Kamis, 18 Juni 2009

Belajar BDC (Pengembangan Usaha) di Thailand

Oleh Kosmas Lawa Bagho

Suatu kesempatan berharga bagi saya bersama 4 orang teman yakni Bapak Fransiscus de Fransu, Manajer Puskopdit Swadaya Utama Maumere, Bapak Piter C. Patiladjar, Manajer Kopdit Ankara Lewoleba Maumere dan Bapak R. Anang Tinosaputra, Staf Diklat Puskopdit Bali Arthaguna dan Bapak Christophorus Sukirman, Ketua Pengurus Puskopdit Bogor-Banten melakukan studi atau kunjungan lapangan (Exposure) tentang Pusat Pengembangan Bisnis (BDC) di Koperasi Kredit Thailand, Bangkok sejak tanggal 21 – 27 Februari 2008.


Kegiatan ini dikenal dengan nama ‘2nd CULT Exposure Program 2008’ yang disponsori oleh Credit Union League of Thailand Limited (CULT) merupakan lembaga nasional koperasi kredit Thailand seperti di Indonesia kita kenal Induk Koperasi Kredit (Inkopdit-Jakarta) bekerjasama dengan Association of Asian Confederation of Credit Union (ACCU); pusat koperasi kredit Asia yang berkantor pusat di Bangkapi-Bangkok, Thailand. Ada 8 negara mengirimkan utusannya yakni Thailand sebagai tuan rumah (11 orang) , Mongolia (2 orang) , Philipina (2 orang), Malaysia (3 orang), Korea (1 orang), Srilanka (1 orang), Nepal (1 orang) dan Indonesia (5 orang). Total peserta : 26 orang.

Sharing Pengatahuan dan Pengelaman
Kruewan Chonlanai; Manajer Kantor CULT sekaligus sebagai pelaksana Program Exposure dalam acara pembukaan melaporkan bahwa kegiatan exposure dilakukan untuk sharing pengelaman pengembangan koperasi kredit di masing-masing Negara, membuat jaringan informasi untuk mengatasi kemiskinan masyarakat melalui koperasi kredit serta yang perlu dilakukan selama 1 minggu adalah sharing pengembangan BDC di masing-masing Negara lalu mencari strategi-strategi baru pengembangan BDC dalam rangka membantu anggota mengembangkan usaha produktif demi meningkatkan pendapatan per kapita per keluarga terutama masyarakat di daerah pedesaan.

Sementara itu, Mr. Ranjith Hettiarachchi, General Manager ACCU menekankan kembali makna BDC yakni bukan lembaga untuk membeli dan menjual produk anggota melainkan lembaga konsultasi untuk membangkitkan dan mengembangkan jiwa wirausaha serta berwirausaha anggota, membantu anggota untuk dapat menghitung cashflow, membantu anggota (orang miskin) mendesain produk dan kemasan yang menarik yang memenuhi keinginan dan kebutuhan pasar, membantu promosi dengan menggunakan teknologi IT seperti email dan web-site khusus promosi produk serta membantu memperluas pasar produk anggota. “Di sini kita saling tukar ketrampilan dan pengalaman” kata Ranjith dalam bahasa Inggris dengan aksen Srilanka.

Sedangkan Mr. Sahaphon Sangmek, General Manager CULT mengatakan bahwa peran CULT sesungguhnya memperkuat koperasi kredit di Thailand serta diharapkan melalui kegiatan sharing ‘best practice’ ini dapat memperkuat koperasi kredit di Negara masing-masing terutama 8 negara yang mengambil bagian dalam kegiatan exposure saat ini.

Kegiatan ini juga mau membangun mitra CULT dengan Induk Koperasi Kredit di Negara masing-masing sebagai tempat pembelajaran, sharing pendapat dan pengetahuan. ‘Diharapakan setelah mengikuti kegiatan ini masing-masing orang dapat melakukannya di Negara masing-masing tentu yang dianggap baik’, katanya mengajak.

CULT adalah lembaga sekunder nasional yang bertindak sebagai pusat pelayanan keuangan, IT, dan pengembangan SDM. Dalam pengembangan koperasi kredit, CULT berkomitmen menerapkan nilai kejujuran, kerja keras/pengorbanan, tanggungjawab, empati dan kebenaran.


Berkenalan dengan CULT (Credit Union League of Thailand Limited)

CULT dibentuk pada tahun 1968. Pembentukan CULT sebagai lembaga sekunder tingkat nasional diinspirasi oleh sejarah gerakan koperasi kredit dunia tahun 1914 di India (Sir Bernard Hunter), 1915 di Jerman (Raffaisien), Pendaftaran Koperasi pertama di Thailand (Koperasi Wat Chan) tanggal 26 Februari 1916 dan Bulan Februari menjadi Hari Koperasi Nasional Thailand yang dirayakan secara meriah hingga kini sebagai bentuk promosi. Tahun 1935, terdaftar koperasi pertanian pada pemerintah diikuti koperasi konsumsi tahun 1938 dan tahun 1968 beberapa koperasi kecil beramalgamasi.

Hingga kini Negara Thailand memiliki 7 tipe koperasi yakni Koperasi Pertanian, Koperasi Jasa Akomodasi, Koperasi Perikanan, Koperasi Simpan-Pinjam, Koperasi Konsumsi, Koperasi Pelayanan dan Koperasi Kredit. Masing-masing berotonomi tetapi tetap bermitra saling menguntungkan.Menarik bahwa semua jenis koperasi ini diperlakukan sama di mata pemerintah dan hukum. Intinya semua jenis koperasi harus bisa memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup secara perorangan dan kelompok.

Tidak kalah menarik juga ada perbedaan jelas antara koperasi simpan pinjam yang berbasis pada pengembangan lembaga (Institutional Based) dengan lembaga nasionalnya bernama FSCT (Federation of Savings and Credit Cooperative of Thailand, Ltd) yang juga ikut mengembangkan koperasi kredit dalam negeri dan di negara lain seperti pengembangan Koperasi Kredit di Laos, MOCCU (Mongolian Confederation of Credit Union) di Mongolia, Koperasi Kredit Barangka di Philipina dan Puskopdit Swadaya Utama Maumere, Indonesia sementara koperasi kredit berbasis pada pengembangan masyarakat (Community Based) dengan lembaga nasionalnya bernama CULT (Credit Union League of Thailand, Ltd) yang juga tidak kalah agresif membantu pengembangan koperasi kredit Asia dengan mengadakan kegiatan-kegiatan berskala Asia seperti 2nd CULT Exposure Program 2008 dan program pemberdayaan lainnya yang melibatkan para utusan dari negara lain. Kedua lembaga ini memiliki hubungan kerja yang erat dan bahu membahu memperkuat koperasi kredit. Keduanya tidak saling memojokkan apalagi saling melenyapkan.


