Oleh Kosmas Lawa
Bagho
Setiap
pakar dengan latar belakang kehidupan dan pendidikan serta persepsi memberikan
teori modernisme dan pertumbuhan ekonomi secara berbeda-beda. Perbedaan
perspektif ini lebih kentara antara pakar yang hidup pada dunia industri (dunia
maju) dengan pakar yang hidup pada dunia pertanian (dunia ketiga) yang agak
lebih miskin. Namun yang pasti para pakar modernisme dan pertumbuhan ekonomi
memiliki landasan (paradigm) berpikir dengan tujuan yang sama adalah mewujudkan
masyarakat sejahtera (bonum commune). “Bonum commune” merupakan pencaharian
paling dalam setiap insan pada setiap Negara yang hadir dibawah kaki langit
yang sama yang dinamakan planet bumi.
Arif
Budiman dalam bukunya “Teori Pembangunan Dunia Ketiga” terbitan Gramedia
Pustaka Utama, 1995 menulis, “Secara umum, di dunia ini terdapat dua kelompok
Negara: (1) Negara yang memproduksi hasil pertanian dan (2) Negara yang
memproduksikan barang industri (perdangan). Antara kedua kelompok Negara ini
terjadi hubungan dagang dan keduanya saling menguntungkan. Tetapi setelah
beberapa puluh tahun kemudian, tampak bahwa Negara-negara industri menjadi semakin kaya sedangkan
Negara-negara pertanian semakin tertinggal. Neraca perdagangan antara kedua
jenis Negara ini selalu menguntungkan Negara-negara yang mengkhususkan diri
pada produksi barang industri.”
Melandasi
pada teori di atas, para pakar pembangunan mulai mempertanyakan secara
substansial, mengapa terjadi dua kelompok Negara yang berbeda di dalam dunia
ini yakni Negara-negara miskin yang biasanya merupakan Negara yang mendandalkan
pertanian sebagai pilihan hidup dan Negara-negara kaya yang biasanya adalah
Negara industri? Apa yang menyebabkannya?
Menelisik
pertanyaan esensial di atas, muncullah pula dua kelompok teori. Pertama, teori-teori
yang menjelaskan bahwa kemiskinan disebabkan terutama oleh faktor-faktor
internal atau faktor-faktor yang terdapat di dalam negeri pada Negara yang
bersangkutan dan biasanya dikenal dengan Teori Modernisme. Kedua, teori-teori
yang lebih banyak mempersoalkan faktor-faktor eksternal sebagai penyebab
terjadinya kemiskinan di Negara-negara tertentu. Kemiskinan dilihat terutama
sebagai akibat dari bekerjanya kekuatan-kekuatan luar yang menyebabkan Negara
bersangkutan gagal melakukan pembangunannya. Teori ini lebih dikenal dengan
nama Teori Struktural.
Ada
banyak pakar dari kedua teori dimaksud. Namun untuk maksud pembahasan saat ini,
saya hanya mengambil beberapa pakar yang mewakili kedua teori tersebut. Untuk
Teori Modernisme diwakili oleh Harrod-Domar, Max Weber, David McClelland,
W.W.Rostow, Bert F. Hoselitz, Alex Inkele dan David H. Smith sementara Teori
Struktural diwakili oleh Karl Marx, Paul Baran, Raul Presbisch, Andre Guner
Frank dan Theotonia De Santos.
Teori
Modernisme lebih menekankan bahwa pembangunan sebagai masalah internal dan
kemiskinan disebabkan oleh fator internal Negara bersangkutan seperti masalah
penyediaan modal dan investasi, masalah psikologi (kebutuhan atau dorongan
berprestasi yang membentuk manusia wiraswasta dengan n.ach yang tinggi),
masalah nilai-nilai budaya khususnya nilai-nilai agama sementara Teori
Struktural (Ketergantungan) berpendapat bahwa kemiskinan yang terjadi di dunia
ketiga yang mengkhususkan diri pada produksi pertanian adalah akibat dari
struktur pertanian dunia yang eksploitatif: yang kuat mengeksploitasi yang
lemah.
Yang
membanggakan dan melegakan kita bahwa tabrakan kedua teori yang berbeda itu
memuncak pada satu tahap pencaharian para pakar untuk meminimalisir atau
mengatasi keregangan hubungan antara Negara kaya dan Negara sedang berkembang
(miskin). Para pakar pembangunan bersepakat untuk menyatukan kedua teori ini dalam
kemitraan sejati yang saling menguntungkan (mutualism) dan menciptakan dunia
yang lebih damai dan sama-sama sejahtera. Inilah kontribusi terbesar para pakar
modernisme dalam pertumbuhan ekonomi dunia yang menyatu tanpa ada lagi
perbedaan di segala bidang kehidupan yang namanya manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar