Selasa, 12 April 2022

Menggugat Kepuasan Anggota CU/Koperasi Kredit

Oleh Kosmas Lawa Bagho 

Kepala Bidang Pendampingan Puskopdit Flores Mandiri 

Mahasiswa S2 Manajemen Universitas Negeri Malang

 

Bulan September 2015, penulis mendapatkan email langsung dari pimpinan redaksi PICU (Pusat Informasi Credit Union), Tonnio Irnawan dengan tema yang cukup menantang adalah “Maklumat Redaksi: Memenuhi Kepuasan Anggota”.

Penulis tidak tahu persis, entahkah email maklumat itu ditujukan kepada semua pelanggan PICU atau hanya sebagian sesuai tujuan dan maksud pemimpin redaksi. Dilihat dari keseluruhan isi dan ajakan maklumat dimaksud, sepertinya seluruh aktivis gerakan koperasi kredit/CU dari Sabang sampai Merauke, dari Natuna hingga Flores mendapatkan email dimaksud. Tentu saja yang memiliki email hahaha.

 

 Maklumat redaksi PICU kali ini menarik untuk disimak. Maklumat seperti ini baru penulis peroleh setelah lima tahun PICU berkiprah dengan ajakan atau himbauan agar semua orang yang memiliki pengalaman tentang kepuasan anggota koperasi kredit/CU diberikan kesempatan untuk menulis dan dikirim ke PICU paling lambat tanggal 5 Oktober 2015. Tulisan pengalaman bahkan sudah disiapkan panduan pertanyaan dan latar belakang mengapa tema dimaksud menjadi sajian utama PICU No. 27 Tahun VI, Oktober 2015.

Menurut pandangan pimpinan redaksi seperti terungkap pada latar belakang atau pendahuluan maklumat bahwa ‘tuntutan anggota dan pelanggan koperasi kredit untuk mendapatkan produk dan layanan terbaik tidak bisa lagi dipenuhi apabila koperasi kredit/CU dijalankan secara konvesional atau asal-asalan saja’. Kepuasan atau selera anggota (pelanggan) tentunya terus bertumbuh dan berkembang sesuai selera pasar dengan aneka tawaran berbagai lembaga keuangan yang semakin kompetitif yang bukan saja dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri apalagi menyongsong pasar bebas masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) akhir Desember 2015.

Bukan tidak mungkin semua lembaga pelayanan keuangan akan berhamburan memasuki pasar Indonesia selain berbagai lembaga pelayanan yang sudah ada. Kompetisi atau keunggulan bersaing tidak lagi pada common bond (ikatan pemersatu) melainkan sejauh mana koperasi kredit memberikan pelayanan yang terbaik dan unggul dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya yang tetap berpedoman pada nilai-nilai kebersamaan, kejujuran, intergritas dan jati diri koperasi sejati.

Koperasi kredit kita, dalam aspek kuantitas sepertinya memberikan gambaran statistik yang mengangumkan. Data Inkopdit per Juni 2015 melalui website, www.cucoindo.org , ada 975 unit koperasi kredit dengan 2.530.720 anggota perorangan, simpanan Rp18 triliun, pinjaman beredar Rp16 triliun dan aset atau kekayaan Rp22 triliun. Wapres Jusuf Kalla pada puncak peringatan Hari Koperasi Nasional (Harkopnas) ke-68 di Kupang, Minggu 12 Juli 2015 juga mengakui hal itu. Menurut Wapres bahwa dari aspek jumlah atau kuantitas, memang pertumbuhan koperasi di Indonesia berkembang cukup bagus yaitu hingga kini berjumlah 200.000 unit. Namun dari aspek kualitas, masih harus dibenahi karena  masih ada koperasi yang hanya mengandalkan papan nama dan stempel (Flores Pos, 14 Juli 2015, halaman 1 dan 14).

Keprihatinan dan kritikan Wapres tidaklah berlebihan. Tonnio Irnawan dalam maklumat juga menyetir bahwa setiap unit Koperasi Kredit ingin tumbuh, baik jumlah aset, anggota dan SHU. Tentunya bukan tahun ini tumbuh pesat, namun tahun-tahun berikutnya melempem. Yang kita inginkan adalah pertumbuhan yang berkelanjutan. Laporan Inkopdit menyebutkan setiap tahun ada unit-unit primer baru sebaliknya ada unit-unit primer tutup. Pertumbuhan anggota juga ada meski minim. Tonnio berpendapat bahwa sebab utama Koperasi Kredit tutup karena ditinggalkan para anggota. Anggota akan tetap setia kepada Koperasi Kreditnya karena dua hal. Pertama, Koperasi Kredit dapat memenuhi keinginan anggota (produk simpanan dan pinjaman) dan yang kedua anggota merasa puas dengan pelayanan yang diterima.

Mengapresiasi pendapat Tonnio Irnawan, pimpinan redaksi PICU dan Wapres Jusuf Kalla diatas maka penulis memberikan judul tulisan ini adalah ‘Menggugat Kepuasan Anggota CU/ Koperasi Kredit’. Koperasi kredit kita bertunas, bertumbuh dan berkembang sudah ada yang mencapai lebih dari 40 tahun. Pertanyaan retoris menggelitik, entahkah kita sudah memperhatikan secara sungguh kepuasan anggota dan pelanggan (calon anggota) dengan produk dan pelayanan yang terbaik sesuai kebutuhan dan selera yang juga terus berkembang sesuai tuntutan zaman dan hadirnya berbagai tawaran lembaga pelayanan keuangan lainnya.

Kepuasan Anggota

            Batasan dan defenisi kepuasan anggota tidak pernah seragam apalagi final. Pandangan atau pun pengertian kepuasan anggota senantiasa berubah-ubah dan bervariasi sesuai persepsi masing-masing pakar atau orang yang memberikan defenisi tentangnya. Penulis mengangkat beberapa teori untuk membantu pemahaman atau sekedar sebagai panduan agar bisa merangsang diskusi yang lebih segar dan progresif sesuai perkembangan usaha koperasi kredit kita saat ini.

Ahli pemasaran internasional, Philip Kotler dan Kevin Lane Keller  (2007:177) dalam buku ‘Manajemen Pemasaran’ mengatakan bahwa kepuasan anggota dan pelanggan (konsumen) adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja yang diharapkan. Anggota dan pelanggan apabila merasa puas dengan nilai yang diberikan oleh produk dan pelayanan koperasi kredit sangat besar kemungkinannya menjadi pelanggan dalam waktu yang lama dalam melakukan transaksi berulang. Pandangan ini terpancar dalam Kotler dan Armstrong (2001:9) yang menyatakan bahwa  kepuasan anggota dan pelanggan (konsumen) adalah sejauh mana anggapan kinerja produk memenuhi harapan pembeli. Apabila kualitas produk lebih tinggi dari harapan pelanggan maka pembelinya merasa puas atau amat gembira.

Kualitas versi Philip R. Cateora dan John L. Graham (2007:39-41) dalam buku ’Pemasaran Internasional’ terjemahan Shirly Tiolina Pasaribu mendefenisikan ke dalam dua dimensi yakni perspektif pasar dan kualitas kinerja (pelayanan). Keduanya merupakan konsep penting namun pandangan konsumen (anggota dan calon anggota koperasi kredit) atas kualitas produk lebih banyak berhubungan dengan kualitas dari perspektif pasar dibandingkan dengan kualitas hasil. Atribut kualitas menurut perspektif pasar merupakan bagian yang terkandung dalam keseluruhan produk seperti fisik atau inti produk dan seluruh proses pelayanan. Era pasar yang semakin kompetitif di mana pasar memiliki sejumlah pilihan, banyak konsumen (anggota dan calon anggota) mengharapkan kualitas produk dan layanan yang standar bahkan kualitas layanan harus melebihi harapan konsumen.

Pandangan Cateora dan Graham sebetulnya pengembangan dari penelitian Zeithaml dan Bitner (2000:75) yang mendefinisikan kepuasan sebagai respon atau tanggapan konsumen mengenai pemenuhan kebutuhan, keinginan dan permintaannya. Kepuasan merupakan penilaian mengenai ciri atau keistimewaan produk atau jasa, atau produk itu sendiri, yang menyediakan tingkat kesenangan konsumen berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan konsumsi konsumen. Kebutuhan, keinginan dan permintaan konsumen lebih diperdalam oleh Kotler dan Amstrong (2008:7) dalam buku ’Prinsip-prinsip Pemasaran’ alih bahasa Bob Sabran. Keduanya menyatakan bahwa kebutuhan  pelanggan adalah keadaan dari perasaan kekurangan bisa saja bersifat fisik, sosial dan pribadi. Kebutuhan fisik seperti makanan, pakaian, kehangatan dan keamanan sementara sosial seperti kebersamaan dan perhatian dan kebutuhan pribadi seperti pengatahuan dan ekspresi diri (bisa juga dalami piramida kebutuhan versi Abraham Maslow).

Berangkat dari berbagai persepsi dan teori tentang kepuasan konsumen (anggota dan calon anggota) maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan berhubungan sangat erat dengan kualitas produk dan pelayanan yang diberikan perusahaan atau lembaga termasuk koperasi kredit yang sesuai dengan kebutuhan, keinginan dan permintaan konsumen. Produk dan kualitas layanan yang memenuhi bahkan melebihi harapan konsumen maka produk dan layanan tersebut yang akan dipilih dan dengan demikian bisa meningkatkan loyalitas pelanggan. Dalam perspektif Koperasi Kredit hendakanya kualitas produk simpanan, pinjaman, pendidikan kritis dan perlindungan yang didukung dengan kinerja pelayanan yang prima merupakan sumber kepuasan anggota dan calon anggota. Anggota dan calon anggota puas maka Koperasi Kredit akan berkembang secara profesional dan berkelanjutan.

 

Abaikan SOP

Membaca subjudul di atas, mungkin sebagian besar di antara kita memunculkan sejumlah nada perlawanan atau tidak setuju. Bagaimana mungkin lembaga kuangan yang berwatak sosial di tengah usaha modern mengabaikan standar operasional prosedur (SOP). Apa jadinya koperasi kredit apabila dalam melakukan transaksi pinjaman mengabaikan SOP? Mengandalkan SOP saja, banyak kredit macet apalagi tidak mengikuti standar pelepasan kredit yang sudah menjadi ’pakem’ tertentu yang tertuang secara jelas dan transparan di dalam pola kebijakan atau pun SOP.

Penulis pun merasa demikian dan bertanya-tanya tanpa jawaban di dalam hati ketika  pertama kali membaca buku Hendrik Ronald (2014) yang berjudul ”The Power of Service: Bagaimana Cara Menjual 3 Kali Lebih Mahal dan Pelanggan Justru Berebut”. Jakarta: PT Gramedia.

Hendrik Ronald membuka penjelasannya dengan dialog yang menarik. ”Restoran apa ini? Saya nggak terima. Semua mau makan, isteri saya mau makan, anak-anak saya mau makan, hanya karena anak saya yang paling kecil mau bawa makanan sendiri dari luar, lalu Anda melarang saya makan di sini” teriak Hendrik pada manajer.

Jawab sang manajer, ”Maaf Pak. Iya, saya melarang Anda. Anda tidak bisa makan di sini. Ini sudah SOP (Standard Operating Procedure) kami.” Manajer restoran ngotot bahwa SOP adalah SOP. Harus ditegakkan. Tidak ada customer yang berada di atas SOP. Semua harus tunduk. Bahkan SOP sering menjadi tempat berlindung para manajer. Customer mau ngamuk, ya terserah. Yang penting dia sudah menjalankan SOP.

Entahkah kita setuju apabila SOP justru digunakan untuk mengusir customer. Mengapa gara-gara ketidakmampuan kita menulis SOP yang baik, lalu kita memperlakukan customer seperti seorang pelaku kriminal.

 Hendrik menyatakan bahwa Tony Hsieh (CEO Zappos.com) meminta para karyawannya menggunakan penilaian terbaik. Para karyawan diminta untuk memberikan pelayanan terbaik kepada setiap customer tanpa ada standar. Hanya ada satu standar, mereka diminta melayani sebaik-baiknya. Gunakan hati dan pikiran. Para karyawan Zappos diminta untuk membuang semua buku pelayanan yang malah akan menghambat mereka memberikan pelayanan terbaik.  SOP Zappos adalah ”berikan pelayanan terbaik”.

Namun Hendrik juga mengingatkan bahwa ada bagian-bagian pelayanan yang tidak bisa fleksibel dalam pelayanannya seperti para pilot dalam menerbangkan pesawat dan lain sebagainya. Dalam kasus koperasi kredit, mungkin perlu ketat SOP adalah bagian kredit misalnya.

Memang menurut para pakar manajemen pemasaran bahwa untuk meningkatkan kualitas pelayanan agar memuaskan pelanggan ada beberapa faktor seperti faktor produk (kualitas produk, hubungan antara nilai sampai pada harga, bentuk produk dan keandalan); faktor pelayanan (jaminan, respon keluhan dan cara pemecahan masalah) dan faktor pembelian (pengalaman karyawan, kemampuan dan kenyamanan).

Di atas semuanya itu, yang paling ditekankan adalah pelayanan.  Kualitas layanan adalah menciptakan nilai tambah dengan memberikan pelayanan yang melebihi harapan pelanggan (anggota dan calon anggota). Untuk itu, kita membutuhkan sikap mendengarkan customer. Seorang ahli negosiasi dunia, William Uri mengatakan bahwa sebenarnya kita ”mendengarkan untuk didengar”. Seburuk apa pun ide seseorang, ide tersebut ada benarnya, walaupun hanya dari sudut pandang dia. Kita harus mengakui ide tersebut benar. Sesekali kita berada dalam posisi customer.

Memang menciptakan kepuasan anggota melalui peningkatan kualitas layanan adalah strategi yang ’sulit-sulit mudah’. Sulitnya apabila demi pelayanan terbaik kepada anggota, kadang kita menyesuaikan berbagai aturan dengan kebutuhan, keinginan dan permintaan anggota. Akan tetapi apabila anggota tersebut macet maka kita akan bisa saling menyalahkan satu sama lain lantaran mengabaikan aturan atau SOP. Mudahnya bahwa kualitas pelayanan akan meningkatkan loyalitas anggota terhadap koperasi kredit. Apapun itu bahwa anggota dan calon anggota (customer) harus diberikan pelayanan terbaik sebab merekalah yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan koperasi kredit secara berkelanjutan.

 

***

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar