Jumat, 25 Oktober 2019

Koperasi Kredit: Solusi Akhir Permasalahan Anggota

Oleh Kosmas Lawa Bagho
Ketua Pengurus Koperasi Kredit Serviam Bhakti Mandiri Ende

Peserta On Job Training Kopdit
Koperasi kredit atau credit union sudah lama bergema di negeri ini. Awalnya kurang diterima karena dikesankan merupakan 'barang impor' namun perlahan setapak demi setapak, organisasi ini bertumbuh subur terutama setelah Menteri Koperasi dan UKM Nasional dipegang oleh Adi Sasono pada era presiden Bapak B.J. Habibie.



Waktu itu merupakan momen emas lantaran berbagai lembaga sekunder yang bernama koperasi kredit mendapatkan legalitas formal badan hukum pemerintah.

Koperasi kredit yang diterjenalhkan secara terbatas arti leksikalnya dalam bahasa Indonesia sebagai 'koperasi simpan pinjam' sesungguhnya mengandung makna yang mendalam sebagai koperasi orang-orang kepercayaan. Berawal dari anggota yang saling percaya menginvestasikan simpanannya pada koperasi kredit lalu mengelolanya berbasis saling percaya menjadi 'pintu terakhir solusi bagi permasalahan yang dihadapi anggota dan masyarakat terutama persoalan SDM dan finansial.

Pertumbuhan dan perkembangan koperasi yang saling percaya ini cukup signifikan. Anggota ada yang puluhan ribu bahkan ratusan ribu orang. Harta, kekayaan atau aset ada yang mencapai ratusan miliar bahkan ada yang mencapai triliunan rupiah. Memang belum apa-apa dibandingkan dengan BUMN atau lembaga bisnis swasta lainnya. Akan tetapi paling tidak memberikan kontribusi kesejahteraan anggota teristimewa msayarakat akar rumput.

Patut disadari bahwa mengelola koperasi kredit yang sebagian besar anggotanya masyarakat akar rumput membutuhkan perjuangan lebih. Harus lebih sabar, lebih telaten, lebih mendengarkan, lebih transparan dan lebih-lebih lainnya dalam artian positif.

Salah sedikit akan menimbulkan luka traumatis yang mengakibatkan kurang atau tidak dipercaya lagi. Apabila anggota dan masyarakat kehilangan "trust" terhadap koperasi kredit makan berakhirlah koperasi kredit kebanggaan kita semua.

Sebagian koperasi kredit yang kurang dipercaya bahkan sudah mengalami mati suri dan mati benaran, tanpa diketahui dengan jelas di mana batu nisannya.

Sebagian yang masih bertahan dan tetap mempertahankan kepercayaan anggota dan masyarakat akan terus berkembang meski ada saja tantangan dan persoalan yang dihadapi.

Persoalan utama adalah kredit macet. Anggota suka meminjam bahkan dalam jumlah yang besar sementara waktu mengembalikan para pengelola pontang panting mencari anggota bersangkutan. Dengan demikian tata aturan pinjaman diperketat demi menjaga keberlanjutan atau sustainable.

Tidak heran anggota yang mengalami kemacetan mengembalikan pinjaman biasanya agak sulit untuk mendapatkan kepercayaan untuk diberikan pinjaman apalagi dengan angka yang lebih besar dari simpanannya.

Posisi seperti ini menjadi dilema besar bagi pengurus atau pengelola koperasi kredit. Contoh kasus, apabila anggota sudah macet dalam pengembalian pinjaman lalu beliau membutuhkan lagi pinjaman untuk memenuhi berbagai kebutuhan, pengurus dan pengelola kadang menghadapi 'makan buah simalakama. Makan bapak mati, tidak makan ibu mati".

Pengurus dan pengelola yang berpikir linear pasti tidak akan memberikan keprcayaan kedua kepada anggota yang bersangkutan.Hanya pengurus dan pengelola yang benar-benar berani dan berpikir sedikit 'lateral' yang mampu melakukannya.

Adakah pengurus dan pengelola demikian? Biarlah waktu yang menjadi saksinya. Organisasi yang berpikir lateral biasanya yang sustainable sesuai perkembangan kebutuhan dan selera anggota. Walau belum tentu 100 prosen berhasil.

Salah satu contoh sukses dalam hal ini adalah Muhammad Yunus yang mampu menciptakan bank besar bagi masayarakat miskin yang tidak mendapatkan akses sama sekali pada lembaga keuangan atau perbankan yang berpikir linear. "Orang miskin tak pantas dan layak mendapatkan pinjaman sebab tidak ada agunan". Muhammad Yunus mampu menciptakan sejarah. Itu sudah terbutkti.

Mudah--mudahan koperasi kredit juga demikian. Entah kapan! Pasti bisa !!!

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar