Sambutan Kepala Desa Induk (Nagerawe)
pada peresmian dan pelantikan Desa Pemekaran dan para pejabat
Desa Focolodorawe (22 September) & Alorawe (23 September 2008)
Oleh Severinus Keka (disiapkan oleh Kosmas Lawa Bagho, S. Fil)
Yth. Penjabat Bupati Nagekeo, Bapak Elias Jo bersama rombongan ..
Ketua DPRD Nagekeo, Bapak Paul Nuwa Feto dan rombongan ...
Camat Boawae, Bapak Immanuel Ndun bersama rombongan ....
Para Penjabat Desa pemekaran (Focolodorawe dan Alorawe) bersama staf ...
Para kepela sekolah TK, SD dan SMP bersama staf ....
Teman-teman staf desa induk ....
Masyarakat, mosalaki, tuan tanah dan para undangan yang tak dapat saya sapa satu
persatu ...
Singkatnya hadirin yang saya muliakan ....
Rasanya kakiku bergetar dan bibirku gemetar untuk menyampaikan satu dua pikiran pada hari yang sangat bersejarah seperti hari ini. Namun berkat dorongan kasih TUHAN yang maha besar atau dalam bahasa kita ‘Dewa zeta, gae zale, ine ame ebu kajo’ dan dukungan kita semua yang hadir memampukan saya untuk menyampaikan satu dua pikiran pada hari spesial ini. Oleh karena itu pada kesempatan pertama, sudah sepatutnya kita melambungkan pujian dan hormat berlimpah kehadirat TUHAN yang telah melakukan berbagai keajaiban bagi masyarakat dan desa kita selama ini seperti yang kita saksikan pada hari ini. Tak pernah kita bayangkan sebelumnya bahwa semuanya terjadi dan berubah begitu cepat ....
Bapak Penjabat Bupati dan hadirin yang berbahagia ........
Peristiwa hari ini harus kita catat dengan tinta emas bukan saja di atas kertas berharga tetapi di dalam hati kita masing-masing sebagai peristiwa sejarah yang penuh rahmat dan keajaiban. Mengapa berahmat? Karena hari ini kita tidak merayakan peresmian perpisahan 2 anak desa dari induknya atau sara gita “gita bire pia wisa negha bire papa sabu wali”, tetapi “gita ka inu puu poza sa poo nee nika sa podo kedhi moo saghe begha nee ana taa negha nuka sao’.
Kita tidak saling memisahkan diri satu sama lain tetapi hanya makan minum bersama merayakan kedewasaan anak-anak kita (Focolodorawe dan Alorawe) yang dianggap sudah mampu dan mandiri mengurus rumah tangganya sendiri. Peristiwa hari ini merupakan pemekaran atau pembagian beban tanggungjawab agar semua masyarakat bisa lebih cepat menikmati kesejahteraan lahir dan batin.
Peresmian pemekaran dan pelantikan hari ini sebagai jalan tol pemberdayaan dan pemandirian masyarakat bukannya suatu momen untuk membagi-bagi kekuasaan dan juga membagi-bagi tindakan korupsi. Peristiwa hari ini harus mampu mendorong kita semua untuk bekerja lebih keras dan lebih cerdas agar kita bisa selangkah lebih maju dari hari-hari sebelumnya. Hari ini juga menjadi titik start awal buat kita semua untuk keluar dari rasa rendah diri, warga kelas dua, “au lowo”, tidak mampu, kolot, miskin dan lain sebagainya.
Kejadian hari ini menunjukkan kepada dunia lain bahwa kita masih ada dan sama bermartabat seperti mereka yang lain. Kita memiliki banyak potensi untuk hidup lebih sejahtera dan tidak bergantung kepada orang lain. Namun sayang kita memiliki berbagai keterbatasan terutama keterbatasan sumber daya manusia dan sarana jalan yang belum memadai.
Oleh karena itu saya mengharapkan agar kita memanfaatkan peristiwa hari ini sebagai media melihat potensi diri dan wilayah kita masing-masing untuk melakukan perubahan demi peningkatan mutu hidup semua kita “berdiri sama tinggi, duduk sama rendah dan berlari sama cepatnya” (tepuk tangan buat kita semua....)
Atas dasar itu, saya ingin memberikan beberapa pikiran pada hari bersejarah ini:
Pertama: Kami perlu menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada pemerintah tingkat atas, DPRD dan semua pihak yang telah bekerja keras untuk pemberdayaan 1 desa menjadi 3 desa sebagai momen untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat di daerah ini.
Kedua: Kepada Pemerintah Kabupaten dan Kecamatan maupunn DPRD bahwa kami masih memiliki berbagai keterbatasan seperti bapak/ibu saksikan hari ini. Kami tidak minta ikan tetapi kami minta kail agar kami mampu mandiri. Kami sudah memiliki lembaga pendidikan seperti 1 TK/Kelompok Bermain, 3 SD dan 1 SMP. Kami masih membutuhkan 1 sekolah lagi yakni SMA atau SMK. Untuk lembaga pendidikan yang sudah ada, kami masih membutuhkan pendampingan dan bantuan dana terutama sekolah TK atau Kelompok Bermain yang lahir atas inisiatif masyarakat sendiri dan bekerja sama dengan Yayasan Indonesia Heritage Fund (IHF)-Jakarta tahun 2007 namun mulai tahun depan (2008) honor guru (2 orang) dan gedung harus ditangani sendiri.
Kami berusaha untuk menangani sendiri namun kelihatan belum mampu. Kami juga memiliki beberapa anak yang sedang dan akan menamatkan kuliah di Perguruan Tinggi, tolong seleksi mereka sesuai kriteria yang berlaku dan kalau berkenan mereka juga mambantu bapak/ibu entah sebagai guru atau pegawai baik itu tenaga honorer maupun pegawai negeri. Kami memang tidak memberi apa-apa kepada pemerintah namun menurut cerita para pendahulu kami bahwa kami juga pernah memberikan sejengkal tanah kepada pemerintah untuk peningkatan derajat hidup orang banyak dan juga kami teristimewa anak cucu kami di kemudian hari. Jikalau mereka sejahtera maka apa yang telah dilakukan pendahulu kami, tidak akan diutak atik lagi akan tetapi saya tidak pernah tahu apa yang akan terjadi seandainya janji kesejahteraan tidak pernah mereka nikmati ...
Ketiga: Kepada kedua anak kami yang mulai dewasa dan mandiri. Janganlah melihat peristiwa hari ini sebagai hari pemisahan diri. Kita tetap masih satu keluarga yang lahir dari rahim yang sama Rawe ulu wena tanpa kecuali. Kita hanya beda nama tetapi satu. Janganlah kita saling mencelakakan di kemudian hari hanya karena batas wilayah. Batas wilayah hanyalah batas administratif ketatanegaraan tetapi kita masih satu hak ulayat yang tidak bisa diobrak-abrik begitu saja karena berbagai dorongan kepentingan jangka pendek.
“Kolo menga sa toko, tali menga sa tebu, gita uma lange wai toko pare moo manu kaku menga papa talu, rusa me menga papa zenge. Bire miu, kau tetapi gita”. Tidak ada kau, kamu tetapi kita. Saya ulangi lagi petuah pendahulu: tanah ini boleh digarap sampai anak cucu tetapi tidak diperjualbelikan dengan alasan apapun. Tidak ada milik pribadi menyangkut tanah yang ada hanyalah milik suku, milik kita semua untuk keberlanjutan penghidupan yang lebih layak di kemudian hari.
Keempat: Untuk para penjabat dan para kepala desa. Saya ingatkan bahwa “dulu menjadi kepala desa itu mudah dan enak. Rakyat diajak apa saja mau. Tidak rewel. Sekarang susah. Rakyat sekarang sudah pintar dan sangat kritis”. Gunakan jabatan sebagai kesempatan untuk membuat rakyat atau orang lain berharga, bernilai bagi dirinya sendiri, lingkungan dan masyarakat. Jangan menjadi raja-raja kecil yang sewenang-wenang. Jangan korupsi uang terutama jabatan dan waktu untuk melayani diri sendiri, keluarga dan kroni-kroni. Kita ada untuk masyarakat.
Kelima: Untuk kita semua. Hari ini sejarah telah kita buat bersama. Tak pernah kita bayangkan sebelumnya. Pemekaran harus memberdayakan kita semua untuk semakin memiliki kedaulatan, harga diri dan tidak lagi bergantung pada orang lain. Memang berat tetapi apabila kita bersama kita mampu memandirikan desa kita masing-masing untuk sejajar dengan yang lain.
Akhirnya saya menyampaikan terima kasih atas kehadiran dan perjuangan kita semua sehingga semua acara hari ini dapat berlangsung dengan aman dan sukses. Meski saya sadar masih ada banyak kekurangan yang sudah dan akan kita alami. Saya atas nama masyarakat 3 desa menyampaikan permohonan maaf. Mari kita bergandengan tangan untuk kehidupan yang lebih baik dan lebih bermartabat ke depan.
Sekian dan terima kasih
Kepala Desa Induk.
Jumat, 02 September 2011
Bersama Membangun Kemandirian Desa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar