Oleh Kosmas Lawa Bagho
Mahasiswa S2 Manajemen Universitas Negeri Malang
METODE
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian kualitatif studi kasus. Artinya menggunakan analisis
semata-mata untuk mengungkapkan suatu pertanda dan keadaan sebagaimana adanya
(Supardi, 2005:27). Menurut Creswell
(2015:137-138) memberikan ciri
khas studi kasus yakni pertama, indentifikasi kasus untuk suatu studi; kedua,
kasus tersebut merupakan sebuah sistem yang terikat oleh waktu dan tempat;
ketiga, studi kasus menggunakan berbagai sumber informasi dalam pengumpulan
datanya untuk memberikan gambaran secara terinci dan mendalam tentang respon
dari suatu peristiwa; keempat, menggunakan pendekatan studi kasus, peneliti
akan menghabiskan waktu dalam menggambarkan konteks unutk suatu kasus. Jenis
penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang bisa diamati (Moleong, 2014: 4).
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif juga mempertimbangkan metode
pengambilan data yang membutuhkan pengamatan mendalam melalui wawancara
intensif, penelaahan dokumen dan observasi.
Pendalaman informasi dalam penelitian menggunakan tiga
sumber : (1) informan kunci terdiri atas pengurus, pengawas, penasihat, general
manajer, manajer cabang dan anggota. Penggalian informasi berkaitan dengan
alasan membentuk dan mengembangkan koperasi kredit serta peran koperasi kredit
dalam memberdayakan anggota, (2) data dokumentasi berhubungan dengan produk dan
layanan, laporan keuangan koperasi kredit dan usaha pemberdayaan wirausaha
anggota, (3) pengamatan berkaitan dengan kegiatan pelayanan pinjaman produktif,
pendampingan (pelatihan) usaha-usaha anggota. Triangulasi sumber dilakukan
dengan meneliti perolehan informasi yang berasal dari informan, dokumentasi dan
observasi.
HASIL
PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Hasil
Penelitian
Pemberdayaan wirausaha anggota saat ini sudah mulai
menjadi prioritas kegiatan setiap koperasi kredit. Koperasi kredit agar bisa
bertumbuh, berkembang dan berkelanjutan, salah satu medianya adalah
pemberdayaan wirausaha angggotanya. Demikian juga dengan Koperasi Kredit
Sangosay. Koperasi Kredit Sangosay memperoleh badan hukum dari pemerintah
tanggal 18 Juni 1988 dengan Nomor 516/BH/XIV dan dikukuhkan lagi tanggal 10
April 1997 Nomor 13/PAD/KWK.24/IV/1997 dan menjadi primer tingkat provinsi
tanggal 25 September 2008 Nomor 02/PAD/BH/XXIX/IX/2008.
Dalam seluruh kiprah perjuangan dan pengelolaan sejak
awal pembentukannya, Koperasi Kredit berusaha memberdayakan wirausaha anggota.
Dalam sesi wawancara mendalam dengan wakil anggota, Theresia Ngewi (TN)
menyatakan, “Saya menjadi anggota Koperasi Kredit Sangosay sejak tahun 1981.
Saya menjadi anggota karena saya percaya, koperasi kredit ini dapat menjawab
persoalan-persoalan dan kebutuhan saya bersama keluarga. Koperasi kredit
melatih saya untuk hidup hemat, tidak boros dan berkorban serta bekerja keras
utnuk memperoleh sesuatu dalam meraih tingkat hidup yang lebih baik. Saya
bangga bahwa melalui koperasi kredit ini: anak-anak saya bisa sekolah sampai
perguruan tinggi; saya bisa membangun rumah yang layak dan buka usaha bengkel
yang diteruskan anak-anak”. (TN, 6).
Salah seorang anggota muda, Rudolf A. Wogo (RAW) dalam
wawancara juga menegaskan bahwa beliau awalnya wirausahawan dan berterima kasih
kepada koperasi kredit yang telah memberdayakan dan mengembangkan usahanya
dengan omset Rp50 juta per bulan dan aset mencapai 800 juta rupiah saat ini. Beliau pun berujar, “Saya menjadi anggota
koperasi kredit ini tahun 2010. Saya menjadi anggota karena saya simpan dan
tarik uang gampang; pelayanannya mudah, cepat terutama pelayanan pinjaman unutk
usaha apalagi saya sebagai wirausahawan maunya cepat mendapatkan dana segar
untuk peningkatan usaha yang sudah ada. Koperasi kredit meneguhkan motivasi
usaha saya. Bersama koperasi kredit, saya berani mengembangkan usaha seperti
foto copy, studio foto, shouting dan editing video, usaha cetak mencetak
(undangan dan spanduk), tempat kafe dan rumah makan. Usaha saya makin lancar,
saya pinjam modal dari koperasi kredit, angsur lancar ke koperasi kredit dan
meningkatkan pendapatan koperasi kredit. Dengan demikian, secara tidak
langsung, saya mengembangkan koperasi kredit dan membantu sesama anggota yang
lain. Saya juga merasa bangga dan memiliki koperasi kredit ini sehingga saya
tidak akan pernah meninggalkannya sampai kapan pun. Keluarga saya dan karyawan
semuanya menjadi anggota” (RAW, 7).
Wawancara anggota di atas menunjukkan secara jelas
bahwa koperasi kredit memang sudah memiliki niat untuk membantu anggotanya
mengembangkan usaha-usaha produktif. Hal ini ditegaskan pula pengurus, Philipus
Lusi (PL). Dalam wawancara, beliau menuturkan, “Koperasi kredit kami dibentuk
awalnya tahun 1977 dan resminya tanggal 28 Mei 1983. Kami tidak memiliki impian
yang muluk-muluk pada waktu awal. Alasan kami membentuk koperasi kredit ini:
pertama, membantu meringankan beban para guru dan pegawai di lingkungan YASUKDA
(Yayasan Persekolahan Katolik Ngada) yang mengalami kesulitan biaya anak
sekolah, biaya rumah sakit dan terlilit utang. Kedua, saling membantu pada
lingkungan kecil. Ketiga, membebaskan anggota dari rentenir dan keempat,
membantu anggota membuka usaha produktif” (PL, 1).
Hal yang hampir senada namun disampaikan dengan bahasa
yang berbeda oleh pengawas, Wenslaus Naru (WN), “Terima kasih pak Kosmas.
Memang saat ini, saya dipercayakan anggota sebagai pengawas, ia semacam dokter
koperasi kredit. Namun saya ikut koperasi kredit ini sejak awal dengan besaran
simpanan wajib masih Rp100. Saya melihat proses pembentuk koperasi kredit untuk
mengatasi berbagai persoalan rumah tangga para guru dan pegawai Yayasan. Dalam
perjalanan selanjutnya, koperasi kredit ini juga menyiapkan dana pinjaman agar
anggota bisa berwirausaha atau mengembangkan usaha produktif. Sebagai anggota,
saya setia menyetor simpanan, mengikuti pertemuan dan pendidikan koperasi serta
meminjam dan mengembalikannya secara teratur. Sebagai pengawas, saya melakukan
pemeriksaan rutin setiap bulan dan pemeriksaan lengkap setiap tiga bulan.
Pemeriksaan lengkap mencakup lima (5) aspek yakni hukum, organisasi, keuangan,
permodalan dan manajemen. Berdasarkan pemeriksaan itu, Koperasi Kredit Sangosay
sehat sehingga memperoleh citra positif bagi anggota dan masyarakat. Pertumbuhan
anggota dan aset cukup signifikan” (WN 2).
Dari berbagai wawancara di atas menunjukkan bahwa
memang koperasi kredit sejak pembentukannya, sudah mengarahkan dirinya untuk
memberdayakan wirausaha anggota. Koperasi kredit menyadari bahwa anggota mau
sejahtera hendaknya melakukan pinjaman lebih mengarahkan pada usaha-usaha
produktif ketimbang konsumtif.
Walau pun demikian, ada banyak tantangan yang dialami
koperasi kredit dalam upaya memberdayakan wirausaha anggota. Hal ini dikemukakan
secara jelas oleh pengurus, Philipus Lusi (PL). Beliau berujar, “Tantangan yang
kami hadapi adalah prosentasi pinjaman usaha produktif belum optimal sebab anggota masih lebih ke
pinjaman pendidikan dan kesejahteraan, pendampingan dari koperasi kredit kurang
optimal juga ditambah lagi pemahaman berwirausaha baik pengurus maupun anggota
masih rendah serta perilaku kurang konsisten terhadap usaha dan pembukuan usaha
masih campur dengan pembukuan rumah tangga bahkan sebagian anggota yang
berusaha belum ada catatan sama sekali. Ini menjadi tantangan sekaligus peluang
bagi kami untuk mengatasinya (PL, 1). Wawancara ini menyebutkan secara jelas,
faktor-faktor yang mempengaruhi pemberdayaan wirausaha anggota. Data yang
ditampilkan dalam tiga tahun terakhir menunjukkan jumlah pinjaman dan peminjam
produktif selalu lebih kecil dari pinjaman untuk kesejahteraan.
Berikut
data dalam grafik 1:

Hal ini seiring dengan jumlah pinjaman produktif dan
jumlah pinjaman kesejahteraan. Jumlah pinjamn produktif dalam tiga tahun
terakhir selalu lebih kecil dari jumlah pinjaman kesejahteraan.
Berikut
data dalam grafik 2:

Dari tampilan dua grafik ini menunjukkan bahwa minat
anggota Koperasi Kredit Sangsay terhadap wirausaha masih perlu ditingkatkan
terus-menerus hingga mencapai perbandingan yang normal bahkan akan lebih baik
jika 50% atau lebih jumlah anggota meminjam untuk usaha produktif atau bisnis.
Sementara dari pihak manajemen, General Manajer,
Lodofikus Lenga (LL) melihat tantangan pemberdayaan wirausaha anggota lebih
tertuju pada keterampilan anggota berwirausaha masih rendah dan kemampuan SDM
manajemen untuk melakukan pendampingan juga belum optimal. “Tantangan yang
hadapi adalah keterampilan usaha yang masih terbatas dan SDM manajemen untuk
melakukan pendampingan juga terbatas” (LL, 4).
Ungkapan keprihatinan juga datang dari anggota,
Theresia Ngewi (TN) mengatakan,
“Tantangan yang kami hadapi ialah kami membuka usaha karena kami ikut tetangga
sebelah buat usaha sehingga usaha kami tidak berkembang; modal pinjaman usaha
kadang kami gunakan untuk hal-hal yang menghabiskan serta tidak ada buku
catatan” (TN, 6). Ini menunjukkan bahwa wirausaha yang dilakukan bukan
berdasarkan kajian untung-rugi namun lebih mengikuti trend apalagi mengikuti
tetangga. Hal ini makin sulit ketika tidak didukung dengan catatan usaha dan
modal usaha dipergunakan juga untuk hal-hal yang menghabiskan.
Tantangan pemberdayaan wirausaha anggota juga dilihat
secara jeli oleh pengawas koperasi kredit, Wenslaus Naru (WN). Beliau kepada
peneliti mengatakan, “Yang juga menjadi tantangan pemberdayaan wirausaha
anggota adalah anggota masih lebih suka pinjam untuk memenuhi kebutuhan dasar
seperti biaya anak sekolah, beli tanah, bangun rumah, beli kendaraan dan
lain-lain. Pinjaman untuk usaha produktif masih kurang meski volume pinjaman
untuk itu terus meningkat dari tahun ke tahun. Nanti pak Kosmas cek laporan
keuangan yang ada pada pengurus ataupun manajemen” (WN, 2).
Hasil wawancara di atas menunjukkan sekali lagi bahwa
anggota Koperasi Kredit Sangosay lebih suka menggunakan pinjaman mereka pada
kebutuhan dasar dan masih sedikit untuk usaha produktif. Hal ini juga mau
menegaskan apa yang telah disampaikan informan terdahulu.
Berdasarkan wawancara mendalam dengan 7 (tujuh)
informan kunci memberikan tantangan yang hampir mirip meski dengan pengungkapan
bahasa yang berbeda. Ada faktor-faktor dominan yang menjadi tantangan koperasi
kredit ini dalam upaya pemberdayaan wirausaha anggota meski harus disadari
bahwa sejak awal pembentukannya, koperasi kredit sangat konsern pada usaha pemberdayaan
wirausaha anggota. Faktor-faktor itu adalah perilaku hidup boros, instan, tidak
memiliki ketekunan berusaha, tidak memiliki catatan usaha dan paling dominan
bahwa penggunaan pinjaman koperasi masih untuk tujuan kesejahteraan ketimbang
pengembangan usaha.
***
Diposting Malang, 15 Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar