Oleh Kosmas Lawa Bagho
Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Negeri Malang
2.1.2 Dasar Pembentukan Pasar Tunggal ASEAN
Periode tahun 1997 menjadi cikal
bakal kesadaran Negara-negara ASEAN memasuki pasar bebas dengan sejumlah
konsekunsinya. Ada sejumlah kesepakatan agar Negara ASEAN bisa menjadi ‘leader’ pasar di tengah arus kompetisi
pasar internasional atau pasar global. Kesepakatan visi 2020 tanggal 15
Desember 1997 menjadi cikal bakal perjuangan yang lebih kencang dan menyatu
bagi Negara-negara ASEAN dalam menghadapi arus globalisasi dan liberalisasi
yang tentu akan sangat berpengaruh baik secara langsung maupun tak langsung
terhadap sendi-sendi kehidupan Negara atau bangsa-bangsa di ASEAN.
Sejak tahun 1997 menghasilkan
Visi ASEAN 2020 maka pada ASEAN summit ke-9 tahun 2003 menghasilkan menetapkan 11
sektor prioritas terintegrasi (11 Priority
Integration Sector atau disingkat PIS). Akan tetapi pada pertemuan tahun
2006 berkembang menjadi 12 sektor prioritas dengan perincian tujuh sektor
industri dan lima sektor jasa. Kelima sektor jasa adalah transportasi udara,
e-asean, pelayanan kesehatan, turisme dan logistik sementara tujuh sektor industri
adalah pertanian, elektronik, perikanan, produk karet, tekstil, otomotif dan
produk kayu (Humphrey Wangke, 2014).
Keinginan ASEAN membentuk MEA di
tengah kompetisi pasar global didorong oleh perkembangan eksternal dan internal
kawasan. Dalam konteks eksternal kawasan, Asia diprediksi akan menjadi kekuatan
ekonomi baru dengan sokongan utama Negara India, Tiongkok dan Negara-negara
ASEAN. Dari sisi internal, kekuatan
ekonomi ASEAN sampai tahun 2013 telah menghasilkan GDP senilai $3,36 triliun
dengan laju pertumbuhan 5,6 persen dan memiliki dukungan penduduk 617,68 juta
orang.
Mewujudkan visi ASEAN 2020 dan
PIS 2006 maka Negara-negara ASEAN menyepakati blueprint dengan empat kekuatan
(pilar) utama (1) ASEAN sebagai
pasar tunggal dan basis produksi internasional dengan elemen aliran bebas
barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih
bebas; (2) ASEAN sebagai kawasan
dengan daya saing ekonomi yang tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi,
perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan
infrastruktur, perpajakan dan e-commerce; (3) ASEAN sebagai
kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan
usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara-negara CMLV
(Cambodia, Myanmar, Laos, dan Vietnam); dan ASEAN sebagai kawasan yang
terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang
koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta
dalam jejaring produksi global (Departemen Perdagangan Republik Indonesia dalam Nasich, 2011).
Indonesia sebagai Negara terbesar
di kawasan ASEAN tentunya tidak ketinggalan dalam adu cepat merebut pasar bebas
Asia Tenggara atau Masyarakat Ekonomi ASEAN. Indonesia telah melahirkan
regulasi UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
2.1.3 Peluang MEA
atau AEC 2015
MEA atau AEC 2015 merupakan
bentuk integrasi ekonomi kawasan ASEAN yang stabil, makmur dan berdaya saing
tinggi sehingga tujuan utamanya adalah menjadikan Negara-negara ASEAN sebagai
pasar tunggal dan basis produksi yang akan terjadinya arus bebas barang, arus
bebas jasa, arus bebas investasi dan arus bebas tenaga kerja terampil serta
arus bebas modal. MEA atau EAC yang akan berlaku Desember 2015 diharapkan dapat
mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan pengembangan budaya (Heri
Pratikto, 2014).
Implementasi MEA atau AEC 2015 juga
memberikan peluang bagi Negara-negara anggota ASEAN untuk memperluas cakupan
skala ekonomi, mengurangi dan kesenjangan sosial-ekonomi, meningkatkan daya
tarik sebagai tujuan bagi investor dan wisatawan, mengurangi biaya transaksi
perdagangan serta memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis.
Negara Indonesia juga mendapatkan
berkah dengan berlakunya pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN. Ketua Umum KADIN
(Kamar Dagang Indonesia) DKI Jakarta), Eddy Kentadi (tanpa tahun) mengsinyalir peluang MEA atau AEC 2015 bagi Indonesia
sebagai berikut Pertama, implementasi AEC berpotensi menjadikan
Indonesia sekedar pemasok energi dan bahan baku bagi industrilasasi di kawasan
ASEAN, sehingga manfaat yang diperoleh dari kekayaan sumber daya alam mininal. Kedua,
melebarnya defisit perdagangan jasa seiring peningkatan perdagangan barang.
Ketiga, implementasi AEC juga akan membebaskan aliran tenaga kerja
sehingga harus mengantisipasi dengan menyiapkan strategi karena potensi
membanjirnya Tenaga Kerja Asing (TKA) akan berdampak pada naiknya remitansi TKA
yang saat ini pertumbuhannya lebih tinggi daripada remitansi TKI. Akibatnya,
ada beban tambahan yaitu dalam menjaga neraca transaksi berjalan dan mengatasi
masalah pengangguran. Keempat, implementasi AEC akan mendorong masuknya
investasi ke Indonesia dari dalam dan luar ASEAN.
Merujuk pada pembahasan di atas
meski ada kekuatiran bahkan sebagian orang terkesan menolak kehadiran MEA atau
AEC 2015 yang dianggap sebagai ‘hantu’ yang dapat menghancurkan perusahaan atau
UMKM Indoensia ternyata memiliki sejumlah peluang. Negeri kita tidak bisa tidak
untuk lari dari pasar bebas ASEAN, pasar bebas Asia dan pasar bebas dunia.
Indonesia di tengah arus kemajuan dan perkembangan tidak lagi sebagai sebuah
negeri ‘gheto’ yang tertutup terhadap hingar bingar pasar bebas internasional
dan tidak lagi mampu memenuhi berbagai kebutuhan dan persoalan masyarakat
secara sendirian. Kita mesti bergabung dan berkompetisi secara fair dengan Negara-negara lain. Kita memanfaatkan
peluang tersebut seefisien dan seefektif mungkin sesuai VISI ASEAN 2020.
***
Diposting Malang, 3 Mei 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar