Minggu, 28 Juli 2013

Euforia Suporter, Kekalahan Timnas dan BLSM


 Oleh Kosmas Lawa Bagho

Sepanjang bulan Juni dan Juli tahun ini bagi Indonesia terutama para penggila bola seperti ketiban rezeki yang tak berujung. Betapa tidak. Sejak kedatangan Timnas Belanda sampai Chelsea FC asuhan Jose Mourinho (Mou) ke Indonesia bagaikan durian runtuh yang terus mempermainkan perasaan dan hati  termasuk kocek para penggila tanah air.  Ribuan bahkan puluhan ribuan suporter dari pelosok tanah air membanjiri Gelora Bung Karno (GBK) untuk melihat langsung para punggawa jagoan mereka masing-masing.


Para suporter dari berbagai lapisan kaya-miskin, latar budaya, agama dan ras yang berbeda bisa duduk berdampingan tanpa tindakan kekerasan apapun dan mereka semua larut dalam kegembiraan menyaksikan sentuhan kaki ke kaki untuk mengalirkan bola pada satu titik yakni gawang. Ketika gawang terjebol, mereka berdiri sambil berteriak kegembiraan sambil melupakan apa yang sedang mereka alami. Situasi ekonomi yang serba sulit akibat kenaikan harga BBM tidak mereka pedulikan. Itulah gambaran nyata euforia suporter Indonesia.

Timnas Kalah
Euforia suporter yang gegap gempita setiap pertandingan persahabatan internasional tidak berbanding lurus dengan prestasi yang dicapai Timnas Indonesia dalam berbagai variasi nama. Timnas kita melawan van Persie dkk dari Timnas Belanda seakan memberikan harapan bahwa Timnas sudah berubah dan bermetamorfosis menjadi tim yang bisa diandalkan. Tim sepak bola Belanda runner up Piala Dunia di Afrika Selatan hanya memasukan tiga gol ke gawang Timnas kita yang digawangi oleh Kurnia Mega. Bahkan Boaz Salosa dkk tidak hanya mendapat pujian dari dalam negeri tetapi masyarakat Brasil.  Walaupun demikian, namanya kekalahan tetap kalah meski dengan jumlah gol berapapun. Timnas kita dalam wujud nama The Dream Team baru mengalami kekalah telak dan pahit ketika menyambangi Arsenal FC asuhan Arsen Wenger. Lukas Podoski cs tidak main-main melumat sang Dream Team Jecksen F. Tiago dengan skor 7-0 meski paruh babak pertama hanya kemasukan satu gol. Ketika menghadapi Liverpol FC, Timnas  sepertinya bermetamorfosis sehingga hanya mengalami kekalahan 2-0 namun naas ketika menghadapi Chelsea FC, Timnas BNI All Stars mengalami kekalahan 8-1.

Inilah rentetan kekalahan Timnas untuk menggambarkan bahwa pengembangan sepak bola tanah air masih perlu mendapatkan perhatian serius dan sungguh-sungguh, jikalau Timnas kita mau “berdiri sama tinggi dan berlari sama cepat” dengan Timnas di negara lain. Tidak ada kalah menang tetapi yang ada adalah pembelajaran untuk meraih prestasi yang lebih baik di masa depan. Perlu perbaikan dalam segala lini sepak bola dari kepengurusan, sistem perekrutan, pembinaan dan kompetisi pada liga termasuk perwasitan. Semuanya harus disentuh dengan cara-cara profesional agar menghasilkan Timnas kita menang secara elegan. Kapan waktunya? Kita nantikan dan berjuang bersama!

Aura BLSM
SBY sepertinya mau mengulangi pencitraan sebagai pemerintah yang berpihak kepada masyarakat  dengan sekali lagi menggelontorkan BLSM sebagai pengganti BLT sebagai kompensasi kenaikan harga BBM. Keadaan sama seperti pembagian BLT sebelumnya bahwa BLSM membawa banyak persoalan di masyarakat mulai dari tidak terdaftarnya orang-orang yang sebenarnya miskin sementara orang-orang mampu terakomodir sampai ketidateraturan waktu antri pembagian bahkan ada yang terinjak-injak. Proses pencitraan ini semakin menunjukkan bahwa orang Indonesia semakin banyak yang miskin berarti gagalnya pemerintah SBY selama 10 tahun memimpin negeri ini walau dari sisi merogoh kocek untuk sepak bola dipuji Morinho, Manager Tim Chelsea FC sebagai “fantastis”. Dibalik pujian ini, sesungguhnya Mou melontarkan kritik halus bahwa rakyat Indonesia tidak miskin namun cara pemberdayaan yang belum mengoptinalkan potensi SDA  dan SDM yang dimiliki. Delapan puluh ribu lebih penonton waktu Chelsea beraksi bukanlah populasi yang kecil apabila dikalikan dengan 10 ribu saja menghasilkan 800 juta rupiah hahaha dihabiskan dalam satu malam. Jumlah sebesar itu, masihkah kita dikatakan miskin??

Jumlah orang miskin bukannya makin berkurang malah makin bertambah sehingga tidak  heran banyak pakar mengatakan bahwa BLSM atau Balsem merupakan produsen orang miskin di Indonesia. Mengapa ???

Sebab selama ini, berbagai bantuan kepada masyarakat semakin membuat masyarakat tidak berdaya dan bergantung. Bahkan secara kasat mata dapat dikatakan bahwa bantuan beras miskin (Raskin) dan bantuan langsung sementara masyarakat  (Blsm atau Balsem) saat ini merupakan musuh besar kemandirian dan martabat manusia. Sebab melalui berbagai program apalagi bersifat proyek akan semakin mematikan kreativitas masyarakat untuk berusaha sekeras mungkin mempertahankan hidup (e’lan vitae) dan semakin meninabobokan masyarakat penerima. Proyek raskin dan blt yang kini lebih dikenal blsm, akan mewarisikan kepada generasi anak cucu mental menadah,  yang tahu menerima tanpa mau bekerja keras dan cerdas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar