Rabu, 01 November 2017

Pemilukada Serentak: Memilih Pemimpin atau Pejabat

Oleh Kosmas Lawa Bagho
Staf Pengajar Politeknik St. Wilhelmus Flores-Boawae




(Flores Pos, 21 Oktober 2017). Hampir saban tahun, kita rakyat Indonesia selalu berhadapan dengan proses pemilihan sejak digulirkan pemilukada serentak. Kita melaksanakan pemilukada serentak baik pilgub, wali kota dan bupati. Boleh penulis katakan, kita berhadapan dengan pemilihan pemimpin atau pejabat.


Para kader dengan induk partai politik yang ada di Indonesia dari pusat hingga daerah sudah menetapkan target dan strategi agar bisa memunculkan kadernya sendiri dalam perhelatan pesta demokrasi baik pada tingkat kabupaten-kota, provinsi dan bahkan mulai persiapan menuju pilpres dan pileg serentak tahun 2019.

Tentu masing-masing pihak dengan kadar kelebihan dan kelemahan sebagai partai politik sudah memikirkan secara matang agar bisa melenggang dan menang pada kontestasi super ketat tersebut untuk menghasilkan pemimpin yang kompeten, kapabel dan dicintai rakyatnya.

***
Tahun 2018, ada pemilukada serentak baik pilbup dan pilgub di daerah kita tercinta, Nusa Tenggara Timur. Setiap partai sedang menguji kelayakan (fit and proper test) para kadernya untuk diusung baik sebagai bakal calon gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati dan diharapkan menyapu bersih kemenangan kontestasi dimaksud.

Bentara Flores Pos, tanggal 17 Oktober 2017 juga mengulas secara menarik untuk menggugah para pemilih agar bisa bersikap rasional dalam mempersiapkan diri  menyambut pemilikada serentak tahun 2018 mendatang. Merujuk pada momen perhelatan politik kita tahun 2018 dan pilpres serta pileg tahun 2019 nanti serta mengapresiasi tulisan pemimpin redaksi Flores Pos pada Bentara (17/10) dengan judul “Pemilih Rasional” penulis berusaha menyodorkan satu diskursus lain dengan judul “Pemilukada Serentak: Memilih Pemimpin atau Pejabat”.

Judul tulisan di atas dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan substansial, entahkah dalam setiap pemilukada, pileg maupun pilpres serentak nantinya, kita sebagai rakyat yang cerdas atau istilah penulis bentara sebagai pemilih rasional, memilih pemimpin atau bahkan memilih pejabat.
Untuk menambah wawasan diskursus kita tentang pemilihan pemimpin atau pejabat hendaknya kita mencermati sebagian tulisan Rhenald Kasali dalam bukunya yang berjudul "Re-Code Your Change DNA: Membebaskan Belenggu-Belenggu Untuk Meraih Keberanian dan Keberhasilan dalam Pembaharuan"  terbitan PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta tahun 2007.
  
Pakar perubahan itu membuat demarkasi yang cukup jelas antara pemimpin dan pejabat. Beliau tidak memberi definisi atau batasan melainkan hanya berupa narasi untuk digali lebih mendalam tentang pemimpin dan pejabat. Menurut Rhenald Kasali, untuk menjadi pemimpin yang baik hendaknya melewati lima level kepemimpinan. Level 1: Position (Anda jadi Bos karena SK), level 2: Permission, level 3: Production, level 4: People Development dan level 5: Personhood.

Pemimpin, bukan anak buah. Dialah yang bertanggungjawab. Dalam situasi yang sulit bukan sekedar pemangku jabatan, melainkan seseorang yang menimbulkan gerakan dengan kekuatan pengaruhnya. Lumpuhnya organisasi-organisasi usaha dan pemerintahan di Indonesia, umumnya mudah ditebak yaitu begitu banyak orang yang sudah menjadi peminpin dengan hanya mengantongi surat keputusan (pemimpin level 1), tulis Rhenald Kasali tanpa tandeng aling-aling.
Lebih lanjut beliau menyoroti bahwa pemimpin level 1 (position) sebenarnya bukanlah pemimpin. Dengan memegang posisi, praktis tak ada orang lain yang bisa mengganggu. Bawahan ikut karena mereka harus ikut.

Pemimpin adalah seseorang yang melihat jauh ke depan. Seseorang yang menciptakan pembaharuan dengan pemikiran-pemikirannya yang diikuti anak buahnya. Ia melakukan suatu karya agung bukan sekedar sesuatu yang baik.

Orang-orang yang mementingkan jabatan akan memperebutkan jabatan dan menyerang orang-orang lain yang menduduki jabatan itu. Celakanya orang-orang seperti ini bukan cuma menjaga posisi mereka saja dengan segala cara melainkan juga mencegah orang lain untuk menjadi pemimpin.

Permission adalah pemimpin level 2 yakni pemimpin yang disegani, seorang pemimpin yang bekerja sepenuh hati dan mencintai pekerjaannya. Ia sadar betul bahwa prestasi hanya bisa dicapai dengan memimpin orang. Ia tidak hanya memimpin kebijakan atau memimpin media massa demi mendapatkan popularitas dan pujian publik. Ia memimpin orang dengan teladannya yang melakukan apa yang dikatakan dan mengatakan apa yang dilakukan.

Pemimpin level 3 adalah production adalah pemimpin yang lebih berorientasi pada hasil. Kepemimpinan jenis ini diukur dari hasil apa yang ia capai bersama partisipasi rakyatnya. Mereka tidak cukup dihargai karena jabatannya melainkan karena prestasi kerjanya. Sebab prestasi kerja atau hasil akan memberikan kesejahteraan dan kebanggaan. Itulah sebabnya pemimpin-pemimpin ini sering dikagumi.

Level 4 adalah People Development. Pada level ini, pemimpin yang hebat dan peduli terhadap rakyatnya, perlu memperhatikan pengembangan mutu dan karakter rakyatnya. Pada level ini, pemimpin bukan hanya menjadikan rakyat sebagai pengikut melainkan menjadi coach bagi mereka untuk menjadi pemimpin sejati.

Pemimpin adalah orang-orang besar yang memimpin dengan kekuatan keyakinan dan percaya diri yang besar. Tanpa jiwa besar tak ada kekuatan untuk melahirkan pemimpin dan membesarkan rakyat sebagai calon pemimpin. Pada level ini akan tercipta loyalitas dan rakyat akan patuh bukan karena jabatan melainkan atas apa yang telah diperbuat pemimpin pada kehidupan rakyatnya.


Personhood adalah pemimpin level 5. Pemimpin level ini adalah seorang pemimpin disegani karena semua orang (rakyat) respek kepadanya. Rakyat respek bukan hanya atas apa yang telah pemimpin berikan (secara pribadi) atau manfaatnya melainkan lantaran nilai-nilai dan simbol-simbol yang melekat pada diri pemimpinnya.

Inilah beberapa gambaran ideal seorang pemimpin pada masa depan terutama apabila kita berada di situasi dan zaman yang serba krisis. Tahun 2018 dan seterusnya merupakan hak kedaulatan tertinggi ada di tangan kita sebagai rakyat. Pertanyaan kritisnya adalah apakah tahun 2018 dan seterusnya nanti,  kita ingin memilih pemimpin atau pejabat?

Semuanya kembali pada kecerdasan dan sikap rasional kita masing-masing sebagai pemegang kedaulatan demokrasi yang acapkali dilupakan setelah pejabat atau pun pemimpin itu sudah terpilih. Mari kita lakukan “screening” mulai di sini dan saat ini. Agar kita tidak keliru apalagi salah memilih pemimpin rakyat.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar