Oleh Kosmas Lawa Bagho
Pecinta Sastra
Sulit dipercaya memang. Pilihan itu kadang mengejutkan mengandung misteri yang tak terselami. Penulis, selama ini menggeluti dunia tulisan non fiksi dengan fokus pada pengembangan Credit Union atau Koperasi Kredit, Koperasi Simpan Pinjam, tiba-tiba memunculkan niat untuk menerbitkan buku fiksi. Luar biasa lagi, buku ini menjadi buku perdana penulis hehehe.
Mohon maaf juga kepada para pembaca blog ini yang selama ini sudah terbiasa dengan sajian tulisan non fiksi bertemakan koperasi kredit, beberapa pekan ke depan, akan membaca tulisan beberapa percikan bagian buku fiksi (Antologi Puisi) yang berjudul "Sobekan Rahasia Langit". Penulis akan tampilkan berseri hingga penerbitan buku dimaksud yang direncanakan mulai proses di penerbit sejak Minggu II April 2023. Tanpa sadar, besok tanggal 02 April 2023, "Sang Sobekan Rahasia Langit" akan berulang tahun yang ke-9 (02 April 2023 - 02 April 2014).
Tulisan buku fiksi "Sobekan Rahasia Langit" sesungguhnya sudah lama ingin diterbitkan. Puncaknya pada tahun 2021. Semua bagian tulisan lengkap mulai dari pengantar seorang kritikus sastra yang cukup terkenal Narudin, testimoni pengamat sastra dan dosen sastra Yohanes Sehandi, penulis buku antologi puisi "Kasut Lusuh" Pater Frizt Meko, SVD dan Suster Wilda CIJ yang bernama lengkap Imelda Oliva Wissang, dosen dan penulis sastra khususnya novel dan puisi. Baru kali ini menjelang ultah ke-9 sang "Sobekan Rahasia Langit" dan menjelang Paskah, Perayaan Iman terbesar keagamaan penulis baru direalisasi. Doakan ya, semoga berjalan lacar dan tiba di tangan pembaca pada waktunya.
Mohon pembaca blog bisa menikmatinya dan berikan komentar ya!
***
Pengantar Kritikus Sastra
“COGITO” MULTIPEL KOSMAS LAWA BAGHO
Oleh Narudin
Ucapan seorang rasionalis, René Descartes, begitu terkenal, “Cogito ergo sum.” yang berarti “Aku berpikir, maka aku ada.”. Padahal, kalimat lengkapnya, Descartes berkata, “Dubito, ergo cogito, ergo sum.” yang berarti “Aku ragu, maka aku berpikir, maka aku ada.”
“Cogito” atau “aku berpikir” menjadi dasar suatu puisi. Kogito dapat menjelma bentuk dan isi puisi. Dari sinilah puisi mulai terbentuk dan berisi. Akan tetapi, keraguan mendahului pikiran atau kogito tersebut. Jadi, puisi-puisi apa pun seperti pula puisi-puisi Kosmas Lawa Bagho dalam buku puisi ini mengisyaratkan itu semua secara semiotik.
Dalam puisi berjudul “Menulis”, kogito Kosmas ialah laksana kredo berpuisinya, yaitu:
MENULIS
Buat apa saya harus menulis
Menulis menyembuhkan luka dalam hati
Membersihkan segala kotoran jiwa
Membuka sumbatan nadi untuk berpikir sehat
Buat apa saya harus menulis
Menulis untuk keabadian
Tak pernah lenyap rekaman peristiwa
Walau raga terkubur dalam bumi
Menulis menciptakan peradaban baru
Jangan pernah ragu membuat tulisan
Mulai dari diri sendiri …
Kogito Kosmas pun mengenang yang berada di kampung halamannya secara nostalgik, disusun dalam bentuk puisi yang sederhana. Memang bentuk-bentuk puisi di dalam buku ini umumnya konvensional. Misalnya ini terbaca dalam bait-bait puisi “Kampung” yang secara tak langsung kesan nostalgik ini mengandung warna lokalnya, daerahnya, dan peristiwa yang direkam oleh Kosmas-nya tentu:
Jejak saat pertama mengenal dunia
Orang akan selalu rindu kembali
Mengulang jejak tapak perdana
Walau tidak selalu indah seperti daerah lain
…
Kampung
Tanah ulayat
Jadi rebutan tetangga dengan segala kekuasaan
…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar