Oleh Kosmas Lawa Bagho
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Malang (UM)
Bab
II
Pembahasan
2.1
Filsafat Manajemen
Partisipasi dalam Tataran Konsep
Tulisan
ini memang bersifat refleksi pribadi penulis tentang filsafat manajemen partisipasi.
Walau pun demikian agar refleksi pribadi memenuhi kaidah-kaidah ilmu dan
dirasakan lebih berkualitas maka keseluruhan pemaparan hendaknya melandaskan
diri pada teori-teori atau konsep-konsep yang sudah diterima umum.
Konsep-konsep tersebut diupayakan dipertanyakan agar bisa menemukan konsep baru
atau paling tidak konsep bersangkutan mendapatkan validitas baru yang dapat
lebih diperkaya.
Tentu
keseluruhan refleksi pribadi ini tidak dengan ambisi besar bertujuan harus
memperoleh teori baru namun memberikan daya kritis terhadap apa yang sudah ada
dan diharapkan terus-menerus dikritisi sehingga semakin melengkapi konsep
manajemen partisipasi yang sudah lazim dan berlaku hingga saat ini. Filsafat
manajemen partisipasi yang dibahas di sini lebih berorientasi pada lembaga
bisnis atau perusahan.
Untuk memudahkan pemahaman dan diskusi kritis tentang
filsafat manajemen partisipasi maka perlu dikemukan konsep ontologis masing-masing
term mulai dari Filsafat, Manajemen dan Partisipasi.
2.1.1 Konsep
Ontologis Filsafat
Term atau kata Filsafat menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI, 2008) seperti dikutif Iqrak Sulhin (2010:135) menyatakan bahwa
(1) pengatahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakekat segala
sesuatu yang ada, sebab, asal dan hukumnya, (2) teori yang mendasari alam
pikiran atau suatu kegiatan, (3) ilmu yang berintikan logika, estetika,
metafisika dan epistemologi, (4) falsafah.
Term atau kata Filsafat itu sendiri berasal dari
bahasa Yunani “philos (suka,cinta)” dan “sophia (kebijaksanaan)” lalu
diterjemahkan kedalam bahasa Inggris “philosophy’ yang artinya cinta kebijaksanaan.
Artinya filsafat adalah sebuah pendekatan atau pencarian yang mendalam untuk
menemukan kebijaksanaan tertinggi. Kadang kebijaksanaan tertinggi atau absolut
itu sering dinamakan dengan “Tuhan”.
Berangkat dari asal katanya tersebut dapat dimaknai
bahwa filsafat bagaikan mata pisau yang tajam untuk terus mempertanyakan yang
ada bahkan yang belum ada untuk menemukan hal yang substansial atau hakiki.
Filsafat tidak cepat percaya pada yang ada di permukaan. Filsafat menyelami dan
menelusuri relung-relung terdalam dari ilmu pengatahuan atau apa pun yang
tampak di permukaan. Filsafat terus berpikir untuk mencari tahu ada apa
dibaliknya. Oleh karena itu, sebagaian
orang kadang menolak cara berpikir filsafati lantaran dianggap tak berguna, tak
dimengerti dan sulit apalagi berurusan dengan bisnis atau perusahaan. Namun
justru, filsafatlah yang membuat bisnis, ilmu pengatahuan, teknologi dan alam
sekitarnya menjadi bermakna sebab filsafat berperan sebagai penerang demi
kebahagiaan umat manusia.
Peter Druker (2001) seorang ahli bisnis dan profesor
manajemen terkemuka seperti dikutif Reza A. A Wattimena menulis,”Manajemen
tidak dilepaskan dari filsafat. Tanpa filsafat, manajemen tidak memiliki
fondasi pengatahuan yang kuat. Tanpa manajemen, filsafat akan berhenti sebagai
pengatahuan dan insight yang belum
diterapkan dalam praktek.”
2.1.2
Konsep Ontologis Manajemen
Kata manajemen memiliki makna atau terjemahan ke dalam
bahasa Indonesia secara beragam dan tidak pernah final atau tuntas. Pluralitas
makna manajemen tersebut berdasarkan pada aneka ragamnya persepsi dan cara
berpikir tentang manajemen sesuai keilmuan dan kompetensi yang dimiliki
masing-masing orang. Hal itu semakin menambah kekayaan tentang pengertian
manajemen.
Namun untuk pemahaman refleksi kritis kita bersama
dalam tulisan ini, penulis mengutif tulisan Alan Pnl yang mengutif pikiran Mery
Parker Follet dan Ricky W. Griffin.
Kata manajemen berasal dari bahasa Perancis
‘menegement’ lalu diadopsi bahasa Inggris ‘management’ yang artinya seni
mengatur dan melaksanakan. Follet dan Griffin melengkapinya dengan pengertian
yang lebih luas adalah seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain atau sebuah
proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai
sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat
dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang
ada dilaksanakan secara benar, terorganisir dan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
Manajemen dimaksudkan untuk mengoptimalkan hasil
atau produktivitas perusahaan atau bisnis dengan memanfaatkan segala sumber
daya yang ada melalui partisipasi yang tinggi. Manajemen membutuhkan
keterlibatan semua pihak untuk mencapai tujuan lembaga bisnis atau perusahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar