungguhnya mewujudkan perekonomian nasional sesuai cita-cita luhur yang termaktub dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 1 bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas  asas kekeluargaan serta Pembukaan UUD 1945 untuk memajukan kesejahteraan umum (Sujianto, 2012: 327). Asas kekeluargaan itu adalah koperasi (Hatta, 1987: 38). Perekonomian nasional Indonesia digerakkan oleh tiga pelaku ekonomi yakni BUMN (Badan Usaha Milik Negara), Swasta dan Koperasi. Ketiga pelaku ekonomi tersebut telah memberikan kontribusi terhadap perkembangan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia (Djumahir, Idrus dan Salim, 2001).  
Embrio koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896, dengan Raden Arya Wiraatmadja sebagai pelopor dan hingga kini tetap menyatu di kalangan masyarakat (Pachta, Bachtiar, Benemay, 2005:26). Koperasi sebagai suatu gerakan telah dideklarasikan dalam konggres koperasi pertama tanggal 11-14 Juli 1947 di Tasikmalaya, yang dihadiri utusan koperasi seluruh Indonesia. Salah satu keputusan penting yang dibuat pada waktu itu dan menjadi cikal bakal pengembangan koperasi di Indonesia adalah menetapkan tangggal 12 Juli sebagai “Hari Koperasi” di Tasikmalaya (Pachta et al., 2005:59).
Di Indonesia dikenal beberapa jenis koperasi seperti koperasi konsumen, koperasi produksi, koperasi serba usaha dan koperasi simpan pinjam. Koperasi produksi merupakan koperasi yang menghasilkan produk atau barang yang barang dimaksud dihasilkan secara bersama. Koperasi serba usaha merupakan koperasi yang terdiri dari jenis usaha berbeda dalam melayani anggota. Sedangkan koperasi simpan pinjam, fungsi dan peran menghimpun dana dan menyalurkan dana dari oleh dan untuk para anggota, melalui kegiatan usaha simpan pinjam. Koperasi simpan pinjam dapat dijadikan sebagai salah satu atau satu-satunya kegiatan usaha koperasi (Kasmir, 2010:46; Tere, 2014:1).
UU Koperasi Nomor 12 Tahun 1967 dan UU Koperasi Nomor 25 Tahun 1992 merumuskan bahwa badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi yang menjalankan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi dan  berasas kekeluargaan (Hendrojogi, 2012: 27-28, 342). Sementara itu, Induk Koperasi Kredit (2003: 1) merumuskan koperasi kredit sebagai berikut:
Badan usaha yang dimiliki oleh sekumpulan orang dalam suatu ikatan pemersatu, yang bersepakat untuk menabungkan uang mereka sehingga menciptakan modal bersama guna dipinjamkan diantara sesama mereka dengan bunga yang layak serta untuk tujuan produktif dan kesejahteraan.
Koperasi kredit merupakan salah satu jenis lembaga keuangan non bank yang menjadi fokus pembahasan dalam penelitian perkembangan lembaga keuangan di Asia Tenggara (Meagher et al., 2006). Memasuki tahun 2000, koperasi Indonesia didominasi oleh koperasi kredit yang mengusai antara 55%-60% dari keseluruhan aset koperasi (Tambunan, 2009).
Eksistensi koperasi di Indonesia dan juga koperasi kredit hingga kini masih selalu menjadi perbincangan hangat terutama pada kalangan akademisi seakan-akan tidak ada habisnya. Dalam hal ini ada dua kelompok yang berbeda pendapat. Kelompok pertama berpendapat bahwa koperasi “gagal total”. Rujukan pendapat mereka adalah tujuan koperasi (kopdit) mensejahterakan para anggotanya. Artinya, jika para anggota tidak sejahtera maka berarti koperasi (kopdit) gagal mewujudkan fungsi dan peran utamanya. Kelompok kedua berpendapat bahwa ada koperasi (kopdit) yang ‘berhasil’. Pendapat mereka mengacu pada koperasi yang menghasilkan sisa hasil usaha (SHU), pertumbuhan anggota dan pertumbuhan nilai aset  (Tambunan dan Anik, 2009:2).
Tantangan demi tantangan masih dirasakan koperasi termasuk koperasi kredit hingga saat ini.  Wakil Presiden RI periode 2014-2019, Kalla pada pidato kenegaraan dalam rangka Harkopnas (Hari Koperasi Nasional) ke-68 di Kupang tanggal 12 Juli 2015 menyatakan bahwa sekitar 30 persen koperasi dari total di Indonesia sebanyak 200.000 hanya memiliki papan nama dan stempel tanpa ada usaha yang dijalankan. Lebih lanjut beliau menambahkan bahwa dari aspek jumlah memang pertumbuhan koperasi di Indonesia berkembang cukup bagus yakni berjumlah 200.000 unit koperasi. Namun dari aspek kualitas, masih harus dibenahi karena masih ada koperasi yang hanya mengandalkan papan nama dan stempel (Kalla, 14 Juli 2015: 1 dan 14). Memang Wapres Kalla tidak menyebutkan secara jelas jenis koperasi. Hal ini menjadi peringatan bagi gerakan koperasi pada umumnya dan Koperasi Kredit Sangosay pada khususnya.
Peringatan permasalahan yang diungkapkan Kalla ditambah lagi persoalan besar koperasi secara nasional menyangkut jati diri. Penyimpangan jati diri, khususnya prinsip-prinsip koperasi di Indonesia banyak sekali terjadi yang memberikan citra buruk pada koperasi. Hal itu dimulai sejak didirikannya organisasi koperasi yang kurang sesuai dengan definisinya, penyimpangan moralitas dan pelanggaran prinsip-prinsipnya (Soedjono, 2007: 16).  Lebih lanjut Soedjono pun menulis,
Koperasi yang lahir dan berkembang di Indonesia sejak permulaan abad ke-20 sampai sekarang ini terjebak dan menjadi tawanan dalam sistem itu sendiri, yang oleh Bung Karno (alm) pernah dituding sebagai “Zich nestelen in het Kapitalisme” (bersarang secara nyaman dalam kapitalisme). Selama kondisi eksternal tidak menjadi penghalang maka koperasi sendiri yang seharusnya menentukan sikap apakah harus keluar dari jebakan sistem kapitalisme atau merasa mapan berada didalamnya dan ikut arusnya. Bagi koperasi yang setia pada jati dirinya dan cita-citanya maka ia akan keluar dari jebakan-jebakan tersebut dan berkembang dalam koridornya (Soedjono, 2007: 33).
Pernyatan Soedjono didukung penelitian Nirbito (2007:6) yang menyatakan bahwa pemahaman jati diri bagi anggota sangat penting dan dalam penerapannya diperlukan kearifan agar jati diri benar-benar dijadikan sumber kekuatan dan bukan sebaliknya menjadi bebannya koperasi. Ada tiga kelompok persepsi anggota yakni pertama, kelompok yang mempersepsikan jati diri sebagai sesuatu yang secara teguh dipatuhi tanpa kompromi; kedua, kelompok anggota mempersepsikan jati diri sebagai sesuatu yang tidak perlu dipusingkan, nama koperasi yang disandangnya hanyalah sekedar tempelan yang tidak perlu dimaknai; ketiga, kelompok anggota yang tidak memiliki persepsi terhadap jati diri (apatis).
Lebih lanjut Nirbito menegaskan bahwa ketiga kelompok anggota dimaksud, semuanya tidak memungkinkan untuk mengarah pada masa depan koperasi yang cerah. Menurutnya, kelompok anggota pertama akan membuat koperasi statis (tidak berkembang), kelompok anggota kedua akan membuat koperasi berkembang tetapi menyeleweng sedangkan kelompok anggota ketiga akan membuat koperasi menjadi ‘nglempruk’ (tidak punya daya kekuatan).
Berkaitan dengan latar belakang permasalahan di atas, peneliti melihat Koperasi Kredit Sangosay, Ngada sudah mencapai usia 33 tahun dan bertahan di tengah berbagai persoalan yang menimpa jati diri koperasi secara nasional. Apa yang membuat Koperasi Kredit Sangosay bisa bertahan, bertumbuh dan berkembang hingga saat ini.  
Atas dasar itu maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian pada Koperasi Kredit Sangosay dengan judul “Aktualisasi Jati Diri Dalam Pengembangan Koperasi dan Peningkatan Partisipasi Anggota (Studi Kasus Pada Koperasi Kredit Sangosay, Ngada, NTT)”
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar