Kamis, 14 Februari 2019

Jalur Jalan Wonda Butuh "Sentuhan" Pemerintah

Oleh Kosmas Lawa Bagho

Happy Valentine Day
Judul tulisan di atas mungkin mengejutkan sebagian besar pembaca tulisan blog ini. Tulisan-tulisan dalam blog ini hanya bertutur tentang kiprah pemberdayaan masyarakat akar rumput melalui koperasi kredit. Saat ini, tiba-tiba "nyelonong" judul tulisan yang berkaitan dengan jalur jalan yang bukan ranah koperasi kredit, apalagi meminta 'sentuhan atau perhatian' pemerintah. Namun ini merupakan kisah perjalanan serta perjuangan seorang aktivis pemberdayaan yang senantiasa berhubungan saban waktu dengan masyarakat tingkat kampung, dusun dan desa.



Judul tulisan di atas tidak ada pretensi apa pun apalagi berlandaskan politik praktis. Judul di atas merupakan ungkapan spontan ketika mengalami langsung sebuah perjalanan kegiatan koperasi kredit dalam rangka melakukan audit atau pemeriksaan menyangkut aspek hukum, organisasi, keuangan, permodalan dan manajemen Koperasi Kredit Tukesani, Aebara, Wonda.

Kegiatan audit sendiri dilaksanakan pada tanggal 13 dan 14 Februari 2019. Tanggal 13 Februari 2019 sekitar pukul 07.30 wita, penulis bersama seorang teman bernama Hendrikus Tewa dengan menggunakan satu sepeda motor berdua menuju Wonda dari Ende. Perjalanan dari Ende cukup menyenangkan sebab melalui jalan beraspal agak licin.

Kami melewati Roworeke, Detusoko, Nduaria, Moni menuju Wolowaru. Dalam sebuah tikungan memasuki daerah Wolowaru, kami sempat bertatapan dengan awan tebal bersama tetesan rintikan air mata langit. Kami terus memacu kendaraan agar terhindar hujan. Kami bersepakat untuk berteduh dari hujan nanti di Wolowaru sambil mencari alternatif rumah makan untuk mengisi kantung tengah. Kantung tengah agak sedikit mengamuk meski baru pukul 11.00 lebih.

Rupanya dewi langit berkenan merestui rencana awal kami. Hujan cuma satu dua biji menetesi helm yang kami kenakan. Raung sepeda motor yang dikendali teman Hendrikus semakin kencang berlarian untuk segera mencapai tanah Wolowaru.

Kurang lebih 15 menit kemudian, hujan makin lebat mencium bumi dan bersamaan dengan itu, kami pun tiba di Wolowaru dekat dengan rumah makan Bethania-Wolowaru. Rumah makan Bethania menurut informasi bahwa rumah makan wirausaha suster-suster CIJ.

Teman Hendrik segera membelokkan sepeda motor ke Bethania, sementara hujan makin kencang. Kami memasuki rumah makan memesan dua kelas kopi kental dengan dua piring nasi ikan sebagai sarapan pagi di tengah perjalanan dan kedinginan. Hujan di luar makin deras, bunyi seng bertautan bagaikan nyanyian katak kampung di tengah musim hujan seperti ini.

Dua gadis pelayan menghampiri meja kami nomor 1. Dua gadis tadi memberikan senyum manis sekali. Seyuman pelayanan tentu semakin menambah semangat perjalanan, pemberdayaan dan tentn selera makan kami.

Kami ngobrol seadanya sambil menikmati makanan. Saya makan duluan 1-2 menit sementara teman Hendrik masih menyelesaikan sebatang rokok. Menunggu agak lama, teman saya padamkan puntung rokok dan mulai menikmati nasi ikan pagi ini.

Cukup lama kami menunggu hujan mereda. Kami menyerumput kopi dengan santai menghilangkan rasa stres sambil bersyukur bahwa hujan lebat memeberikan kabar gembira bagi para petani yang juga sebagian besar anggota koperasi kredit.

Kami bercerita dan berangan-angan bahwa kredit macet pasti akan berkurang seiring dengan rutinnya hujan melawati bumi memberikan tanda-tanda kehidupan bagi pertanian para petani. Padi, jagung, kacang-kacangan serta tumbuhan lain akan tumbuh dengan mekar dan memberikan hasil yang melimpah.

Hasil melimpah dari kebun petani akan menghasilkan uang serta uang tersebut mereka akan tabung dan melunaskan atau sekedat mencicil ke koperasi kredit. Anggota tidak macet, anggota sejahtera pasti koperasi kredit berkelanjutan.

Itulah angan-angan para aktivis koperasi kredit yang langsung bekerja dengan rakyat akar rumput. Hampir pukul 12.00, hujan pun mulai mereda. Kami mempersiapkan diri setelah membayar uang pesanan sarapan pagi di kasir. Dua gadis tadi bertindak sekaligus menjadi kasir. Keduanya sekali lagi memberikan senyuman khas serta kami serentak pamit.

Kami berangkat menuju Aebara, Wonda. Baru melewati sekitar 500 meter, ternyata sisa hujan masih menumpah cukup kencang. Seolah-olah ada sungai yang meluap dari langit sana. Kami berteduh pada rumah pasar yang sekaligus menjadi kios penjaja barang dagangan para pedagang.

Setengah jam kemudian, hujan reda lagi dari aktivitasnya menyiram bumi. Kami menstater motor dan berangkat ke Wonda. Jalan masih licin karena melintasi jalan Negara, jurusan Ende-Maumere. Percikan air goresan roda sepeda motor cukup kencang membasahi celana panjang bagian bawah. Ada banyak tumpahan air mengalir pada badan jalan lalulintas.

Drainase jalan lalulintas Negara tidak dikerjakan dengan baik atau mungkin sudah mulai rusak sehingga banyak aliran air menggenang atau mengalir deras di atas badan jalan utama. Aspal masih kuat, walau satu dua di pinggir sudah ada yang mulai retak.

Perjalanan dari Wolowaru lancar didukung dengan jalan yang bagus. Sesampai di pertigaan mau ke kantor Kopdit Tukesani, kami membelokkan ke arah kanan tembus Ndori. Belokan paling atas ada bangunan sekolah dasar. Jalan sudah mulai rusak. Ada banyak batu-batu lepas berceran tak beraturan. Bekas aspal atau pengerasan beberapa tahun sebelumnya (sudah cukup lama) tidak ada lagi yang membekas.

Roda sepeda motor melewati batu-batu lepas sehingga harus dengan tingkat kehati-hatian yang sangat tinggi. Saya sendiri menawarkan untuk turun jalan kaki namun teman Hendrik bilang "tidak apa-apa. Jika jatuh pun lebih baik jatuh berdua" hehehe (itulah romantisme dalam perjalanan).

Teman Hendrik melajukan sepeda motor dengan penuh hati-hati serta sangat pelan mengarakan roda sepeda motor pada batu yang kuat. Perjalanan cukup melambat. Mungkin karena kami sesekali baru mengunjungi daerah ini atau jalan ini.

Ada satu dua anak SD memberikan salam. Kebetulan juga mereka sedang keluar sekolah. Kami menjawab seadanya sebab sangat konsen pada jalanan yang cukup menantang dan penuh risiko 'jatuh".

Perlahan tapi pasti, akhirnya kami tiba di kantor Kopdit Tukesani dengan selamat. Artinya kami tidak jatuh. Kami ngobrol santai dengan karyawan koperasi kredit yang keduanya ibu. Satu karyawan bapak lagi sakit dan sedang berobat di Maumere. Dua orang bapak dengan salah satunya manajer melayani anggota di TP Ende di kota Ende.

Dalam obrolan santai, kami menangkap bahwa sesungguhnya, masyarakat di daerah Wonda dan sekitarnya sudah lama merindukan perbaikan atau peningkatan status jalan. Jalan yang ada sekarang sudah selayaknya diperbaiki agar tidak terjadi kecelakaan jatuh atau terbalik.

Memang hingga saat kami tiba belum terjadi kecelakaan sebab masyarakat setempat sepertinya maklum dan menerima kenyataan sebagai anugerah walau hati kecil mereka berbicara cukup lantang agar pemerintah dari tingkat Desa hingga Kabupaten agar bisa memperhatikan jalan yang sedang mereka alami.

Penulis dan teman saya pun berpikir demikian. Oleh karena itu, melalui blog ini, penulis menggugah pemerintah agar memberikan perhatian atau sentuhan perbaikan jalur jalan ke Wonda menuju Ndori.

Angin malam, tolong sampaikan keperihatinan ini kepada pihak yang berwenang.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar