Senin, 12 September 2011

Orang Muda dan Celengan Masa Depan

Oleh Klemens Lae & Kosmas Lawa Bagho

Tulisan ini terinspirasi ketika saya mengikuti kegiatan National Youth Credit Union Gathering pada pertengahan bulan Juli 2011 di Denpasar yang diselenggarakan oleh Induk Koperasi Kredit (INKOPDIT)-Indonesia. Selama kegiatan, saya mendapatkan celengan berupa ilmu pengetahuan dan pengalaman-pengalaman baru. Sebagai ungkapan rasa solidaritas dan hormat saya kepada sesama kawula muda, berikut ini saya menurunkan tulisan pengalaman dimaksud sebagai media pembelajaran bersama.

Konteks Kehidupan Orang Muda
Orang tidak menjadi tua karena bertambahnya usia,
tapi karena ia menyerah dan mengucapkan selamat tinggal kepada cita-citanya.
Ia tidak menjadi tua karena kisut kulitnya,
tapi karena meringkus jiwanya.
Anda akan tua setua keraguanmu, anda akan muda semuda harapanmu dan
akan tua setua keputusasaanmu.

(Dr. Albert Schweitzer)

Dr. Albert Schweitzer sangat yakin dengan kiprah dan potensi diri kaum muda. Kaum muda bisa menentukan masa depan sebuah bangsa dan diri pribadi secara lebih bermartabat apabila mampu mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimilikinya. Dia menulis, “Anda akan tua setua keraguanmu, anda akan muda semuda harapanmu dan akan tua setua keputusasaanmu”.

Predikat kaum muda seperti agen perubahan, punya idealisme yang kritis, tokoh melahirkan kebudayaan baru (berjiwa inovatif dan kreatif) serta generasi penerus penentu masa depan bangsa maupun pribadi merupakan pelabelan yang mudah untuk ditulis, dibaca atau diucapkan namun kerapkali sulit untuk diwujudkan dalam tindakan nyata.

Keadaan dimaksud semakin diperkeruh dengan berbagai hantaman perubahan zaman dan derasnya arus globalisasi dewasa ini telah mengantarkan kaum muda berada dipersimpangan jalan atau biasa disebut masa mengambang. Suatu masa, kaum muda sedang mencari identitas diri dalam merealisasikan berbagai harapan dan potensi didalam diri untuk kepentingan diri dan publik secara universal.

Di sini menuntut proses pemurnian (discernment) diri orang muda untuk menentukan pilihan hidup yang benar dan tepat di tengah berbagai tawaran yang memanjakan serta serba instan. Dalam hal memilih (choice) tentu memiliki syarat dengan alasan-alasan yang argementatif. Akan tetapi apakah pertimbangan yang digunakan adalah pertimbangan rasional, kritis dan tidak beresiko untuk kepentingan diri dan publik ataukah justru sebaliknya membuahkan kecelakaan?

Tentu tidak mudah untuk dijawab. Pola pergaulan orang muda yang tidak terkendali dan terkontrol secara baik dan benar seperti kebiasaan mabuk-mabukan, tawuran, menggunakan narkoba, merokok, berbusana yang tidak etis, hingga pada tindakan demoralisasi serta pelanggaran kode etik merupakan beberapa ciri dari ribuan ciri negatif yang juga sering dilabelkan kepada orang muda saat ini. Sikap ramah, sopan santun, tahu menghargai, menghormati, rendah hati serta nilai-nilai universal lainnya makin jauh dari jangkauan kaum muda sehingga orang muda kerap kehilangan jati dirinya. Dr. Schweitzer sekali lagi menulis, “Orang tidak menjadi tua karena bertambahnya usia, tapi karena ia menyerah dan mengucapkan selamat tinggal kepada cita-citanya. Ia tidak menjadi tua karena kisut kulitnya, tapi karena meringkus jiwanya”.

Orang Muda dan Proses Penemuan Diri
Seorang remaja yang memasuki usia 17 tahun ke atas, tentu terus berupaya untuk mencari dan menemukan jati dirinya. Proses alamiah seperti ini mudah terkontaminasi dengan pelbagai tawaran sesuai perubahan zaman. Mulai dari mengadopsi style penampilan busana, mencari idola, penggunaan aksesoris dan teknologi komunikasi sampai pada proses perubahan cara berpikir (mindset) yang terkesan overlapping.
Sebagai orang tua ditantang untuk menghadapi karakter anaknya yang sedang menghadapi masa transisi proses penemuan diri menuju dewasa. Oleh karena itu, perlu pola pendekatan orang tua yang lebih persuasif dan bijaksana. Untuk menghindari perilaku agar anak tidak terjebak ke dalam dunia gelap, maka sangat perlu orang tua untuk selalu menyiapkan waktunya untuk berdialog, berdiskusi, bertukar pikiran, mencari kegiatan-kegiatan yang sifatnya produktif dan bernilai ekonomis.

Salah satunya adalah melalui aktivitas menabung berjangka panjang sebagai salah satu bentuk investasi masa depan anak/generasi muda. Orang muda diajak untuk mampu merencanakan keuangan, biaya pernikahan dan siklus kehidupan selanjutnya. Orang tua berkewajiban membantu membangun mental kemandirian pada anak (kaum muda). Apabila kaum muda sudah mampu hidup mandiri maka tanggung jawab sebagai orang tua niscaya akan semakin lebih ringan.

Untuk mengorganisir kaum muda agar mampu mengaktualisasikan diri secara baik dan bertanggungjawab; selain bertukar pikiran, berdialog dengan orang tuanya di rumah, perlu juga sebuah media atau wadah yang familiar bagi kaum muda untuk mengeskpresikan ide-ide atau gagasannya secara lebih bebas tetapi dalam nuansa cerdas.

Misalkan pada Gereja Katolik ada kelompok kategorial Orang Muda Katolik, yang Islam ada Remaja Mesjid dan masih banyak kelompok kategorial lainnya. Salah satu tujuannya adalah untuk membina, membentuk mental atau karakter kaum muda sehingga memiliki jati diri yang positif, militan dan bertanggungjawab.

Pendekatan komunikasi yang dibangun adalah sebuah proses penanaman nilai-nilai positif dalam diri kaum muda agar lebih akrab dan bahkan harus mengakar dalam dirinya hingga menjadi sebuah keyakinan. Hal ini sangat penting untuk akan melahirkan generasi penerus yang bertanggungjawab dengan kehidupannya baik pribadi maupun publik.

Orang muda perlu diberdayakan hingga bisa mandiri tanpa selalu menggantungkan diri lagi pada orang tuanya. Sebagai kaum muda harus memiliki impian, misalnya suatu saat akan memperoleh kendaraan bermotor, memiliki modal atau tabungan untuk berwirausaha, memiliki rumah sendiri dan dapat memasuki usia pernikahan serta rencana atau harapan-harapan selanjutnya.

Apakah kaum muda sudah memikirkan dan merencanakan masa depannya? Merencanakan masa depan memang mudah, tetapi sangat sulit dan sukar untuk mewujudkannya. Karena salah satu karakter dasar pikiran manusia adalah mudah untuk memikirkan, mendesign, memiliki gagasan yang cemerlang tetapi sering tunda dan bahkan batal atau gagal untuk melakukannya.

Masa depan kaum muda bukan berada ditangan orang lain. Harus berani merubah nasibnya sendiri. Tidak ada orang lain yang bisa merubah nasib kita sendiri selain adanya kesadaran dan kemauan dari diri sendiri untuk merubah masa depan. Pada hakekatnya perubahan nasib atau masa depan adalah perubahan paradigma berpikir. Pepatah bijak mengatakan, “Mengubah cara berpikir berarti mengubah kepercayaan Anda. Mengubah kepercayaan berarti mengubah harapan Anda. Mengubah harapan berarti merubah sikap Anda. Mengubah sikap berarti mengubah perilaku Anda. Mengubah perilaku berarti mengubah kinerja Anda. Mengubah kinerja berarti mengubah kehidupan Anda.”

Apabila kita melakukan reformasi cara berpikir seperti ini, niscaya kita akan menghasilkan generasi-generasi yang cerdas, bijaksana untuk menata masa depannya sendiri dan dengan sendirinya bagi kehidupan publik yang lebih bermartabat. Perencanaan keuangan bagi kaum muda untuk masa depannya menjadi sebuah tuntutan yang mendasar bagi masa depannya. Menabung atau menyisihkan sedikit dari pendapatan/penghasilan dalam waktu tertentu merupakan sebuah cara untuk menyiapkan celengan masa depannya .

Orang Muda dan Membangun Karakter Menabung
Tidak ada orang kaya sejati di dunia yang memulai hidupnya tanpa menabung. Banyak diantara kita yang mengeluh tidak bisa menabung dengan alasan tidak ada lagi yang bisa ditabung karena pemasukan lebih kecil dari pengeluaran. Padahal, menabung sebenarnya hanya soal kemauan dan kebiasaan. Berapa uang yang didapatkan tidaklah penting, yang lebih penting adalah berapa banyak uang yang bisa ditabung.

Menabung belum menjadi kebiasaan apalagi karakter sebagian besar masyarakat Indonesia terutama yang sedang berdomisili di Pulau Bunga, Flores. Sebagian besar masyarakat wilayah ini lebih tertarik pada hal-hal konsumtif dari pada menunda kesenangan melalui budaya menabung untuk menikmati kegembiraan masa nanti. Rasanya tidak ‘gaul’ jika tidak menghambur-hamburkan uang di masa muda. Untuk itu tindakan membangun karakter menabung masih menjadi pekerjaan yang membutuhkan keuletan dan perjuangan yang tidaklah kecil.

Pendapat ini dibuktikan dengan hasil penelitian sikap masyarakat terhadap budaya menabung serta di mana hal paling besar masyarakat menghabiskan uangnya oleh sebuah LSM Internasional yang berkarya di Kabupaten Ende. NGO Swisscontact pernah melakukannya pada tahun 2006. Mereka melakukan secara sampel di Kelurahan Tanalodu Kabupaten Ngada, Bajawa dan Desa Mautenda, Kabupaten Ende. Hasil penelitian tersebut menunjukkan hal yang tidak mengejutkan bagi kita bahwa mamang sebagian besar masyarakat tidak segera membangun karakter menabung.

Penelitian tersebut memberikan angka-angka pembiayaan masyarakat Flores umumnya adalah bidang makan-minum dan konsumeris lainnya dengan prosentase tertinggi yakni 42%, diikuti pesta adat 12%, pendidikan 10%, transport, listrik, telepon dan pengembalian pinjaman sama-sama 9%, pertanian, peternakan dan perkebunan 8%, kesehatan, asuransi dan menabung masing-masing 1%.

Menarik untuk disimak secara serius dan sungguh-sungguh bahwa prosentase pembiayaan masyarakat kita untuk asuransi dan tabungan hanyalah 1% dari seluruh pendapatan atau penerimaan. Bayangkan! Menabung masih menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian besar masyarakat kita. Kita belum mempersiapkan diri untuk masa depan yang lebih manusiawi dan bahagia dengan penciptaan kekayaan/asset melalui menabung. Data-data kuantitatif ini dipertegas lagi dengan data kualitatif yaitu sebagian masyarakat apabila mau masuk Koperasi Kredit misalnya, selalu bertanya berapa rupiah yang bisa dipinjam bukan berapa rupiah yang disimpan.

Berdasarkan rekam jejak pengalaman pribadi selama 14 tahun bekerja di koperasi kredit, apabila ada motivasi menabung selalu ada seribu alasan yang membuat masyarakat untuk tidak menyisihkan sesen dua untuk masa depan yang lebih berkualitas dan bermartabat. Oleh karena itu tidaklah heran data dari Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat (www.peaklifestyle.com) menyatakan bahwa setelah bekerja 40 tahun (dalam usia 65 tahun) hanya ada 1% yang hidup sejahtera. Lalu di manakah yang 99%? Sangat tragis bahwa 36% dari antaranya telah meninggal dunia, 54%-nya hidup dalam keadaan miskin dan 9% hidup hanya bergantung pada belaskasihan ‘rumah jompo’. Semua itu terjadi lantaran semua masyarakat belum membangun karakter menabung.

Pola pikir yang keliru bahwa kebiasaan atau karakter menabung itu hanya berlaku apabila seseorang memiliki uang lebih atau menabung harus dengan angka yang lumayan besar. Artinya orang yang hidup pas-pasan tidak perlu menabung. Pola pikir seperti ini yang perlu dievaluasi secara jujur serta harus lahir dari kesadaran hati dan otak (“sa ate, sa ote”: Bahasa Lio-Ende, Flores). Sesungguhnya menabung itu bisa dilakukan oleh siapapun, apapun profesinya dan di manapun juga.

Menabung tidak harus dalam jumlah yang besar tetapi Rp1000 per hari juga sudah cukup. Apabila itu yang kita lakukan berarti 1 minggu sudah 7,000 rupiah, 1 bulan 30-31,000 dan setahun 365 ribu rupiah, 10 tahun 3,650,000 rupiah dstnya. Tabungan juga bisa menggunakan sarana celengan agar uang yang seribu rupiah per hari tidaklah tercecer atau cepat berubah bentuk menjadi es, ikan tongkol, rokok dan lain sebagainya.

Untuk bisa menjadi penabung yang baik ada trend pada koperasi kredit yaitu mengajak anggota agar tidak menghitung berapa rupiah sehari yang perlu ditabung melainkan tanyakan dan hitung berapa rupiah yang dihabiskan sehari sebagai pengeluaran. Misalnya perokok surya 12 merokok dua bungkus sehari. 1 bungkus surya 12 diasumsi 8,000 rupiah maka sehari, perokok bersangkutan menghabiskan uang hanya untuk rokok 16,000 rupiah, dalam sebulan menghabiskan 496,000 rupiah, setahun menghabiskan 5,952,000 rupiah.

Apabila dia merokok 10 tahun berarti 10 x 5,952,000 = 59,520,000. Bayangkan jika perokok tidak merokok dan menginvestasikan uangnya pada koperasi kredit. Itu belum kita hitung bunga simpanan setiap hari x setiap minggu x setiap bulan x setiap tahun x 10 tahun x 20 tahun dstnya. Berapa rupiah kekayaannya ... ?

A. Suman Kurik dalam bukunya ‘Ekonomi Kerakyatan’ pernah menyentil bahwa mayoritas masyarakat kita bertumpu pada pertanian, peternakan, perkebunan dan perikanan hendaknya melakukan gerakan menabung sebagai investasi untuk membangun kekayaan demi meningkatkan mutu kesejahteraan keluarga maupun pribadi. Seiring dengan memperkuat budaya hidup hemat dan memulai gerakan menabung tanpa harus menunggu hari esok yang sedang gencar digalakkan dari berbagai LSM dan koperasi kredit/credit union.
Manfaat menabung adalah memiliki asset (kekayaan) yang tidak berkurang jumlahnya melainkan terus bertambah karena pemberian bunga dari Koperasi Kredit seperti perhitungan di atas. Manfaat lain adalah mengantisipasi apabila sewaktu-waktu ada kebutuhan yang sangat mendesak memerlukan uang untuk pembiayaan dikala sakit, meninggal dunia, melahirkan, biaya panen, dll.

Untuk itu kita perlu menahan diri agar tidak menghabiskan uang dengan secara serampangan melakukan pembelanjaan setelah sepanjang hari berusaha keras mendapatkan uang. Bahkan kerapkali kita melakukan hal-hal yang sangat merugikan diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Seperti melakukan perjudian dengan aneka macamnya, minum minuman mabuk, pesta pora, dll tanpa upaya untuk menyisihkan sebagian pendapatan kita untuk menabung demi menciptakan kehidupan yang lebih cerah ceria pada masa yang akan datang.

Agar menabung bisa menjadi bagian dari rutinitas kehidupan, beberapa tips sederhana ini bisa membantu kaum muda;
(1) Buat rekening Tabungan
Jika memiliki niat untuk menabung, buatlah rekening khusus untuk tabungan. Memilih produk tabungan sesuai dengan kebutuhan misalnya; untuk pendidikan anak, dana pensiun dan jenis lainnya.
(2) Pilah-Pilih Lembaga Keuangan
Pilih tempat menabung yang tidak membebani rekening biaya bulanan yang besar agar uang yang sudah susah payah dikumpulkan tidak habis hanya untuk membayar biaya administrasi bulanan. Sekedar contoh bahwa di KOPDIT SERVIAM menerapkan biaya administrasinya hanya Rp. 1.000/bulan tanpa melihat saldo simpanan dan inipun hanya 1 produk yaitu Simpanan Bunga Harian (SIBUHAR), sedangkan produk lainnya bebas biaya bulanan.
(3) Pay yourself first (pertama membayar untuk diri sendiri)
Jika selama ini kita lebih memprioritaskan kewajiban atau kebutuhan lain untuk segera dibayar saat menerima gaji, bonus atau hasil penjualan komoditi, ubahlah kebiasaan ini mulai dari sekarang juga. “Bayar” diri kita sendiri sebagai prioritas untuk ditabung, baru kemudian kewajiban lain yang harus dibayar.
(4) Auto Debet (rutin menambah)
Kita harus berkomitmen bahwa sudah menjadi hukum wajib untuk selalu tambahkan uang direkening tabungan masa depan dan jangan mengambil sebelum tibanya kebutuhan. Memegang prinsip bahwa merasa bersalah dengan diri sendiri bila tidak menambahkan atau menabung dalam waktu tertentu. Rumus untuk menabung adalah penghasilan dikurangi tabungan sama dengan konsumsi atau kebutuhan. (PENGHASILAN/PENDAPATAN-TABUNGAN=KONSUMSI/KEBUTUHAN. Rumusan penggunaan keuangan ini sangat tepat untuk membangun karakter menabung secara rutin dan berkelanjutan.

P e n u t u p
George S.Claso berpesan, “Jangan sentuh sepersepuluh dari penghasilan anda untuk menggemukan dompet anda”. Pesan sederhana ini mengandung makna yang mendalam. Dia mengisyaratkan kepada kita bahwa, jangan sesekali membiasakan diri untuk menyimpan uang di dompet karena sangat rentan dengan berbagai transaksi diberbagai kondisi diluar dugaan dan mendadak. Kita sering terpengaruh dan tergiur dengan iklan-iklan seperti; harga obral, penawaran uang muka rendah, angsuran kecil dan lain sebagainya. Kita lebih memaksa diri kita untuk membeli dengan alasan; produk ini paling bagus/cocok atau kesempatan ini hanya sekali saja, atau saya harus beli untuk anak saya karena dulu tidak pernah dinikmati seperti saat ini. Hindarilan pengeluaran mendadak dan tanpa rencana. Oleh karena itu, buatlah rencana anggaran belanja secara tertulis. Salah satu manfaat dari dari rencana anggaran belanja adalah untuk menghindari pengeluaran yang tak terkontrol dan dapat mengetahui rasio antara pendapatan/penghasilan dan pengeluaran.

Apabila kita sudah bisa mengendalikan uang, niscaya kita akan menjadi tuan atas uang bukan sebagai budaknya. Jika hal ini terjadi maka, kita telah cerdas mengatur keuangan (financial literacy). Kecerdasan keuangan bukan melihat berapa pendapatan/atau penghasilan yang diperoleh, tetapi bagaiamana memiliki kemampuan untuk mengatur sirkulasi keuangan kita agar makin baik. Sehingga apabila kita kerja keras tetapi tidak cerdas untuk mengatur penghasilan/pendapatan, sampai kapanpun kita tidak tidak punya tabungan atau simpanan. Kekayaan tidak diukur melalui pendapatan atau penghasilan, namun diukur berapa besar yang kita tabung atau investasi. Kita juga perlu mengubah mindset bahwa kita mudah mendapatkan uang dan sulit menghabiskan dari pola piker sulit memperoleh uang tetapi begitu mudahnya kita menghabiskannya. Selamat berinvestasi melalui celengan menabung untuk masa depan yang lebih ceria dan bermartabat baik lahir maupun batin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar