Oleh Kosmas Lawa Bagho
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Malang (UM)
2.1.3 Konsep
Ontologis Partisipasi
Partisipasi
berasal dari bahasa Inggris yaitu “participation” adalah pengambilan bagian atau pengikutsertaan.
Menurut Keith Davis, partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan emosi
seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab di dalamnya.
Dalam defenisi tersebut kunci pemikirannya adalah keterlibatan mental dan
emosi. Sebenarnya partisipasi adalah suatu gejala demokrasi dimana orang
diikutsertakan dalam suatu perencanaan serta dalam pelaksanaan dan juga ikut
memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat
kewajibannya. Partisipasi itu menjadi baik dalam bidang-bidang fisik maupun
bidang mental serta penentuan kebijaksanaan.
Dalam dunia bisnis, partisipasi senantiasa berhubungan
dengan keterlibatan aktif seseorang (karyawan atau pemimpin) dalam keseluruhan
proses usaha untuk meningkatkan laba atau hasil serta mencapai tujuan yang
telah ditetapkan bersama. Tingkat partisipasi sangat bergantung pada kesiapan
mental dan jiwa serta kompetensi yang dimiliki masing-masing individu.
2.1.4 Filsafat Manajemen Partisipasi
Berangkat dari sejumlah konsep dan teori ontologism di
atas, penulis berkesimpulan bahwa manajemen partisipasi sangat penting bagi
perusahaan atau bisnis. Manajemen partisipasi menjadi salah satu bagian yang
mendukung proses pencapaian tujuan bersama yang telah ditetapkan bersama yakni
kesejahteraan bersama dan keberlanjutan perusahaan atau bisnis itu sendiri.
Agar manajemen partisipasi tidak mengancam harkat dan martabat manusia maka
dibutuhkan cara berpikir atau filsafat.
Filsafat bagaikan ‘burung elang’ yang senantiasa
mengawasi dan ikut mendorong manajemen partisipasi untuk berjalan sesuai premis
atau asumsi kemanusiaan. Filsafat yang memberikan penerang bagi manajemen
partisipasi akan menemukan hakekatnya yang absolut. Untuk itu, menurut
pandangan pribadi, filsafat manajemen
partisipasi adalah segala aktivitas pelibatan manusia dalam proses pengelolaan
bisnis yang berdasarkan kemanusiaan sebagai manusia agar mampu mewujudkan
tujuan usaha atau bisnis yakni kesejahteraan bersama.
Manusia bukan menjadi ‘budak’ manajerial melainkan
semakin manusiawi lantaran keterlibatan (partisipasi) aktif secara sadar dan
bertanggungjawab sebagai manusia yang berpribadi unik serentak sebagai mahluk
sosial. Pada titik inilah, manajemen partisipasi menemukan hakekatnya yang mendasar,
menyeluruh dan spekulatif. Filsafat memikirkan yang belum ada dibalik manajemen
partisipasi yang nyata, mengapa tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar