Oleh Petrus Juli, Yoan Santosa Putra & Kosmas Lawa Bagho
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Malang
2.4 Sikap dan Perilaku
dalam Bernegosiasi
2.4.1
Pentingnya Sikap terhadap Perselisihan dan Konflik: Mengembangkan
Filosofi Sama-Sama Menang dalam Negosiasi
Negosiator yang berhasil memiliki sikap yang positif. Para
negosiator
memandang konflik sebagai sesuatu yang normal dan konstruktif.
Pengatahuan dan ketrampilan yang dimiliki para
negosiator memainkan peranan penting dalam mencapai kesepakatan sebagai hasil
positif negosiasi bisnis. Ada banyak sikap yang dapat dikembangkan di dalam
negosiasi bisnis namun hal yang perlu diperhatikan agar pihak-pihak yang
terlibat di dalam negosiasi bisa menerapkan pola atau sikap dengan filosofi
sama-sama menang.
Masing-masing pihak di dalam suatu negosiasi tentu ingin
menang. Negosiasi yang berhasil berakhir dengan sesuatu yang dibutuhkan oleh
kedua pihak. Setiap kali seorang negosiator bersikukuh pada gagasannya, “ Saya harus menang, dan
benar-benar tidak peduli tentang pihak lawan”, maka bencana pun sudah diambang
pintu.
Konsep negosiasi sama-sama menang tidak sekadar didasarkan
pada pertimbangan etika. Negosiasi sama-sama menang secara sederhana adalah “pola atau
sikap yang baik dan
diharapkan terjadi di dalam setiap negosiasi bisnis”. Ketika pihak-pihak yang
berkepentingan di dalam suatu perjanjian merasa puas dengan hasilnya dan semua akan bersedia untuk bekerja sama
satu sama lain pada masa datang.
Bagi sebagian orang, filosofi sama-sama menang atau lebih
dikenal dengan istilah
kompromi mempunyai makna yang negatif. Namun sebagai mahluk pribadi
sekaligus sosial, sama-sama menang atau kompromi menggambarkan prinsip “beri dan terima”. yang Kata kompromi atau sama-sama menang secara sederhana berarti membuat dan
atau menerima konsesi (Robert B. Maddux 1991: 12 – 16).
Untuk mencapai negosiasi yang
sama-sama menang senantiasa didahului dengan temuan kepentingan dan kebutuhan yang sama dengan metode berikut : ciptakan suasana yang memampukan
kedua pihak untuk sebanyak mungkin mengemukakan buah pikiran yang relevan bagian suatu pemecahan; hindari penilaian dini sehingga semua
buah pikiran dapat
dikemukakan secara bebas dan bertanggungjawab; pusatkan perhatian pada masalah, bukan pada pribadi yang
terlibat; ketahui apa yang hendak dicapai bersama; jangan menanggapi
pertanyaan-pertanyaan retoris yang dimanfaatkan untuk mendukung kedudukan salah satu
pihak bukan
untuk mengemukakan kepentingan bersama.
2.4.2
Empat Perilaku Negosiator dalam Bernegosiasi
Hartman dan Casse dalam Irsan (2013) menyatakan bahwa
ada empat perilaku negisiator dalam bernegosiasi sebagai berikut:
2.4.2.1
Negosiator
Profesional.
Seorang
negosiator yang profesional akan tahu apa yang sedang dinegosiasikan, dan tahu
bagaimana memperoleh apa yang diinginkannya. Ia memiliki pengetahuan dan
ketrampilan bernegosiasi dengan baik. Yang tak kalah pentingnya adalah ia tahu
banyak hal tentang lawan negosiasinya.
2.4.2.2 Negosiator Curang.
Harus
berhati-hati berhadapan dengan seorang negosiator yang curang karena pada
dasarnya yang terlintas dalam benak pikirannya adalah bagaimana memenangkan
negosiasi dan mengalahkan anda. Yang penting bagi negosiator curang adalah
dapat memenangkan negosiasinya.
2.4.2.3
Negosiator
Bodoh.
Seorang
negosiator yang bodoh cenderung
menghendaki
kekalahan untuk kedua belah pihak. Tidak peduli apapun yang anda lakukan, ia
akan berusaha sekuat tenaga agar tidak ada yang bisa menang. Yang penting
baginya tidak ada yang menang dalam negosiasi. Oleh karena itu, untuk menghadapi negosiator macam ini,
anda harus memahami apa yang sebenarnya terjadi di balik perilaku pihak lawan
yang berpura-pura bodoh tersebut. Jika ia takut kalah, yakinkanlah agar ia
memiliki motivasi yang kuat untuk bernegosiasi dengan baik. Jika ia tidak tahu,
berilah pengertian yang sejelas-jelasnya, sehingga ia memahaminya dengan baik.
Jika ia merasa terancam, maka bersikaplah arif dan bijak dalam bernegosiasi.
2.4.2.4
Negosiator
Naif.
Pada
umumnya ia adalah negosiator yang tidak siap bernegosiasi, tidak tahu pokok
persoalan yang akan dinegosiasikan, bahkan cenderung percaya begitu saja pada
pihak lawan negosiasinya. Kalau perlu, ia bersedia memberikan apa saja yang
diminta oleh pihak negosiasinya. Dengan seorang negosiator yang naïf, pihak
lawan jelas dapat menang dengan mudah. Namun, pihak lawan sebaiknya tetap harus
lebih berhati-hati, karena bukan tidak mungkin ia sedang menyembunyikan sesuatu
yang tidak diketahui pihak lawan negosiasinya. Ia bisa juga menyetujui apa yang
diinginkan pihak lawan negosiasi, karena ia mempunyai tujuan lain yang
menurutnya sangat berarti baginya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar