Sabtu, 26 Juli 2014

Anak, Segementasi Pasar yang Menggiurkan

Oleh Kosmas Lawa Bagho

Beberapa waktu lalu, saya memposting tentang kaum muda yang belum memiliki minat berlebih pada lembaga pemberdayaan masyarakat akar rumput, koperasi kredit atau lebih dikenal dengan credit union. Tulisan itu, saya ringkas dari apa yang sempat saya postingkan pada facebook dan mendapatkan tanggapan yang luar biasa. Tanggapan itu lebih bersifat masukan agar mengubah strategi mendekatkan pelayanan kepada kaum muda dengan mengerti dunia mereka sehingga para kaum muda mau berpartisipasi di dalam koperasi kredit/credit union. Partisipasi kaum muda dalam koperasi kredit/credit union tentu membuat lembaga itu berkelanjutan (sustainable) namun yang tidak kalah pentinga bahwa mereka bisa mempersiapkan keuangan (bekal) masa depan mereka sendiri.



Waktu membaca buku-buku dan tesis serta majalah di perpustakaan Universitas Brawijaya Malang tanggal 24 Juli 2014, saya pun tersentak kaget atau dibuat terheran-heran dengan tulisan salah seorang pakar pemasaran pada majalah Marketing: 04/IX/April 2009. Tulisan dimaksud dilakukan Darmadi Durianto, Marketer Innovator, staf pengajar pscasarjana Institut Bisnis Internasional dengan judul "Brand Positioning Trap" serta didukung dengan tulisan atau catatan, P.J. Rahmat Susanto, Editor in chief Marketing.

Keduanya memberikan pendapat yang dapat memotivasi para marketer lembaga keuangan seperti koperasi kredit untuk optimis memandang segementasi pasarnya. Saat ini, terkadang koperasi kredit/credit union belum menatap segementasi pasar sebagai pasar potensial untuk pengembangan produk dan pelayanan mereka yang lebih bergerak di bidang jasa tersebut. Penetrasi pasar bagi koperasi kredit atau credit union dirasakan belum urgen diperhatikan kalau tidak dikatakan bahwa masih bersifat massal-konvensional. Itu tidak berarti, lembaga yang kita agungkan selama ini dan juga telah memberikan pertumbuhan dan perkembangan yang signifikan itu tidak memperhatikan segementasi pasar. Namun hanya belum fokus dan belum didukung dengan metode penelitian (research) yang sungguh-sungguh.

Postingan ini tidak bermaksud mempersalahkan apa yang telah kita lakukan selama ini bagi pemberdayaan masyarakat akar rumput yang lebih berada di daerah pedesaan dan setengah kota bahkan kota sekalipun. Namun hanya mengangkat suatu pembahasan agar kita berdiskusi lebih fokus dan mendalam demi masa depan dan keberlanjutan lembaga yang kita cintai bersama.

Darmadi dan Rahmat (2009), memberikan suatu oase strategi pemasaran bagi gerakan kita agar lebih sungguh-sungguh membidik kaum muda namun keduanya lebih fokus penelitian pada anak-anak. Keduanya menampilkan penelitian bagaimana setiap hari anak mendapatkan uang saku mulai dari harian, dua hari sekali, empat hari sekali, satu minggu sekali, dua minggu sekali, sebulan sekali dan tidak tentu.  Cukup mencengangkan bagi yang mengerti angka-angka statistik yakni pada tahun 2009 saja, jumlah anak yang mendapatkan uang saku dari orang tua sehari sebanyak 95%. ` (khususnya Jakarta dan Surabaya).  Artinya setiap hari 95% anak mendapatkan uang saku dari orang tua mereka..  Sungguh suatu angka menakjubkan, bukan? Itu berarti anak memiliki potensi untuk membeli sesuatu yang sesuai keinginan dan kebutuhan seusia mereka. Penelitian ini dibuktikan dengan penelian Frontier Consulting Group (2009) yang menyatakan bahwa sehari anak yang membelanjakan sesuatu dari uang saku yang diterima pada tahun 2001 sebanyak 2,000 anak, tahun 2004 sebanyak 3,100 anak dan tahun 2009 sudah sebanyak 5,200 anak.

Oleh karena itu, P.J.Rahmat dengan tegas menulis bahwa anak adalah salah satu segmen pasar yang masih menggiurkan sampai saat ini. Sekali pun belum memiliki daya beli. Dengan demikian para marketer hendaknya memiliki strategi untuk menyasar segementasi anak. Walaupun demikian perlu kehati-hatian dalam melakukan desain atau kemasan produk yang menyasar segmentasi anak.

Roslyn Wiria (2009) memberikan kurang lebih 5 catatan penting adalah:
1. Sebagian besar pembelian produk anak dilakukan oleh ibu, nenek dan ayah. Untuk itu, perlu
    diperhatikan selera mereka-mereka itu.
2. Merujuk pada penelitian di AS, Roslyn mengatakan bahwa warna menjadi faktor sangat penting
    dalam mendesain produk anak. Usia 0 bln - 9 bln, suka warna terang, usia 9 bln - 3 thn, suka
    warna  merah, kuning dan biru dan lebih dari 3 thn untuk perempuan suka warna ungu, pink
    sementara laki-laki lebih menyukai warna biru.
3. Simplicity: anak-anak lebih suka kemasan yang ringkas, sederhana dan tidak membingungkan.
4. Keamanan: produk untuk anak-anak tidak beracun, tidak berbahaya dan aman saat dipegang atau
    dipermainkan oleh anak-anak. Kemasan yang nyaman juga menjadi nilai tambah produk.
5. Elemen desain; desain perlu diperhatikan font, ukuran, bahasa yang digunakan, bentuk dan warna
    elemen, pemilihan gambar dalam layout kemasan.

Inilah beberapa pemikiran tentang segementasi pasar anak apabila kita mau menyasar mereka. Siapa tahu, koperasi kredit atau credit union kita melahirkan produk dan jasa yang dicintai anak-anak selain yang telah kita lakukan selama ini. Ini tentu bukan obat mujarab yang sekali pakai langsung jadi melainkan membutukan terobosan dan implementasi yang berulang-ulang. Selain itu, perlu peningkatan kualitas dan kapasitas bagian marketer kita di kopdit/credit union. Lembaga penelitian bagi pemasaran sudah menjadi kebutuhan apabila kita mau 'go national kalau tidak go Asia dan International. Selamat bereksperimen, mudah-mudahan ada manfaatnya.

Malang, 26 Juli 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar