Jumat, 01 November 2013

"Bele", Orang Tak Waras Pengguna HP Lempengan Batu

 Oleh Kosmas Lawa Bagho

Sabtu, 14 September 2013, saya bersama seorang teman berkesempatan melakukan perjalanan dari Kota Borong, Manggarai Timur menuju Mbay, Ibukota Kabupaten Nagekeo. Dalam jarak tempuh yang cukup jauh itu, bus kami berhenti sejenak di kota Kecamatan Aimere untuk makan siang lantaran bus kami tumpang adalah perjalanan dari kota Ruteng-Manggarai menuju Mbay. Suatu trayek yang cukup lumayan jauh apabila sang penumpang belum berkesempatan sarapan pagi.


Tiba di sana, semua penumpang dari Ruteng bergegas memasuki ruangan makan untuk mendapatkan sebuah kursi untuk menumpangkan kedudukannya. Memang saat-saat seperti itu, kursi menjadi satu hal yang sangat penting apalagi bukan hanya satu dua bus melainkan bisa tiga sampai lima buah berhenti bersamaan untuk tujuan yang sama.

Saya bersama teman, tidak bergegas menuju ruang makan lantaran kami barusan santapan pagi di kota Borong, pertengahan kota Ruteng dengan Mbay. Rasanya masih cukup kenyang dan bisa tahan untuk makan di kota Mbay, tempat tujuan perjalanan kami.

Kami berdua, hanya duduk-duduk sampai melihat jualan di pinggir kiri kanan warung jalan yang kebetulan bersebernagan dengan jalan utama. Dalam waktu melihat-lihat tersebut, kami memfokuskan diri pada sosok seorang pria dewasa, diperkirakan usianya sudah menginjak 50 tahun ke atas.

Dengan wajah tampak lusuh, berpakaian telanjang dada, hitam pekat terbakar matahari lantaran terus berjalan saban hari ke mana saja, ia mau namun masih tegap menggelegar melintasi kami dan berhenti serta duduk-duduk di depan warung makan ketika banyak penumpang lalu lalang tanpa mempedulikan dirinya.

Ia mengambil tempat duduk yang santai dan kelihatan gembira ria tanpa memilikirkan apa yang sedang terjadi di sekelilingnya. Pandangan saya semakin tak mengarah pandangan dari dirinya lantaran ia mengambil sesuatu dari dalam saku celananya dan menempelan pada telinganya serta mulai berkata-kata dengan riangnya bagaikan seorang pacar pria sedang menelpon pacar putrinya atau seorang anak kegirangan menelpon ayah ibunya di kejauhan yang sudah sekian lama tak jumpa.

Lantaran tidak berbahaya, saya sedikit mendekat dan melihat dari dekat apa yang sedang dilakukannya. Ternyata sebuah lempengan batu yang cukup bersih, ia jadikan sebagai handphone untuk berkomunikasi dengan seseorang atau alam sekitarnya dengan bahasa dan mimik yang hanya dia sendiri mengetahui artinya.

Begitu kosentrasinya saya sehingga ada seorang ibu lewat lalu menegur saya, saya sendiri tak menyadarinya. Suara ibu itu menyadarkan saya lalu ia bertanya kepada saya, “Apa yang adik perhatikan?” Ibu itu kebetulan salah seorang pengurus dalam lembaga pemberdayaan masyarakat yang kami kenal.

Dengan agak gugup, saya pun menjawabnya, “Sedang memperhatikan orang spesial di sana?” Saya tidak menyapanya orang gila sebab waktu sekolah dulu ada seorang pengajar mengatakan bahwa apabila anda berhadapan dengan orang yang kurang beres kejiwaannya, jangan pernah menganggap apalagi menyapanya orang gila sebab mereka juga sebaliknya menganggap kita orang gila … wah wah keran dunia ini.

Ibu itu lalu dengan gembiranya mengatakan bahwa orang itu namanya Bele. “Bele” sapaan manis salah satu etnis di Flores. Ibu tadi menyebutkannya secara jelas tetapi tidak layak saya tulis pada media ini meski semua orang Flores tahu akan hal itu (maaf bagi sama saudara yang kebetulan berasal dari etnis bersangkutan).

“Bele’ memang sedikit mengalami gangguan jiwa menurut kita orang normal namun beliau tidak membayakan karena tidak melakukan hal-hal yang destruktif. Ia banyak berakting dan menaruh simpati sehingga ia tak pernah kekurangan makanan atas belas kasihan orang-orang yang melihatnya. Ibu itu langsung ambil kamera dan menjepretnya. Yang mengherankan bahwa ketika ibu itu mengatakan, “Bele, akting, saya mau foto!”. Bele berakting bak aktris desa hehehe

Peristiwa itu semakin membuat saya terenyuh. Ada banyak pikiran menggelayut di dalam hati. Apa yang terjadi sesusungguhnya dengan orang ini. Gangguan jiwa tetapi kadang kelihatan seperti orang sadar, berakting dan memegang hp meski hanya sebuah lempengan batu. Apakah, beliau tergolong orang yang gila teknologi atau entah apa, saya tidak tahu persis.

Mudah-mudahan di tengah kemajuan informasi teknologi, tidak ada lagi “Bele-Bele” lainnya apalagi dampak negatif seperti  perdagangan manusia terutama wanita muda melalui media informasi serta perbuatan negatif lainnya.

“Bele” selamat menikmati duniamu dan bus yang kami tumpangi segera menghidupkan mesin dan kami bergegas meninggalkan “Bele dengan handphone lempengan batunya”.

Lalu, saya merenung, "benarkah, salah satu koperasi kredit/credit union di Flores pernah dalam sebuah desiminasi kepada kalayak umum bahwa koperasi kredit/cu-nya bisa menerima siapa saja termasuk orang yang tak waras ingatannya!"

Oh dunia, begitu keren ...!!!

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar