Jumat, 31 Maret 2023

Menerbitkan Buku Fiksi

Oleh Kosmas Lawa Bagho

Pecinta Sastra

Sulit dipercaya memang. Pilihan itu kadang mengejutkan mengandung misteri yang tak terselami. Penulis, selama ini menggeluti  dunia tulisan non fiksi dengan fokus pada pengembangan Credit Union atau Koperasi Kredit, Koperasi Simpan Pinjam, tiba-tiba memunculkan niat untuk menerbitkan buku fiksi. Luar biasa lagi, buku ini menjadi buku perdana penulis hehehe.

 

Mohon maaf juga kepada para pembaca blog ini yang selama ini sudah terbiasa dengan sajian tulisan non fiksi  bertemakan koperasi kredit, beberapa pekan ke depan, akan membaca tulisan beberapa percikan bagian buku fiksi (Antologi Puisi) yang berjudul "Sobekan Rahasia Langit". Penulis akan tampilkan berseri hingga penerbitan buku dimaksud yang direncanakan mulai proses di penerbit sejak Minggu II April 2023. Tanpa sadar, besok tanggal 02 April 2023, "Sang Sobekan Rahasia Langit" akan berulang tahun yang ke-9 (02  April 2023 - 02 April 2014).

Tulisan buku fiksi "Sobekan Rahasia Langit" sesungguhnya sudah lama ingin diterbitkan. Puncaknya pada tahun 2021. Semua bagian tulisan lengkap mulai dari pengantar seorang kritikus sastra yang cukup terkenal Narudin, testimoni pengamat sastra dan dosen sastra Yohanes Sehandi, penulis buku antologi puisi "Kasut Lusuh" Pater Frizt Meko, SVD dan Suster Wilda CIJ yang bernama lengkap Imelda Oliva Wissang, dosen dan penulis sastra khususnya novel dan puisi. Baru kali ini menjelang ultah ke-9 sang "Sobekan Rahasia Langit" dan menjelang Paskah, Perayaan Iman terbesar keagamaan penulis baru direalisasi. Doakan ya, semoga berjalan lacar dan tiba di tangan pembaca pada waktunya.

Mohon pembaca blog bisa menikmatinya dan berikan komentar ya!

***

Pengantar Kritikus Sastra

COGITOMULTIPEL KOSMAS LAWA BAGHO

 

Oleh Narudin

 

Ucapan seorang rasionalis, RenĂ© Descartes, begitu terkenal, “Cogito ergo sum.” yang berarti “Aku berpikir, maka aku ada.”. Padahal, kalimat lengkapnya, Descartes berkata, “Dubito, ergo cogito, ergo sum.” yang berarti “Aku ragu, maka aku berpikir, maka aku ada.”

“Cogito” atau “aku berpikir” menjadi dasar suatu puisi. Kogito dapat menjelma bentuk dan isi puisi. Dari sinilah puisi mulai terbentuk dan berisi. Akan tetapi, keraguan mendahului pikiran atau kogito tersebut. Jadi, puisi-puisi apa pun seperti pula puisi-puisi Kosmas Lawa Bagho dalam buku puisi ini mengisyaratkan itu semua secara semiotik.

Dalam puisi berjudul “Menulis”, kogito Kosmas ialah laksana kredo berpuisinya, yaitu:

 

MENULIS

 

Buat apa saya harus menulis

Menulis menyembuhkan luka dalam hati

Membersihkan segala kotoran jiwa

Membuka sumbatan nadi untuk berpikir sehat

 

Buat apa saya harus menulis

Menulis untuk keabadian

Tak pernah lenyap rekaman peristiwa

Walau raga terkubur dalam bumi

 

Menulis menciptakan peradaban baru

Jangan pernah ragu membuat tulisan

Mulai dari diri sendiri …

 

Kogito Kosmas pun mengenang yang berada di kampung halamannya secara nostalgik, disusun dalam bentuk puisi yang sederhana. Memang bentuk-bentuk puisi di dalam buku ini umumnya konvensional. Misalnya ini terbaca dalam bait-bait puisi “Kampung” yang secara tak langsung kesan nostalgik ini mengandung warna lokalnya, daerahnya, dan peristiwa yang direkam oleh Kosmas-nya tentu:

 

 Jejak saat pertama mengenal dunia

Orang akan selalu rindu kembali

Mengulang jejak tapak perdana

Walau tidak selalu indah seperti daerah lain

Kampung

Tanah ulayat

Jadi rebutan tetangga dengan segala kekuasaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar