Kamis, 28 Mei 2009

Mengapa orang tidak menjadi anggota kopdit

Oleh Kosmas Lawa Bagho

Judul tulisan ini mungkin mengundang kontro versi. Saya tidak bermaksud apa-apa selain hanya mengapresiasi apa yang telah ditulis sahabat saya Paskalis X. Hurint pada media Flores Pos, 13 Juni 2007  dengan judul yang cukup menggugat ‘Mengapa Koperasi Kredit’. Sang penulis mengungkapkan secara cukup lugas apa yang dialami, dilihat, didengar dan dirasakannya sebagai anggota koperasi kredit.


Pelatihan Master Auditor di Thailand, Januari 2009.


Menurut kesaksiannya, banyak butir mutiara dan emas yang terkandung di dalam koperasi kredit. Setelah membaca, mencermati dan mendalami keseluruhan tulisan bersangkutan, muncul pertanyaan ‘Mengapa Orang Tidak Menjadi Anggota Koperasi Kredit ?’

Kegelisahan pertanyaan ini timbul apabila kita merujuk awal-mula perintisan dan pertumbuhan benih Koperasi Kredit di bumi Flores tercinta. Menurut sejarah mencatat bahwa sejak dekade tahun 1970-an, Koperasi Kredit yang dulu lebih dikenal dengan Credit Union sudah mulai malang melintang menyapa insan-insan di pulau bunga yang kaya akan sumber daya alamnya tetapi data Kepala Keluarga miskin makin tahun makin meningkat.


Jika kita menoleh pada sejarah perintisannya berarti sudah kurang lebih 30 tahun. Ada koperasi kredit yang menjadi saksi sejarah meski harus diakui ada beberapa diantaranya kurang menggembirakan pertumbuhan dan perkembangannya. 30 tahun bukanlah waktu yang pendek bagi koperasi kredit/credit union beranimasi di pertiwi ini. Besar harapan semua warga di wilayah ini paling tidak 50% menjadi anggota koperasi kredit untuk memperbaiki taraf hidupnya. Namun fakta berkata lain.

Menurut data yang ada pada Pusat Koperasi Kredit Bekatigade Ende-Ngada (PUSKOPDIT BEN) per 31 Desember 2006 menunjukkan bahwa keanggoataan lembaga yang dikategorikan dalam 3 kelompok yakni Anggota (25), Calon Anggota (24) dan Kelompok Binaan (13) sehingga totalnya menjadi 62 koperasi kredit. Dari 62 kopdit ini baru mengumpulkan keanggotaan per orangan 27,056 dengan jumlah kekayaan Rp. 94,620,201,000 sementara modal sendiri Rp. 51,399,330,000, pinjaman beredar Rp. 79,011,738,000 dan simpanan non saham Rp.18,357,691,000. Jumlah ini belum sebanding dengan penduduk di dua kabupaten sebelum ada pemekaran Nagekeo dari Ngada.

Data yang coba direkam Puskopdit BEN menyatakan bahwa jumlah anggota koperasi kredit untuk Kabupaten Ngada sebelum pemekaran baru 8,2% atau 20,197 dari total penduduk 244,521 dan untuk Kabupaten Ende 2,8% atau 6,859 dari 246,018 jumlah penduduk. Itu berarti pangsa pasar bagi koperasi kredit/credit union masih sangat luas.

Namun yang sangat menarik adalah jumlah simpanan non saham sebagai simbol kepercayaan masyarakat menginvestasikan keuangannya pada koperasi kredit yang baru dimulai tahun 2001 sebesar Rp. 18,357,691,000. Ini pun tidak semua koperasi kredit melakukannya. Memang patut disadari bahwa pengelolaan koperasi kredit secara serius dan sungguh-sungguh baru dimulai pada tahun 2000-2001 setelah memperoleh berbagai fasilitasi pendidikan dari Dewan Koperasi Kanada (CCA-Canada) dengan program unggulannya ‘Kopdit Model 2000’ serta berbagai studi banding ke beberapa BK3D/Puskopdit di Indonesia termasuk BK3D Kalimantan maupun di Philipina dan Srilanka.

Gereja Lokal Terlibat
Penulis adalah pemain baru dalam institusi pemberdayaan akar rumput yang benar-benar lahir dari masyarakat dengan segala ‘keterpesonaan maupun kekurangannya’. Baru bergabung Mei 1997. Penulis rasakan, ada suka dan ada duka. Ada kabar gembira dan air mata. Bekerja di lembaga ini bagaikan episode dalam teater atau drama. Episode itu terasa semakin dramatis dan seru apabila ada peran antagonis maupun protagonis. Paruh waktu 1997-2000 merupakan masa-masa ketidakpercayaan (krisis) masyarakat terhadap koperasi kredit lantaran ada satu dua kopdit bubar yang menimbulkan berbagai luka traumatis yang sangat dalam. Namun para aktivis gerakan ini tidak tinggal diam, berpangku tangan apalagi yang namanya ‘menyerah’.

Mereka berjuang dan bangkit dari tidur lelap atau mati suri. Perjuangan mereka mulai menemukan titik terang. Secara ke dalam, melakukan konsolidasi dan inovasi tanpa henti dan secara keluar melakukan negosiasi maupun berjejaring dengan pemerintah, gereja, para imam mesjid, tokoh umat dan semua orang yang berkehendak baik untuk merubah nasib. Berbagai terobosan ini mendapat simpati dan perkembangan koperasi kredit pun mulai diangkat kembali ke singgasana seperti pada awal perjuangannya.

Perhatian gereja lokal juga berperan besar di wilayah yang mayoritas katolik ini. Meski harus diakui bukan datang secara hirarkis tetapi hanya beberapa pastor yang memiliki kepedulian dengan umatnya yang miskin. Mereka bahkan tidak hanya berkotbah tentang kopdit di mimbar tetapi juga terjun langsung menjadi anggota. Bahkan di setiap kopdit di wilayah paroki tertentu, pastor kepala paroki menjadi salah satu penasihat sebagai pengawal moral dan hati nurani yang jujur.

Namun rasanya pengaruh perorangan kurang meluas. Angin segar bagi gerakan ini baru tiba pada saat lokakarya perencanaan strategis yang dilaksanakan di Aula PSE Ende sejak tanggal 11-13 Juni 2007 kemarin. Tidak tanggung-tanggung Keuskupan Agung Ende (PSE) memprakarsai serta melahirkan bayi kopdit dengan nama ‘Credit Union Gerbang Kasih (Gerakan Rakyat Membangun Kesejahteraan dalam Kasih)’ yang difasilitasi Tim BK3D Kalimantan, Bapak A. Meccer dkk.

Bayi Gerbang Kasih yang baru lahir dan PSE-KAE sebagai ibunya tidak main-main dalam menetapkan target dan sasarannya. Tiga tahun ke depan (31 Desember 2009), bayi ini harus mencapai target 15,108 anggota dengan total asset Rp. 45 M sekian yang rata-rata simpanan per anggota Rp. 3,000,000.- Bayi Gerbang Kasih meliputi wilayah kerja 3 kabupaten dengan kurang lebih 37 paroki. Jika para awaknya yang sebagian ‘klerus’ bekerja profesional dan segala target dapat dicapai dengan elegan, tetap menjunjung tinggi filosofi dan jati diri koperasi kredit /credit union maka kegelisahan saya diawal tulisan ini tidak perlu terjadi.

Berkompetisi Secara Sehat dalam Kemitraan Sejati
Kehadiran CU Gerbang Kasih yang disponsori PSE-KAE tidak berarti menjadi lonceng kematian bagi gerakan koperasi kredit yang sudah ada yang lahir atas inisiatif masyarakat (umat) sendiri dengan berbagai pesona dan persoalan pengelolaannya. Justru kelahiran sang bayi hendaknya menjadi sumber inspirasi yang produktif untuk merangsang kreativitas menciptakan berbagai strategi dan produk yang menggait kurang lebih 90% masyarakat di Kabupaten Ende, Ngada dan Nagekeo yang belum menjadi anggota. Sebalikya sang bayi jangan mau menang sendiri.

Kita berharap jika kita dapat bekerjasama maka cita-cita menggempur musuh bersama yakni kemiskinan dan kemelaratan serta menciptakan investor-investor handal di tanah sendiri dapat kita raih secara sukses dalam kebersamaan. Dengan demikian tidak ada lagi rakyat (umat) kita yang terus-menerus mengharapkan Bantuan Tunai Langsung. Di atas pundak kita ada rasa tanggungjawab bersama agar masyarakat di daerah ini memiliki harga diri, kepercayaan dan mampu berdiri di kaki sendiri secara sosial, budaya, ekonomi dan politik. Tidak ada lagi yang menggantungkan hidupnya pada orang lain. Oleh karenanya kita perlu membentuk karakter (watak) baru, memberdayakan manusia melalui wadah yang namanya koperasi kredit atau credit union.

Diharapkan juga kehadiran sang bayi tidak berarti menghapus segala jerih lelah, keringat dan air mata atas segala upaya dan perjuangan yang telah dilakukan puluhan tahun sebelumnya. Tentu dengan berbagai kelemahan dan kelebihannya yang unik. Indah rasanya jika taman Flores ini dipenuhi oleh beraneka jenis warna bunga yang cantik. Sebab pepatah tua mengatakan, ‘kita baru bisa mengetahui ada ruas buku yang kedua karena ada ruas buku yang pertama’. Walaupun patut diakui bahwa ruas buku yang pertama itu kurang menawan, kurang berhasil, jelek dan lain sebagainya. Untuk itu kompetisi secara sehat dalam kemitraan sejati adalah sesuatu yang tepat dan mutlak diperlukan untuk dilakukan dengan dilandasi dialog yang jujur dan saling percaya.

Pernah dimuat di HU Flores Pos, 27 Juni 2007


Tidak ada komentar:

Posting Komentar