Oleh Kosmas Lawa Bagho
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Malang
Pendahuluan
“Cara Gila
Menuju Manusia Hebat: Dengan Pemanfaatan Batin” sebuah judul fenonenal yang
kami sematkan pada buku internal magister manajemen tahun akademik 2014/2015
sebagai realisasi kreativitas kumpulan tulisan untuk membedah sisi-sisi
manajemen dari perspektif filsafat. Tulisan ini meski jauh dari kesempurnaan,
kami berjuang sebagai ‘legacy’
sederhana buat penambahan perbendaharaan referensi intelektual pendekatan
filfasat pada manajemen yang menjadi kosentrasi perkulian magister manajemen.
Menjadi
pertanyaan mendasar bahwa cara gila menuju manusia hebat: dengan pemanfaatan
batin itu suatu kenyataan atau ketampakan. Ia bisa disebut kenyataan lantaran
ada buku yang nanti akan dicetak dan bisa dibaca namun serentak kenampakan
lantaran judul buku bersangkutan masih menunjukkan tanda-tanda menuju
perealisasian cita-cita nyata untuk menjadi manusia hebat. Entahkah itu menjadi
kenyataan benar-benar nyata masih membutuhkan proses dan waktu yang cukup lama
tidak hanya 1 tahun, 5 tahun tetapi secara berkelanjutan.
Pertanyaan
tentang kenyataan dan kenampakan menjadi isu yang ingin dibahas secara khusus
pada penutup (epilog) buku ini. Ketampakan dan kenyataan dalam kehidupan
sehari-hari kadang tidak dapat dibedakan bahkan publik kerapkali menyamakan
kedua kata yang sesungguhnya memiliki makna berbeda makna tersebut. Publik
mengidentifikasikan kenampakan kadang sebagai kanyataan atau sebaliknya
kenyataan menjadi kenampakkan. Dengan demikian membutuhkan pemahaman dan
pemikiran yang lebih mendalam untuk bisa membedakan keduanya secara jelas dan
objektif sebab keduanya memunculkan ambuigitas di dalam kehidupan sehari-hari.
Apabila tidak
mendapatkan pemahaman yang benar di antara keduanya bukan tidak mungkin akan
membawa konsekuensi pada pengambilan keputusan terutama para manajer bisnis
atau perusahaan. Keadaan seperti ini semakin krusial apabila manajemen puncak dalam
upaya mengambilkan keputusan penting yang memiliki dampak pada perusahaan atau
pun harkat dan martabat manusia orang-orang yang mengabdi pada perusahaan
dimaksud. Misalnya, dalam peniliaan prestasi karyawan, manajer tidak mengetahui
atau membedakan kenampakan dan kenyataan perilaku karyawan dalam mewujudkan
target-target yang ditetapkan perusahaan bisa saja manajer mengambil keputusan
keliru tentang karyawan dimaksud. Apalagi pengambilan keputusan hanya
berbasiskan ‘gosip atau isu’ sebagai ketampakan dianggap sebagai kenyataan.
Dampaknya karyawan potensial bisa saja mendapatkan perlakuan yang tidak ‘fair’
bahkan dipecat dari perusahaan.
Untuk itu sudah
menjadi urgensitas bagi lembaga bisnis atau perusahaan memahami serta
membedakan secara jelas tentang ‘ketampakan dengan kenyataan’. Keduanya,
nampaknya bukan sesuatu yang rumit dan seolah-olah tidak bermanfaat namun
apabila ditelusuri lebih mendalam dan sungguh-sungguh memberikan manfaat yang
sangat menguntungkan bagi perusahaan, sebaliknya apabila tidak diperhatikan
secara serius akan membawa kerugian dan penyesalan yang mendalam bagi
perusahaan terutama para manajer dalam mengambil keputusan krusial bagi
perusahaan yang dipimpinnya.
Atas dasar itu,
dalam tulisan terakhir ini, kami berkenan memberi ulasan seadanya sebagai
tambahan wawasan dan ketrampilan bagi manajemen perusahaan dalam mengambil
keputusan lebih berdasarkan kenyataan yang telah ditelusuri secara mendalam
dengan bantuan filsafat ketimbang hanya berbasiskan ketampakan yang kadang
sebagai bingkai “fatamorgana’ yang manipulatif dan juga tidak jarang destruktif
di dalam kehidupan bersama termasuk di dalam lembaga bisnis atau perusahaan.
Ulasan ini bagaikan
percikan api yang membakar cara berpikir dan membuka jendela bernalar para
manajemen puncak dan para penanggungjawab perusahaan untuk bersungguh-sungguh
mendalami segala sesuatu hingga yang paling hakiki bukan tergoda pada apa yang
nampak atau ketampakan saja kadang membawa kerugian atau ketidak beruntungan
bagi diri, keluarga, masyarakat dan perusahaan yang dipimpinnya. Kecerdasan
nalar dan akal budi sangat membantu dalam pengambilan keputusan yang arif dan
bijaksana tanpa merendahkan martabat sebagai pribadi dan sesama yang lain.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar