Minggu, 03 Februari 2013

Menolak Perubahan



Oleh Kosmas Lawa Bagho

Naomi Susan dalam bukunya, “Be Negative = Jadilah Negatif” (2007) pernah menulis, “Anda memiliki kebebasan untuk memilih. Tetapi, mengapa Anda memilih untuk tetap berada dalam keadaan yang sama setiap harinya dan tidak bergerak lebih maju selangkah demi selangkah?”
Sesungguhnya pada titik ini, Naomi sedang berbicara lantang tentang perubahan. Perubahan adalah harga mati bagi setiap orang dalam melakukan usaha apapun di planet bumi ini untuk suatu kehidupan yang lebih bermartabat ke depannya. Kendati demikian, aktivitas perubahan butuh perjuangan, butuh pengorbanan ekstra, sebab setiap kali mendengar kata perubahan, reaksi kebanyakan orang adalah kaget, gelisah, jengkel, marah, memberontak dan menolak. 

Dalam era kompetisi global seperti saat ini, setiap bisnis (koperasi kredit) pasti berhadapan dengan persaingan dalam berbagai aspek: mulai dari kualitas anggota, kualitas produk pendidikan kritis, kualitas produk simpanan dan pinjaman, harga (besarnya bunga simpanan dan bunga pinjaman yang kompetitif) hingga pelayanan yang purna mutu dalam selimut untuk terus melakukan perubahan dan inovasi tanpa henti.
Sayangnya para pebisnis ataupun anggota koperasi kredit kerapkali memiliki resistensi terhadap perubahan yang disodorkan oleh pengurus/pengawas dan para manajer bersama pengelolanya. Sebagian anggota (orang-orang tertentu) sangat enggan untuk meninggalkan zona nyaman yang selama ini mereka cintai untuk berpindah ke suatu wilayah yang belum jelas (ketidakpastian). 

Selaras dengan aras pemikiran di atas, Prof. Rhenald Kasali, Phd dalam bukunya,”Re-Code Your Change DNA: Membebaskan Belenggu-Belenggu untuk Meraih Keberanian dan Keberhasilan dalam Perubahan,” (2007) mengeritik cukup tajam dengan menulis,”Banyak orang yang jujur, setia dan pintar ternyata tak menjadi apa-apa, bahkan mereka frustrasi dan berpandangan negatif terhadap segala hal. Kenapa? Karena mereka sejak awal berlindung di bawah selimut kenyamanan (comfort zone). Pada hal untuk berubah dibutuhkan keberanian untuk keluar dari selimut itu dan bergelut dengan ketidaknyamanan (danger zone). Perubahan menghantar kita untuk hidup lebih bergairah, penuh dinamika dan keberhasilan yang lebih berkualitas dan bermartabat.” 

Oleh karena itu, perubahan boleh dikatakan sebagai magnet tersendiri bagi manusia modern untuk melakukannya. Akan tetapi banyak orang enggan berubah.

 Ada beberapa alasan, mengapa orang tidak mau berubah:
a.    Yang lama sudah terbukti bagus. Alasan ini disampaikan karena apa yang telah dilakukan pada masa lampau sudah terbukti bagus, lancar, mulus dan sukses. Jadi buat apa berubah? Untuk apa meninggalkan sesuatu yang sudah pasti menuju sesuatu yang belum pasti? Tidak masuk akal bukan? Selama ini tidak ada yang komplain dengan pelayanan dan produk yang kita telah tawarkan kepada anggota maupun masyarakat. Pokoknya, mengapa mau berubah dalam ketidakpastian dengan segala celotehan apologetis (argumentasi pembenaran diri) lainnya untuk tidak mau berubah.
b.   Rasa takut. Orang tidak mau berubah karena takut. Waduh, jangan-jangan. Itulah kata-kata yang selalu dilontarkan oleh orang-orang merasa takut untuk berubah. Kalau melakukan kebiasaan lama, mereka sudah mengetahui risiko dan konsekuensinya. Sedangkan perubahan membuat suatu wilayah baru yang tidak jelas dampaknya bagi mereka. Perubahan harus melibatkan mindset, mental dan fisik. Oleh karena itu, bagi sebagian besar orang merasa takut untuk beralih (passing over) meski perubahan itu menjanjikan perbaikan yang lebih dan lebih.
c.    Rasa curiga. Rasa curiga hinggap manakala terjadi perubahan, apalagi perubahan itu terjadi dalam kondisi dengan komunikasi yang kurang harmonis berbagai komponen yang ada di dalam organisasi. Perubahan bagi sebagian orang merasa ada udang di balik batu. Mereka mengingatkan bahkan mengompori rekan-rekan lainnya untuk waspada dan bertahan pada apa yang sudah ada. Akibatnya, perubahan tidak akan terjadi. Hal ini diperkuat lagi dengan naluri dasariah setiap manusia adalah mencari keamanan dan menghindari bahaya. Perubahan bagi orang-orang yang curiga dianggap sebagai bahaya sehingga dengan cara apapun harus dihindari.

James Gwee dalam bukunya,”Setiap Manajer Harus Baca Buku Ini! Tips dan kiat melakukan perubahan yang tepat & pas di tengah ketidakpastian”(2009), menyoroti sekurang-kurangnya  ada tiga tipe kelompok dalam menghadapi perubahan.
Tipe pertama menurut James Gwee dinamakan Kelompok  Gung Ho. Kelompok Gung Ho biasanya 20% dari anggota suatu bisnis atau organisasi. Gung Ho adalah orang-orang yang memiliki sikap positif dan selalu mendukung upaya perubahan. Orang-orang ini biasanya menyadari betapa pentingnya berubah untuk kemajuan. Ketika melakukan perubahan dan mengalami hambatan fisik, Kelompok Gung Ho siap berlatih secara konsisten dan disiplin sehingga lambat laun apa yang dirasa kaku menjadi lentur, yang sulit jadi mudah, yang dulunya bimbang jadi yakin, yang jelek jadi bagus. Kelompok ini berubah dan maju.

Tipe kedua dinamakan Kelompok W & S (Wait and See). Biasanya kelompok paling besar, kurang lebih 60% dari populasi sebuah organisasi atau perusahaan bisnis. Kelompok ini memilih untuk menunggu (wait) dan mengamati (see) apakah Kelompok Gung Ho sanggup melakukan perubahan atau tidak. Apabila Gung Ho gagal melakukan perubahan maka Kelompok W & S akan bilang, “Tuh, kan, saya bilang juga apa? Si Gung Ho saja gagal, apalagi kita. Untung saya tidak mencoba! Yang pintar ya saya, yang bego si Gung Ho!” Sesungguhnya orang-orang Kelompok W & S bukan menolak untuk berubah, tetapi menginginkan contoh sukses (best practice) sebagai patokan. Patokan mereka adalah 20% orang yang masuk dalam Kelompok Gung Ho.

Tipe ketiga dinamakan Kelompok Bruce Willis. Kelompok ini 20% dari populasi yang ada di dalam organisasi atau perusahaan. Bruce Willis terkenal dalam perannya pada film “The Die Hard”. Orang-orang dalam kelompok  Bruce Willis, tidak pernah mau berubah sampai kapan pun karena mereka sudah kelewat nyaman.

Untuk itu, agar organisasi (koperasi kredit)  bisa berubah maka perlu melewati proses tujuh langkah mengelola perubahan yakni: mengantisipasi perubahan, mengindentifikasi perubahan, menjual perubahan, menggalang sumber daya untuk perubahan, mendobrak zona nyaman, memberikan penghargaan, belajar dari pengalaman & tidak berhenti berubah.

Langkah 1: Mengantisipasi Perubahan. Langkah ini menyangkut mindset (cara berpikir). Kita harus mempersiapkan tim yang kompak dan sigap, mengubah mindset tentang perubahan dan selalu siap berubah. Kita tahu bahwa perubahan pasti terjadi. Namun, pada kenyataannya, banyak orang bekerja tanpa sedikit pun mengharapkan ada perubahan. Akibatnya, perubahan dikonotasikan sebagai gangguan. Kita harus memprogramkan mindset supaya selalu siap terhadap perubahan.

Langkah 2: Mengindentifikasi Perubahan. Agar terus berkembang dan memenangi persaingan, ada banyak perubahan yang harus kita lakukan. Mengingat sumber daya dan waktu selalu terbatas, perubahan mana saja yang perlu dilaksanakan dan mana yang perlu ditunda. Bagaimana cara menyusun prioritas perubahan melalui indentifikasi perubahan secara teliti dan sungguh-sungguh.

Langkah 3: Menjual Perubahan. Langkah ini dianggap paling krusial agar lembaga atau koperasi kredit bisa melakukan perubahan-perubahan yang berkualitas dan bermartabat. Apabila pada langkah ini, kita lakukan dengan baik dan tepat guna maka tim kita akan lebih siap dan bersemangat untuk berubah. Jika penjulan perubahan ini tidak dilakukan dengan baik maka tim kita tidak akan berubah bahkan melakukan perlawanan untuk tidak mau berubah. Kalau pun mau, mereka akan melakukannya dengan setengah hati dan segala hal yang dilakukan setengah hati sudah pasti gagal.

Langkah 4: Menggalang Sumber Daya untuk Perubahan. Apabila orang-orang atau tim kita sudah siap untuk melakukan perubahan maka kita segera menggalang sumber daya sehingga tim dan organisasi melihat bahwa perubahan itu harus dilakukan demi suatu pertumbuhan dan perkembangan usaha yang lebih progresif dan mendatangkan manfaat.

Langkah 5: Mendobrak Zona Nyaman. James Gwee tidak memberikan pengertian yang jelas tentang ini namun dia memberikan gambaran bagaimana caranya kita mendobrak zona nyaman agar perubahan bisa dilakukan dengan sedikit lebih lancar. Dia memberikan cerita nyata ketika organisasi mereka menjual jasa pelatihan komputer secara gratis kepada para kepala sekolah SD. Tiap angkatan, ada tiga kelompok dengan cirri-ciri tertentu. Kelompok pertama, guru-guru yang baru lulus dari sekolah guru; kelompok kedua, guru-guru yang berusia 30-50 tahun dan kelompok ketiga, guru-guru senior yang sudah mendekati usia pensiun bahkan ada beberapa yang sudah melewati usia pensiun tetapi masih aktif mengajar karena masih sehat.

Guru-guru dari kelompok pertama cepat tanggap karena sudah cukup akrab dengan komputer. Kelompok kedua juga relative mudah menangkap. Mereka hanya perlu dijelaskan satu dua kali dan langsung bisa mengerti. Kelompok ketigalah (guru-guru senior) yang paling sulit. Mereka banyak mengeluh. “Saya sudah terlalu tua untuk belajar komputer. Komputer ini untuk anak-anak muda. Untuk apa saya belajar? Sebentar lagi juga sudah pensiun”. Karena paling menolak belajar, mereka paling sering melakukan kesalahan dan tidak menuruti intruksi guru komputer. Semakin sering melakukan kesalahan, makin kencang keluhan mereka.
 
Melihat kesulitan tersebut, lembaga kursus dimaksud membagi para kepala sekolah dalam tiga kelas berbeda. Dengan pembagian kelas tersebut, kinerja kursus setiap kelompok meningkat. Kelompok pertama yang sudah memiliki kemampuan dasar dapat belajar dengan sangat cepat. Kelompok kedua juga demikian. Kelompok ketiga tidak diberi kursus komputer langsung. Tetapi tiap komputer diinstal sebuah permainan. Ketika melihat permainan, para kepala sekolah tertarik untuk melakukannya. Mereka menjadi semangat dan menikmati permainan dalam komputer tanpa menunggu intruksi para guru komputer. Begitu mereka sudah terbiasa dengan komputer baru diajarkan berbagai program kursus. Para kepala sekolah senior itupun menerimanya tanpa keluhan sama sekali. Inilah salah satu contoh konkret bagaimana cara mendobrak zona nyaman agar organisasi bisa melakukan perubahan tanpa perlawanan.

Langkah 6: Memberikan Penghargaan. Ini salah satu langkah yang paling sering dilupakan dan diabaikan dalam proses perubahan. Perlu diingat bahwa orang atau kelompok mengubah situasi dari nyaman ke tidak nyaman membutuhkan perjuangan yang besar. Upaya dan perjuangan itu perlu dihargai. Penghargaan di sini tidak selalu berarti dalam bentuk uang, cukup dengan sapaan atau pujian yang tulus sebagai bentuk pengakuan, pemajangan foto pada majalah organisasi (kalau ada), dipanggil di depan rekan-rekan lain untuk diberikan ucapan selamat atau pemberian suvenir. Yang penting orang atau kelompok tahu bahwa dia memperoleh penghargaan dari perusahaan atau organisasi.

Langkah 7: Belajar dari Pengalaman dan Tidak Berhenti Berubah. Setelah melakukan 6 langkah perubahan tentu ada pembelajaran menarik untuk melakukan perubahan berikutnya lebih lancar dari sebelumnya. Tentu ada tantangan dan kejutan-kejutan tak terduga dalam keseluruhan proses maka perubahan harus dilakukan secara terprogram dan berkelanjutan (tidak berhenti berubah atau melakukan inovasi). Selama organisasi atau bisnis kita ingin menjadi yang terdepan (sekurang-kurangnya mampu bertahan) dalam persaingan, kita harus terus berubah.

Gerakan koperasi kredit yang berpayung dibawah Puskopdit Flores Mandiri telah berusia 40 tahun lebih. Dalam perjalanannya, ada jatuh dan bangun, ada tawa dan air mata serta tentu ada perubahan-perubahan seperti pelayanan bulanan berubah ke pelayanan harian dengan tempat pelayanan yang tetap dan nyaman, pengerjaan pembukuan secara manual berubah kepada program komputerisasi, membuka variasi produk simpanan dan pinjaman sesuai kebutuhan anggota dari pada hanya satu produk yang membosankan, pelayanan yang dilakukan oleh pengurus berubah kepada manajer dan staf termasuk perubahan jadual RAT yang dianggap lebih efektif dan menguntungkan serta perubahan-perubahan kecil lainnya yang sudah mendatangkan kebaikan dan kemajuan seperti yang dirasakan secara kasat mata oleh anggota maupun masyarakat pada saat ini meski disadari bahwa berbagai perubahan itu belum mendatangkan keuntungan dan kepuasan bagi semua orang (anggota).

1 komentar:

  1. PELUANG LAIN LAGI, APAKAH ANDA USAHA MAN / WANITA, A PEKERJA DI ORGANISASI, Wiraswasta? Membutuhkan pinjaman pribadi untuk bisnis tanpa stres, Jika demikian, hubungi kami hari ini, kami menawarkan pinjaman tahun baru pada tingkat bunga rendah dari 2%, Anda dapat memulai tahun baru dengan senyum di wajah Anda, keselamatan, kebahagiaan kami pelanggan adalah kekuatan kita. Jika Anda tertarik, mengisi formulir aplikasi pinjaman di bawah ini:
    Informasi Peminjam:

    Nama lengkap: _______________
    Negara: __________________
    Sex: ______________________
    Umur: ______________________
    Jumlah Pinjaman Dibutuhkan: _______
    Durasi Pinjaman: ____________
    Tujuan pinjaman: _____________
    Nomor ponsel: ________

    Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi kami sekarang melalui email: gloryloanfirm@gmail.com

    BalasHapus