Program Pendidikan dan Pelatihan CULT:
Materi Dasar (Basic Subject) : Peran dan tanggungjawab RAT, peran dan tanggungjawab pengurus, pengawas, manajemen dan anggota, Akuntansi tingkat 1 dan 2, Perencanaan dan Anggaran, Teknik Rapat yang Efektif, Manajemen Keuangan di Koperasi Kredit.

Materi Pengembangan : (Advance Subject): TOT para pelaksana pendidikan, pelatihan manajer dan staf, Pengembangan Lembaga Koperasi Kredit, promosi/iklan moderen (IT), Pelayanan yang Mengesankan (CRM/Service Excellent), Pengembangan Sumber Daya Manusia (HRD), Microfinance, IT dalam Koperasi Kredit, Manajemen Perkreditan, Pola Kebijakan atau Tata Aturan Pelayanan dalam Koperasi Kredit, Kepemimpinan yang Transformatif serta Pembelajaran Orang Muda (youth campus).House Training: Keuangan, Pengembangan Produk dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (HRD).

CULT memiliki 6 kantor cabang pada 75 provinsi dengan 1,277 koperasi kredit serta anggota perorangan 754,981 menurut data per 31 Desember 2007.



Konsep dan Strategi BDC (Pusat Pengembangan Bisnis)

Ranjith Hettiarachchi, General Manajer ACCU mengawali pemaparannya dengan menampilkan data tentang orang miskin di dunia. Masih banyak penduduk dunia yang masih sangat miskin kurang lebih 20% dan akan bertambah sesuai kondisi di Negara masing-masing. Untuk itu Kopdit hendaknya mengakses mereka melalui program CUMI.

CUMI (Credit Union Microfinance Inovation) adalah sebuah produk desain khusus untuk menyediakan akses kepada orang miskin untuk menabung secara berkelanjutan dan meminjam secara bertanggungjawab, menyediakan pendidikan dan pelatihan, memberikan akses lembaga keuangan bagi orang miskin yang berwirausaha yang tidak memiliki kesempatan menabung dan meminjam uang pada lembaga keuangan formal, membangkitkan wirausaha anggota dari kalangan orang miskin, menggabungkan anggota yang pendapatan kecil kedalam lembaga yang kuat seperti koperasi kredit.


Program CUMI berhubungan sangat erat dengan BDC (Business Development Center). Dalam pengembangan BDC perlu memperhatikan, ‘Mengapa kita membutuhkan BDC, Bagaimana mengembangkannya, Apa pelayanan BDC, Apa keuntungan BDC dan Bagaimana Kopdit/Puskopdit mendukung BDC?.

Kita butuh BDC karena tingkat pertumbuhan ekonomi orang miskin sangat lamban termasuk tidak adanya jiwa wirausaha, anggota/orang miskin memiliki kesempatan yang terbatas mengembangkan bisnis, terbatasnya akses informasi dan pasar yang lebih luas, membutuhkan konsultasi bisnis (perencanaan bisnis, manajemen keuangan, manajemen operasi produksi, pemasaran dan IT, sponsor perdagangan produk serta penghubung antara pembeli dengan pembuat tanpa melalui orang kedua).

Cara pengembangan BDC adalah membuat proposal kegiatan BDC untuk mendapat persetujuan pengurus, manajer dan anggota, merekrut staf BDC melalui pengumunan terbuka yang diikuti seleksi yang profesional, melakukan kontrak dan orientasi tugas bagi staf yang telah direkrut, menyediakan show-room BDC yang dilengkapi dengan IT, memperkenalkan kegiatan dan hasil BDC kepada anggota dan publik melalui pertemuan, brosur, bulletin, media elektronik seperti RRI dan media massa misalnya Flores Pos. Sedangkan centra pelayanan BDC adalah analisis produk termasuk analisis kebutuhan anggota (kebutuhan makanan, elektronik, pertanian: peralatan & produk, tranportasi, akomodasi dll), promosi penjulan produk-produk anggota (pamphlet, bulletin, siaran radio, email, web-site dll), menyediakan pelayanan kepada anggota (pembayaran telepon,transfer uang, desain kartu nama, fax, foto copy, internet dll).

Sementara itu keuntungan BDC seperti adanya relasi yang harmonis antar anggota dengan koperasi kredit terutama proses produksi yakni para pembuat produk, penjualan dan pelayanan, produk lebih banyak dan bervariasi yang dipasarkan kepada anggota dan publik dengan harga murah namun tetap bermutu tinggi, menigkatkan lebih banyak pendapatan, anggota lebih banyak mendapat pendapatan dan deviden serta Kopdit dapat melakukan kerjasama dengan toko lain dan citra Kopdit lebih baik di tengah masyarakat.

Tentang dukungan Kopdit/Puskopdit terhadap BDC adalah memasukan program pengembangan BDC dalam perencanaan strategis koperasi kredit, menyediakan show-room untuk menampilkan sampel usaha anggota, menyediakan dana secukupnya, menyiapkan sarana dan prasarana serta komit mengembangkan BDC secara berkelanjutan. BDC bukan lembaga baru dalam koperasi kredit/Puskopdit melainkan salah satu devisi mendongrak wirausaha anggota terutama perempuan dan orang miskin.


Kunjungan Lapangan
Tanggal 23 Februari 2008, peserta berkesempatan melakukan kunjungan langsung pada Koperasi Kredit Klongchan dan Kopdit St. Peter yang diangap cukup berhasil menerapkan BDC. Ada banyak pembelajaran pada 2 Koperasi Kredit yang dikunjungi namun saya meringkasnya sebagai berikut :

Best Brand Image:
Kedua koperasi kredit (Klongchan dan St. Piter) menerapkan manajemen profesional yang didukung dengan kepengurusan yang visioner. Mereka sungguh-sungguh fokus mengembangkan koperasi kredit sebagai salah satu lembaga keuangan alternatif yang dikelola secara serius dan sungguh-sungguh. Koperasi kredit memang lembaga pelayanan yang berpihak pada orang miskin namum bukan lembaga orang-orang miskin. Mereka membangun kantor megah berlantai 3 dengan interior yang representatif dilengkapi high technologi (IT). Setiap kantor dilengkapi dengan asrama penginapan serta garasi mobil yang diset secara menarik. Rasanya kantor sudah menjadi tempat yang aman bagi anggota dan siapa saja untuk bertransaksi dan menginvestasi uang dan ketrampilan (HRD).

Pusat Pengembangan Bisnis (BDC) digarap sangat sungguh-sungguh dan fokus. Kedua koperasi kredit sadar bahwa apabila hanya memobilisasi simpanan tanpa pengembangan produk/usaha anggota maka akan terjadi idle cash (kas ngaggur) atau menabung tidak berkelanjutan yang akan menimbulkan kredit macet. Oleh karenanya mereka sungguh-sungguh menggarap BDC sebagai salah satu jalan keluar untuk meningkatkan pendapatan anggota dengan sendirinya meningkatkan pendapatan kopdit dan federasi. BDC bukanlah lembaga yang terpisah dari koperasi kredit. Dia hanya salah satu devisi yang membantu pendidikan dan pelatihan anggota, bantuan teknologi (IT), desain produk dan pemasaran (website dan email), menyediakan ruangan semacam ‘show-room’ untuk memamerkan sampel-sampel produk anggota.

Pengembangan SDM (HRD). Pendidikan tetap menjadi prioritas pertama dan utama dalam seluruh gerakan koperasi kredit di Thailand. Pintu masuk menjadi anggota kopdit melalui pendidikan. Anggota harus mengikuti pendidikan dasar dan lanjutan yang diikuti dengan pre-test dan past-test secara ketat dan tanpa kompromi. Apabila ada anggota yang belum lulus past-test maka ia harus mengikuti dari awal. Pendidikan dan pengembangan ini diikuti ketersediaan dana 15% dari pendapatan kotor setiap tahun. Pengembangan SDM bisa dilakukan dalam negeri maupun di luar negeri yang penting bisa memajukan koperasi kredit dan terutama meningkatkan pendapatan anggota perorangan dengan memanfaatkan pelayanan koperasi kredit.

Perencanaan Strategis yang SMART dan memiliki komitmen untuk melakukan. Mungkin kita sudah biasa melakukan perencanaan strategis namun terkadang hanya menjadi hiasan di laci atau lemari dan terkadang SP-nya dibuat sangat diawang-awang yang agak sulit untuk diwujudkan dalam tindakan nyata. Mereka melakukan SP secara SMART dan berkomitmen untuk menerapkan. Tidak hanya banyak bicara tetapi banyak bicara dan banyak melakukan sehingga hasilnya sangat mengagumkan. Setiap koperasi kredit memilik SP. SP-nya nampak sederhana seperti : latihan teknik (administrasi dan akuntansi), promosi kopdit melalui web-site, seminar dan lokakarya dengan mengundang tenaga ahli bagi pengurus dan staf serta pendidikan bagi staf BDC.

Pengembangan Anggota Perempuan dan Kaum Muda (Youth: 0-13, 14-21 thn). Koperasi kredit-koperasi kredit di Thailand memiliki komitmen kuat untuk mengembangkan pemberdayaan perempuan dan kaum muda untuk terlibat aktif dalam keseluruhan aktivitas koperasi kredit. Perempuan dan kaum muda diberi pendidikan dan pelatihan sedemikian rupa serta bimbingan yang ketat namun dibuat secara manarik sehingga banyak perempuan dan kaum muda mulai menjadi anggota koperasi kredit. Tidak hanya itu saja. Bahkan kini perempuan dan kaum muda menjadi pengurus atau manajemen dalam koperasi kredit dengan perbandingan 70 : 30. Sekedar contoh di CULT sendiri dari 100 karyawan : 70 orangnya perempuan dan belum menikah dan di Kopdit Klongchan dari 400 karyawan 300 orangnya perempuan dan muda. Kita tidak heran kalau yang menyambut kita adalah orang-orang muda dan perempuan-perempuan cantik. Katanya sebagai best promosi.

Program Penghargaan. Kedua Kopdit memiliki program permanen untuk memberikan penghargaan kepada orang-orang yang berjasa mengembangkan koperasi kredit baik pendiri, kepengurusan, manajemen dan anggota termasuk orang memiliki keahlian khusus dari luar koperasi yang ikut mengembangkan koperasi kredit. Penghargaan juga diberikan kepada setiap orang yang melakukan kunjungan ke koperasi kredit. Penghargaan bisa dalam bentuk plakat/piagam. Tindakan kecil tetapi berimplikasi pada image koperasi kredit. Pemberian penghargaan juga bermakna untuk tidak melupakan sejarah. Mereka bersedia mengumpulkan barang-barang rongsokan yang bermakna sejarah misalnya mesin ketik tua, telelpon tua, meja, kursi, foto dll sejak awal pendirian. Ini tanda penghargaan pada jerih lelah yang telah ditumpahkan oleh para perintis.

Program Tanggungjawab Sosial. Kedua koperasi kredit juga mengembangkan program tanggungjawab sosial seperti sumbangan kematian kepada anggota selain program Daperma, menyediakan tempat olahraga bagi anak-anak dan kaum muda serta menyediakan program beasiswa bagi kaum muda, menyediakan tempat pembelajaran kreatif bagi orang muda, mendukung sekolah dasar di daerah pedesaan dan mensuport tenaga dan dana bagi pengembangan koperasi kredit internasional. Hal ini dirancang sedemikian sehingga tidak menimbulkan kecemburuan dan tetap dilakukan secara berkelanjutan dari generasi ke generasi tanpa muncul perdebatan dalam RAT.

Koperasi Kredit-Koperasi Kredit di Thailand maju karena kesungguhan dan keseriusan dilandasi kejujuran para fungsionaris maupun anggota untuk mengembangkannya serta tidak kalah penting adanya kerja sama lintas sektor baik pemerintah, LSM dan Swasta lainnya. Kapan tiba waktunya untuk Gerakan Koperasi Kredit di Indonesia khususnya di Puskopdit Bekatigade Ende-Ngada?
Dimuat pada Buletin BK3 Jakarta, edisi III Tahun 2008

Read more...

Minggu, 07 Juni 2009

Kopdit: Melangkah Lintas Batas

Oleh Kosmas Lawa Bagho

Menjadi Garam dan Terang Dunia. Itulah tema Perayaan Ekaristi Syukur Rapat Anggota Tahunan IX Pusat Koperasi Kredit Bekatigade Ende-Ngada (PUSKOPDIT BEN) Tahun Buku 2007 yang dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 25 Januari 2008, bertempat di Aula Pusdiklat Koperasi Kredit, Jalan Melati No.1 Ende.


Studi Lapangan (Exposure) di Bangkok, Februari 2008

Perayaan ini sebagai kegiatan awal pembukaan RAT sekaligus puncak perayaan syukur segenap insan koperasi kredit yang tergabung dalam Puskopdit BEN atas seluruh penyertaan YANG KUASA terhadap perjalanan gerakan Koperasi Kredit (Credit Union) sejak pembentukan hingga saat ini.

Menurut catatan perjalanan Koperasi Kredit Indonesia dalam buku ‘Menyongsong Tantangan Abad ke-21’ terbitan Induk Koperasi Kredit (Inkopdit)-Jakarta tahun 1995, terbentuknya koperasi kredit (credit union) pertama di Nusa Tenggara Timur bagian Barat pada tahun 1972. Saat itu sekelompok anak muda guru SMAK Syuradikara Ende membentuk credit union di lingkungan asramanya dengan nama ‘Jayakarta’. Juni 1974, CU (credit union) Jayakarta bekerjasama dengan Delsos (kini PSE) Ende (Pater Ir. B. J. Baack, SVD) dan CUCO (kini Inkopdit) menyelenggarakan kursus dasar credit union yang diikuti oleh peserta dari daerah Flores.

Sejak itulah Credit Union (koperasi kredit) berkembang di seluruh Flores dan untuk daerah wilayah barat hingga daratan Sumba berpayung pada Badan Koordinasi Koperasi Kredit wilayah Barat yang lebih dikenal dengan BK3D NTT Barat. BK3D NTT Barat dengan kegiatan utamanya Silang Pinjam Daerah (SPD) dimulai pada tanggal 07 Juli 1985 yang meliputi Kabupaten Ende, Ngada, Manggarai, Sumba Timur dan Sumba Barat.

Tahun 1992, Sumba Timur dan Sumba Barat berdiri sendiri dan 3 tahun kemudian tepatnya tahun 1995, Manggarai pun berdiri sendiri yang langsung difasilitasi dari Inkopdit – Jakarta. BK3D NTT Barat berubah nama atau lebih tepatnya peningkatan perannya menjadi Pusat Koperasi Kredit Bekatigade Ende-Ngada (PUSKOPDIT BEN) pada tanggal 22 Agustus 1998 dalam sebuah forum Rapat Anggota Khusus dan mendapat pengakuan formal dari pemerintah pada tanggal 30 Maret 1999 dengan nomor: 03/BH/KWK.
24/III/1999.


Dipanggil Menjadi Garam dan Terang Dunia Puskopdit Bekatigade Ende-Ngada bersama kopdit primer sejak awal pembentukannya hingga saat ini dipanggil untuk menjadi garam dan terang bagi kurang lebih 33 ribu masyarakat akar rumput/anggota di tiga Kabupaten: Ende, Ngada dan Nagekeo. Tidak berlebihan bahwa selama kurun waktu 30 tahun lewat, Puskopdit Bekatigade Ende-Ngada dan 62 primernya telah berusaha sekuat tenaga dan berjuang ekstra keras menggarami sekat-sekat primordial dan menerangi gaya hidup menghabiskan agar masyarakat di wilayah ini bisa hidup sedikit lebih maju dan sejahtera tanpa melihat warna suku, ras, agama dan status sosial.

Puskopdit dan primernya seolah telah berubah wujudnya menjadi taman luas yang sejuk dan damai bagi seluruh masyarakat di daerah ini. Puskopdit berkomitmen memberdayakan masyarakat akar rumput terutama perempuan dan anak-anak. Tentang pemberdayaan perempuan merupakan gerakan seluruh koperasi kredit/credit union di tingkat Asia (ACCU Bangkok-Thailand). Walaupun harus diakui bahwa perjalanannya tidak selalu manis dan penuh cahaya keberhasilan namun lembaga ini tetap eksis sebagai salah satu butir garam pembebasan orang-orang miskin, cahaya pertobatan bagi para tawanan hidup boros serta terang perubahan perilaku ijon dan rentenir demi meningkatkan harkat dan martabat manusia melalui usaha simpan-pinjam yang lahir atas inisiatif dan kekuatan murni masyarakat itu sendiri. Ia hadir bagaikan oase di tengah padang gurun kemunduran hidup mandiri akibat rasa ketergantungan berlebihan kepada pihak lain termasuk kepada negara sekalipun.

Menjadi garam dan terang dunia merupakan komitmen Puskopdit dan primer dalam keseluruhan karya dan pelayanannya bagi anggota dan seluruh masyarakat di wilayah ini. Apabila garam pelayanan Puskopdit dan primer telah menjadi tawar akibat Pengurus dan manajer salah urus maka apa gunanya selain ditinggalkan anggota dan seluruh masyarakat. Untuk itu Forum Rapat Anggota dijadikan ajang refleksi kritis seluruh anggota Puskopdit Bekatigade Ende-Ngada terhadap apa yang telah dihasilkan serta mencari strategi-strategi baru pemberdayaan untuk lebih mendongkrak tingkat kesejahteraan anggota maupun masyarakat luas di Flores terutama masyarakat di Ende, Ngada dan Nagekeo. Juga diharapkan agar para fungsionaris yang terpilih nanti tetap bersemangat menjadi garam dan terang dunia dengan karya-karya nyata meski harus berhadapan dengan berbagai tantangan dan hambatan.

Anggota dan Asset terus bertambah Rasanya pertumbuhan anggota dan asset atau kekayaan 62 koperasi kredit di wilayah Puskopdit BEN belumlah spektakuler seperti apa yang dilakukan teman-teman gerakan di Kalimantan khususnya Kalimantan Barat yang senantiasa langganan menduduki peringkat 1 di tingkat Induk Koperasi Kredit (Inkopdit). Walaupun demikian Puskopdit BEN telah mengukir prestasi tersendiri dengan merangkul 33 ribu anggota per Desember 2007 dari tahun lalu hanya 25 ribu anggota sementara modal sendiri mencapai 75 M dari 53 M tahun lalu, non saham 24 M dari 17 M, pinjaman yang dimanfaatkan 33 ribu anggota 109 M dari 77 M tahun lalu dan kekayaan (asset) 131 M dari 91 M tahun buku 2006. Kini Puskopdit komit menerapkan manajemen professional berbasiskan ‘service excellent atau customer relationship management’ dengan memanfaatkan teknologi informasi (IT) komputerisasi. Yang membanggakan bahwa pada tanggal 25 Januari 2008, Puskopdit Bekatigade Ende-Ngada meluncurkan web-sitenya. Bravo Puskopdit BEN.

Pernah dimuat di HU Flores Pos, 24 Januari 2008

Read more...

Kamis, 28 Mei 2009

Mengapa orang tidak menjadi anggota kopdit

Oleh Kosmas Lawa Bagho

Judul tulisan ini mungkin mengundang kontro versi. Saya tidak bermaksud apa-apa selain hanya mengapresiasi apa yang telah ditulis sahabat saya Paskalis X. Hurint pada media Flores Pos, 13 Juni 2007  dengan judul yang cukup menggugat ‘Mengapa Koperasi Kredit’. Sang penulis mengungkapkan secara cukup lugas apa yang dialami, dilihat, didengar dan dirasakannya sebagai anggota koperasi kredit.


Pelatihan Master Auditor di Thailand, Januari 2009.


Menurut kesaksiannya, banyak butir mutiara dan emas yang terkandung di dalam koperasi kredit. Setelah membaca, mencermati dan mendalami keseluruhan tulisan bersangkutan, muncul pertanyaan ‘Mengapa Orang Tidak Menjadi Anggota Koperasi Kredit ?’

Kegelisahan pertanyaan ini timbul apabila kita merujuk awal-mula perintisan dan pertumbuhan benih Koperasi Kredit di bumi Flores tercinta. Menurut sejarah mencatat bahwa sejak dekade tahun 1970-an, Koperasi Kredit yang dulu lebih dikenal dengan Credit Union sudah mulai malang melintang menyapa insan-insan di pulau bunga yang kaya akan sumber daya alamnya tetapi data Kepala Keluarga miskin makin tahun makin meningkat.


Jika kita menoleh pada sejarah perintisannya berarti sudah kurang lebih 30 tahun. Ada koperasi kredit yang menjadi saksi sejarah meski harus diakui ada beberapa diantaranya kurang menggembirakan pertumbuhan dan perkembangannya. 30 tahun bukanlah waktu yang pendek bagi koperasi kredit/credit union beranimasi di pertiwi ini. Besar harapan semua warga di wilayah ini paling tidak 50% menjadi anggota koperasi kredit untuk memperbaiki taraf hidupnya. Namun fakta berkata lain.

Menurut data yang ada pada Pusat Koperasi Kredit Bekatigade Ende-Ngada (PUSKOPDIT BEN) per 31 Desember 2006 menunjukkan bahwa keanggoataan lembaga yang dikategorikan dalam 3 kelompok yakni Anggota (25), Calon Anggota (24) dan Kelompok Binaan (13) sehingga totalnya menjadi 62 koperasi kredit. Dari 62 kopdit ini baru mengumpulkan keanggotaan per orangan 27,056 dengan jumlah kekayaan Rp. 94,620,201,000 sementara modal sendiri Rp. 51,399,330,000, pinjaman beredar Rp. 79,011,738,000 dan simpanan non saham Rp.18,357,691,000. Jumlah ini belum sebanding dengan penduduk di dua kabupaten sebelum ada pemekaran Nagekeo dari Ngada.

Data yang coba direkam Puskopdit BEN menyatakan bahwa jumlah anggota koperasi kredit untuk Kabupaten Ngada sebelum pemekaran baru 8,2% atau 20,197 dari total penduduk 244,521 dan untuk Kabupaten Ende 2,8% atau 6,859 dari 246,018 jumlah penduduk. Itu berarti pangsa pasar bagi koperasi kredit/credit union masih sangat luas.

Namun yang sangat menarik adalah jumlah simpanan non saham sebagai simbol kepercayaan masyarakat menginvestasikan keuangannya pada koperasi kredit yang baru dimulai tahun 2001 sebesar Rp. 18,357,691,000. Ini pun tidak semua koperasi kredit melakukannya. Memang patut disadari bahwa pengelolaan koperasi kredit secara serius dan sungguh-sungguh baru dimulai pada tahun 2000-2001 setelah memperoleh berbagai fasilitasi pendidikan dari Dewan Koperasi Kanada (CCA-Canada) dengan program unggulannya ‘Kopdit Model 2000’ serta berbagai studi banding ke beberapa BK3D/Puskopdit di Indonesia termasuk BK3D Kalimantan maupun di Philipina dan Srilanka.

Gereja Lokal Terlibat
Penulis adalah pemain baru dalam institusi pemberdayaan akar rumput yang benar-benar lahir dari masyarakat dengan segala ‘keterpesonaan maupun kekurangannya’. Baru bergabung Mei 1997. Penulis rasakan, ada suka dan ada duka. Ada kabar gembira dan air mata. Bekerja di lembaga ini bagaikan episode dalam teater atau drama. Episode itu terasa semakin dramatis dan seru apabila ada peran antagonis maupun protagonis. Paruh waktu 1997-2000 merupakan masa-masa ketidakpercayaan (krisis) masyarakat terhadap koperasi kredit lantaran ada satu dua kopdit bubar yang menimbulkan berbagai luka traumatis yang sangat dalam. Namun para aktivis gerakan ini tidak tinggal diam, berpangku tangan apalagi yang namanya ‘menyerah’.

Mereka berjuang dan bangkit dari tidur lelap atau mati suri. Perjuangan mereka mulai menemukan titik terang. Secara ke dalam, melakukan konsolidasi dan inovasi tanpa henti dan secara keluar melakukan negosiasi maupun berjejaring dengan pemerintah, gereja, para imam mesjid, tokoh umat dan semua orang yang berkehendak baik untuk merubah nasib. Berbagai terobosan ini mendapat simpati dan perkembangan koperasi kredit pun mulai diangkat kembali ke singgasana seperti pada awal perjuangannya.

Perhatian gereja lokal juga berperan besar di wilayah yang mayoritas katolik ini. Meski harus diakui bukan datang secara hirarkis tetapi hanya beberapa pastor yang memiliki kepedulian dengan umatnya yang miskin. Mereka bahkan tidak hanya berkotbah tentang kopdit di mimbar tetapi juga terjun langsung menjadi anggota. Bahkan di setiap kopdit di wilayah paroki tertentu, pastor kepala paroki menjadi salah satu penasihat sebagai pengawal moral dan hati nurani yang jujur.

Namun rasanya pengaruh perorangan kurang meluas. Angin segar bagi gerakan ini baru tiba pada saat lokakarya perencanaan strategis yang dilaksanakan di Aula PSE Ende sejak tanggal 11-13 Juni 2007 kemarin. Tidak tanggung-tanggung Keuskupan Agung Ende (PSE) memprakarsai serta melahirkan bayi kopdit dengan nama ‘Credit Union Gerbang Kasih (Gerakan Rakyat Membangun Kesejahteraan dalam Kasih)’ yang difasilitasi Tim BK3D Kalimantan, Bapak A. Meccer dkk.

Bayi Gerbang Kasih yang baru lahir dan PSE-KAE sebagai ibunya tidak main-main dalam menetapkan target dan sasarannya. Tiga tahun ke depan (31 Desember 2009), bayi ini harus mencapai target 15,108 anggota dengan total asset Rp. 45 M sekian yang rata-rata simpanan per anggota Rp. 3,000,000.- Bayi Gerbang Kasih meliputi wilayah kerja 3 kabupaten dengan kurang lebih 37 paroki. Jika para awaknya yang sebagian ‘klerus’ bekerja profesional dan segala target dapat dicapai dengan elegan, tetap menjunjung tinggi filosofi dan jati diri koperasi kredit /credit union maka kegelisahan saya diawal tulisan ini tidak perlu terjadi.

Berkompetisi Secara Sehat dalam Kemitraan Sejati
Kehadiran CU Gerbang Kasih yang disponsori PSE-KAE tidak berarti menjadi lonceng kematian bagi gerakan koperasi kredit yang sudah ada yang lahir atas inisiatif masyarakat (umat) sendiri dengan berbagai pesona dan persoalan pengelolaannya. Justru kelahiran sang bayi hendaknya menjadi sumber inspirasi yang produktif untuk merangsang kreativitas menciptakan berbagai strategi dan produk yang menggait kurang lebih 90% masyarakat di Kabupaten Ende, Ngada dan Nagekeo yang belum menjadi anggota. Sebalikya sang bayi jangan mau menang sendiri.

Kita berharap jika kita dapat bekerjasama maka cita-cita menggempur musuh bersama yakni kemiskinan dan kemelaratan serta menciptakan investor-investor handal di tanah sendiri dapat kita raih secara sukses dalam kebersamaan. Dengan demikian tidak ada lagi rakyat (umat) kita yang terus-menerus mengharapkan Bantuan Tunai Langsung. Di atas pundak kita ada rasa tanggungjawab bersama agar masyarakat di daerah ini memiliki harga diri, kepercayaan dan mampu berdiri di kaki sendiri secara sosial, budaya, ekonomi dan politik. Tidak ada lagi yang menggantungkan hidupnya pada orang lain. Oleh karenanya kita perlu membentuk karakter (watak) baru, memberdayakan manusia melalui wadah yang namanya koperasi kredit atau credit union.

Diharapkan juga kehadiran sang bayi tidak berarti menghapus segala jerih lelah, keringat dan air mata atas segala upaya dan perjuangan yang telah dilakukan puluhan tahun sebelumnya. Tentu dengan berbagai kelemahan dan kelebihannya yang unik. Indah rasanya jika taman Flores ini dipenuhi oleh beraneka jenis warna bunga yang cantik. Sebab pepatah tua mengatakan, ‘kita baru bisa mengetahui ada ruas buku yang kedua karena ada ruas buku yang pertama’. Walaupun patut diakui bahwa ruas buku yang pertama itu kurang menawan, kurang berhasil, jelek dan lain sebagainya. Untuk itu kompetisi secara sehat dalam kemitraan sejati adalah sesuatu yang tepat dan mutlak diperlukan untuk dilakukan dengan dilandasi dialog yang jujur dan saling percaya.

Pernah dimuat di HU Flores Pos, 27 Juni 2007


Read more...

Ada Apa dengan Tambang Flores

Oleh Kosmas Lawa Bagho

Menarik untuk disimak apa yang sedang terjadi akhir-akhir ini dengan pulau Flores, pulau bunga. Saat ini, para pemimpin dan DPRD bergerilia dengan waktu berupaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kesejahteraan masyarakatnya melalui kegiatan penambangan. Secara kasat mata, pemerintah dan wakil rakyat daerah Flores dari Kabupaten Lembata hingga Manggarai Barat seakan sedang membangun sebuah tesis yang logis dan sahih bahwa apabila mau hidup sejahtera, masyarakat di daerah ini harus menyerahkan berbagai harta karunnya termasuk harta benda yang paling asasi.

Salah satu contoh nyata yang lagi ngetop dipertontonkan saat ini adalah tanah, batu dan pasir yang telah menjadi tempat pijakan suci sebagai sumber hidup masyarakat secara turun-temurun dieksplorasi sedemikian rupa demi sebuah kesejahteraan yang boleh dikatakan masih menyimpan sejuta tanda tanya besar. Mungkin sebuah tanda tanya yang tidak akan pernah ada jawabannya.

Untuk mencapai maksud itu, para pemimpin dan wakil rakyat seolah-olah tak pernah bergeming atau memandang sebelah mata terhadap berbagai aksi penolakan keras yang dilakukan oleh masyarakat yang telah menghantar mereka ke singgasana tampuk kekuasaan dan sekaligus menjadi orang pertama yang seharusnya menikmati hasil penambangan. Menjadi tanda tanya besar jikalau nenek moyang kita dahulu melakukan berbagai transaksi dengan pemerintah atau pihak-pihak tertentu untuk kepentingan bersama dari barang yang kecil sampai hal besar seperti penyerahan tanah tanpa meterai, tanda tangan dan apapun namanya namun tidak selalu menimbulkan konflik dikemudian hari.

Pertanyaan kita: apakah mereka terlalu bodoh untuk memutarbalikan fakta atau apa yang melandasinya. Sedangkan kita saat ini dibekali dengan berbagai alat tehnologi canggih namun senantiasa menimbulkan berbagai gejolak dalam sebuah transaksi yang berkaitan langsung dengan kepentingan publik. Lebih riskan lagi konflik itu terjadi selalu berhadapan langsung rakyat dengan pemerintah atau para wakilnya di DPRD yang ia pilih dan menaruh harapan besar untuk mensejahterakan kualitas kehidupannya meski pemerintah atau wakilnya terkadang kurang berpihak pada kebutuhan dasarnya.

Sungguh suatu keanehan namun nyata. Menyedihkan bahwa setiap transaksi atau kontrak kerja menyangkut penambangan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat namun rakyat senantiasa melakukan perlawanan. Apa yang salah dalam transaksi ini?

Koran harian Flores Pos dalam sepekan ini juga memuat secara beruntun tindakan para pengusaha tambang di berbagai daerah di Flores dan penolakan gencar dari masyarakat. Penolakan masyarakat di satu sisi ada benarnya juga. Termasuk para religius ikut memberikan atensi yang serius dan sungguh-sungguh untuk menyelamatkan bumi yang pada akhirnya menyelamatkan manusia dari berbagai bahaya bencana akibat alam tidak lagi bersahabat dengan manusia (bdk. Syair lagu Ebiet G. Ade).

Keterlibatan komunitas religius disertai tinjauan kritis dengan mendatangkan para ahli lingkungan dari berbagai disiplin ilmu. Hal ini mungkin dilatarbelakangi oleh pengalaman nyata mengalami bencana gempa bumi 12 Desember 1992 dan bencana alam lain yang telah menelan korban nyawa manusia yang tidak sedikit jumlahnya dan seluruh harta benda.

Tindakan keperihatinan para religius terlihat cukup unik. Mereka membantu masyarakat menyelamatkan sejengkal tanah, satu biji batu atau pasir miliknya bukan dengan dorongan emosional belaka namun senantiasa berpedoman pada berbagai kajian ilmiah. Tentang penyelamatan tanah, batu dan pasir milik masyarakat atau hak ulayat ini diakui secara jelas dalam UU Agraria nomor 5 Tahun 1960 dan UU Otonomi Daerah nomor 22 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa apabila pemerintah atau pihak manapun ingin mengambil sejengkal tanah, satu biji batu ataupun pasir harus seijin pemiliknya baik perorangan maupun ulayat.

Kita perlu memberikan apresiasi positip terhadap perjuangan kaum religius sebagai realisasi konkret panggilan profetis mereka. ‘Kita salut. Kaum religius kita tajam membaca tanda-tanda zaman. Mereka merasa terpanggil untuk menjalankan peran profetisnya. Melalui spiritualitas dan kharismanya, mereka memiliki komitmen pada rekonsiliasi dan pemulihan keselarasan.

Hati mereka terbakar oleh etika kesejahteraan umum dan etika solidaritas terutama terhadap kaum yang menderita dan yang membutuhkan perhatian. Mereka memiliki jejaring kerja dan membangun komunikasi untuk menyampaikan pesan dan peringatan akan ancaman kerusakan lingkungan hidup yang pada gilirannya memelaratkan masyarakat (Bentara, FP, 11 November 2008). Harapan kita bahwa mereka bersama masyarakat tetap bahu-membahu menyelamatkan bumi dengan cara dan strategi yang manusiawi dan persuasif.

Berita gembira datang dari Ende. DPRD setempat meminta penghentian sementara kegiatan penambangan di Desa Ondorea, Nangapanda. Dalam kasus ini mereka bersikap selangkah lebih maju keberpihakkannya dibandingkan dengan para wakil rakyat di kabupaten lainnya di daerah ini. Permintaan anggota dewan terhormat tersebut berkaitan dengan penolakan masyarakat Ondorea terhadap penambang batu hijau di daerah mereka dalam temu dialog dengan dewan pada tanggal 10 November 2008.

Juru bicara (Jubir) Masyarakat Ondorea, Kristianus Tato dan Abdul Kadir dalam temu dialog itu bersuara lantang bahwa kegiatan penambangan marmer atau sekarang disebut batu hijau di Desa Ondorea sebelumnya tidak ada sosialisasi kepada masyarakat. Lokasi yang mau dijadikan tempat penambangan juga tidak gersang sebagaimana dikatakan tetapi ada lahan garapan petani/masyarakat setempat yang selama ini menghidupi mereka. Lebih disayangkan lagi bahwa kurang lebih 200 meter dari lokasi tempat penambangan ada sumber mata air yang selama ini menjadi sumber hidup sehari-hari masyarakat. Dikhawatirkan jika terjadi penambangan, mata air tersebut akan berkurang atau kering.

Oleh karena itu, Kris meminta agar sebelum melakukan penambangan harus ada studi analisa dampak lingkungan (Amdal) (FP, 10 November 2008) dari pihak yang benar-benar kompeten dalam bidang lingkungan serta dilakukan secara objektif berdasarkan desakan nurani yang jernih. Diharapkan para peneliti Amdal dimaksud belum tergoda oleh berbagai ragam pemberian yang akan menodai wibawa dan moralitas kompetensi keilmuannya. Acapkali kita menyaksikan sudah ada studi Amdal dari pakar ini itu namun akhirnya rakyat di lokasi penambangan selalu menjadi korban.

Oleh karena itu tindakan pencegahan ataupun penolakan masyarakat Flores khususnya Desa Ondorea hendaknya disikapi secara bijaksana oleh pemerintah ataupun pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam bidang penambangan. Masyarakat juga harus terus dicerdaskan agar tidak menyerahkan sejengkal tanah, batu dan pasir serta kandungan ibu pertiwi hanya karena rayuan para pihak untuk kepentingan sesaat.

Kita juga perlu merenungkan dengan nurani jernih pernyataan Pastor Paul Budi Kleden, SVD ketika memberikan seminar pencerahan pertambangan dari sisi teologis di Detusoko, tanggal 6-9 November 2008. Dihadapan para peserta seminar yang diselenggarakan JPIC SVD Ende dan JPIC OFM Indonesia menyatakan bahwa jika manusia diciptakan pada hari ke-6 maka manusia sesungguhnya adalah pendatang baru dalam seluruh ciptaan. Artinya sudah ada ciptaan lain yang mendahuluinya.

Maka sebagai pendatang baru, manusia mestinya menghargai ciptaan lain yang sudah ada sebelumnya. Pandangan ini menegaskan bahwa manusia tidak bisa secara arogan menempatkan diri sebagai penguasa ciptaan yang lain. Apalagi pemilik modal khususnya perusahaan-perusahaan tambang yang memakai argumen ‘rahmat’ dibalik kekayaan alam untuk menyalurkan kelobaan dan ketamakannya. Gagasan penciptaan alam secara bertahap melukiskan sebuah proses menuju kesempurnaan.

Proses ini mestinya menjadi ilham dalam tahap pemanfaatan alam yang hendaknya memperhatikan dimensi waktu dan lintasan generasi. Pengelolaan dan pemanfaatan alam harus memperhatikan dampak jangka panjang yang mencakup generasi yang akan datang (FP, 11 November 2008). Segala sesuatu butuh tahapan, butuh proses, butuh kerja cerdas dan perjuangan termasuk upaya mencapai kesejahateraan. Tidak ada jalan pintas menuju kemakmuran. Tidak ada operasi cesar menuju kebahagiaan.

Hal yang menjadi inti persoalan dalam tulisan ini adalah mengapa pemerintah kita dalam era otonomi daerah begitu gencar mencari para pemodal untuk menambang (operasi cesar) di perut bumi Flores demi meningkatkan PAD yang juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang dipimpinnya? Sementara itu masyarakat yang mau disejahterakan dengan tambang kog begitu gencar melakukan perlawanan dan penolakan? Saya sendiri tidak tahu pasti.

Akan tetapi dari berbagai fenomena yang ditampilkan baik melalui media massa atau pun diskusi non formal dengan sebagian masyarakat di sekitar lokasi tambang bisa disimpulkan sementara bahwa kemungkinan penambangan sebagai salah satu alternatif pendongkrak PAD demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat bukanlah kebutuhan riil (real-needs) masyarakat. Atau memang kegiatan penambangan tidak mendatangkan kesejahteraan tetapi malah malapetaka. Proses penambangan dalam berbagai bentuk sering menjadi awal keberuntungan hanya orang-orang tertentu saja tetapi bukan untuk masyarakat seluruhnya.

Kalau hal ini yang terjadi maka sampai kapan pun masyarakat tidak akan menyerahkan sejengkal tanah, batu dan sebagainya meski telah dilakukan berbagai sosialisasi dan riset Amdal paling akurat sekalipun. Masyarakat begitu kerap tertipu dengan berbagai lipstik pembangunan yang mengatasnamai kesejahteraan. Untuk itu para pemimpin di daerah Flores perlu melakukan inovasi dan kreativitas dalam mencari alternatif lain selain penambangan atau paling tidak melakukan pembangunan yang ramah lingkungan. Kita perlu belajar dari gubernur Gorontalo, Fadel Muhamad yang dengan keberanian melanggar juklak-juknis pusat menciptakan komoditas jagung sebagai unggulan peningkatan PAD dan peningkatan derajat masyarakatnya.

Flores memiliki banyak alternatif untuk itu. Tinggal apakah pemerintah kita berani atau tidak melakukan sesuatu yang lain selain panduan dari pemerintah pusat. Di dalam era otonomi daerah, para pemimpin daerah diberi wewenang yang sangat luas untuk melakukan inovasi sesuai kondisi dan kemampuan daerahnya. Yang penting dibicarakan dan disepakati bersama seluruh komponen yang ada di taman bunga ini agar tidak ada lagi jalan pintas dan menjadi tanggungjawab seluruh masyarkat menuju tangga kesejahteraan bersama (bonum commune).

Pernah dimuat pada HU Flores Pos, 21 November 2008. 

Read more...

Senin, 18 Mei 2009

Jusuf Kalla dan Wiranto Jalani Pemeriksaan di RSPAD

Jakarta (ANTARA News) - Pasangan Capres Jusuf Kalla - Wiranto tiba di RSPAD Gatot Soebroto untuk menjalani pemeriksaan kesehatan sebagai syarat untuk maju dalam Pilpres 8 Juli 2009.Wiranto tiba 15 lebih awal sebelum Jusuf Kalla namun mereka bersamaan memasuki ruang VIP untuk menuju ke tempat pemeriksaan di lantai dua gedung medical checkup RSPAD.

Sambil menuju ke dalam gedung, Jusuf Kalla tersenyum mengatakan "sehat-sehat saja," sementara pasangannya, Wiranto mengatakan "tidak ada persiapan khusus."Masing-masing calon presiden dan wakil presiden akan menjalani pemeriksaan kesehatan selama tujuh hingga delapan jam yang meliputi pemeriksaan psikiatrik (kejiwaan), jantung dan pembuluh darah, neurologi (saraf), sistem pernafasan, mata, THT, sistem hati dan pencernaan, sistem urgonital (ginjal dan saluran kemih), sistem muskuloskeletal (alat gerak).

Pemeriksaan terhadap calon presiden dan wakil presiden itu akan dilakukan oleh 43 dokter yang terdiri atas 29 dokter dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan 14 orang dokter dari RSPAD Gatot Soebroto.

Sebelum menjalani pemeriksaan, seluruh kandidat presiden dan wakil presiden diharuskan untuk puasa mulai pukul 20.00 sehari sebelumnya dan hanya diperkenankan minum air putih.Selanjutnya, pada 06.30 WIB, para kandidat diminta untuk meminum dua gelas air putih dan tidak boleh buang air kecil, hingga dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan di gedung medical check up RSPAD Gatot Soebroto di lantai dua dimana telah disediakan 21 ruangan.


Read more...