Oleh Octavianus Ansi Atika
Peserta OJT XXVI Utusan Kopdit Sangosay-Bajawa
Catatan:
OJT Angkatan XXVI/2020 ada 29 peserta yang semuanya utusan dari Kopdit Sangosay dan para lelaki semua hehehe.
Waktu,
dia mengalir tanpa bisa kita tahan. Sangat sering arusnya yang deras membawa
kita pergi tanpa terasa dan tersadar. Cuma sebentar, saat kita angkat mata dan
melihat suasana sekitar yang telah berubah, kita lantas mulai menghitung,
sekian waktu telah berlalu.
Tanpa
terasa waktu 60 hari berlalu begitu cepat dan kita telah sampai dipenghujung
masa OJT. Selama 60 hari ini , tentu banyak hal yang telah kita rengkuh. Ada
canda, tawa, ratap, tangis dan gertak gigi. Masa OJT ini adalah masa ret-ret
untuk kita, masa pemurnian motivasi diri, bukan saja mempersiapkan diri kita
menyongsong Paskah namun lebih dari itu kita mempersiapkan diri kita untuk
diutus melayani sesama sebagai karyawan Kopdit Sangosay.
Waktu 60 hari ini
selain kita menempah skil dan pengetahuan kita, tetapi juga menjadi momen
refleksi dan rekonsiliasi diri. Rekonsiliasi yang terpenting adalah dengan diri
sendiri. Selain kita memulihkan relasi dengan sesama namun yang terpenting
adalah berdamai dengan diri sendiri. Salah satu intrumen yang membantu kita
untuk berefleksi dan rekonsiliasi adalah dengan menulis jurnal tiap hari. Saya mengamini apa yang ditulis.
Fian Atika |
Socrates seorang
Filsuf Yunani menulis “Hidup yang tidak direfleksikan adalah hidup yang tidak pantas
untuk dihidupi”. Untuk apa kita disini, sudah sampai di mana kita melangkah,
nilai apa saja yang telah kita integrasikan dalam diri, apa saja jejak yang
kita tinggalkan dan kemana kita akan menuju? Ada beberapa pertanyaan yang
penting untuk kita refleksikan.
Kita pun
menyadari betapa waktu 60 hari cepat berlalu dan waktu adalah satu sumber daya
yang tidak dapat diperbaharui, karena detik yang berlalu akan menjadi kenangan.
Jika ia telah pergi, maka tak akan pernah kembali lagi atau dalam istilah
Heraclitus filsuf Yunani Kuno “Panta rhei
kai uden menei…."semuanya mengalir dan tidak ada yang tinggal tetap". Di
dunia ini tidak ada
yang abadi dan tidak berubah selain perubahan itu sendiri. Seperti kotbah Pastor Pendamping Rohani beberapa minggu lalu bahwa "kita berada dalam suasana kemulian Tabor Flores
Mandiri namun kita tidak bisa tinggal tetap disini apalagi sampai membangun
kemah, sebab kita mesti turun ke Yerusalem pelayanan nyata kepada sesama
sebagai karyawan Kopdit Sangosay".
Kebanggan kita sebagai karyawan Kopdit
Sangosay bukan karena materi atau upah, tetapi seberapa banyak kita mengabdi,
itu harga diri kita. Upah merupakan konsekuensi logis ketika pengabdian kita
berdayaguna. Kini saatnya kita berbuat dan berkarya. Berusahalah untuk tidak
hanya menjadi manusia yang berhasil/sukses tetapi berusahalah menjadi manusia
yang berguna bagi banyak orang. Kita
semua tahu siapa diri kita, namun kita takkan pernah tahu seperti apa kita
kelak, karena siapapun bisa jadi apapun.
OJT ini adalah batu loncatan
yang baik untuk proses hidup kita kedepan. Untuk itu kami 29 peserta yang
adalah anak, adik dan saudara bapak/ibu dengan penuh kesadaran menyampaikan
limpah terimakasih untuk semua cinta dan perhatian yang boleh kami terima dari
tempat ini. Terimakasih untuk Pak GM Sangosay yang telah memilih dan memberi
kesempatan kepada kami untuk datang belajar dan menimba ilmu di orang-orang
hebat ini.
Terima kasih untuk Bapak Manager yang bersedia menerima kami yang
beragam ini dengan kekhasan masing-masing, terima kasih karena rela mendampingi
kami dengan penuh kesabaran dan cinta yang utuh layaknya bapak serentak ibu bagi kami di tempat ini yang “memaksa kami” untuk mencintai akuntansi.
Terimakasih untuk Pak Venan yang mendampingi kami juga dengan penuh kesabaran
dan cinta layaknya saudara sedarah
yang tidak tau bagaimana caranya marah ketika tingkah kami tak karuan yang
mendampingi kami sampai pada tahap bagaimana kami bisa mencintai angka-angka.
Terima kasih untuk pak Kosmas yang mendidik kami dengan lembut hingga kami sadar
hidup tidak semudah menelan ludah sendiri. Terimakasih untuk kedua pater (Pater
Pit dan Pater Elias) yang dengan setia melayani perayaan Ekaristi Kudus bersama
kami walaupun ada awasan untuk berkumpul melaksanakan perayaan keagamaan
terkait virus corona, bukti penghayatan
sakramen imamat dan iman akan penyelenggaraan Illahi. Terima kasih untuk
segenap staf puskopdit yang walaupun kita tidak bersua tiap hari namun kami
yakin andilmu besar untuk proses pembentukan diri dan kepribadian kami.
Terima kasih untuk segenap Karyawan hotel mulai dari cleaning service, receptionist, security, office-boy, master-cheff semua karyawan dan karyawati yang tidak
bisa kami sebutkan satu persatu yang melayani kami dengan penuh cinta. Untuk
semuanya dari lubuk hati yang paling dalam kami ucapkan limpah terima kasih.
Kami tidak bisa balas kebaikan bapak/ibu/saudara/i di sini tapi kami sangat
yakin Tuhan tidak mungkin menutup mata.
Sebagai
insan yang lemah dan terbatas, saya mewakili ke-28 teman juga sadar sungguh
telah banyak kata yang melukai rasa, begitu banyak tingkah naïf yang melukai
hati bapa/ibu di tempat ini, mulai dari bangun pagi terlambat, makan terlambat
dan tidak tertib, keluar masuk hotel tanpa izin, membuat gaduh dan mungkin
membuat hotel ini sedikit tidak nyaman, tidak serius mengikuti seluruh proses
pembinaan di tempat ini. Untuk itu semua, dari lubuk hati yang paling dalam, kami
mohon dimaafkan. Semoga proses pembinaan di tempat ini menjadikan kami pribadi
yang lebih dewasa, karena sejatinya usia tidak ada sangkut pautnya dengan
kedewasaan. Dewasa itu, soal pilihan hidup dan integritas diri. Jika sekarang
kami masih menjadi kepompong yang menjijikan, kelak kami akan bermertamorfosis
menjadi kupu-kupu yang indah dan menakjubkan. Kami percaya itu.
Teman-teman,
sebentar lagi kita akan kembali ke tempat kita masing-masing dan menjumpai
orang-orang terkasih. Titip salam untuk semuanya, kendatipun raga kita tak
bersama, terpisah oleh jarak namun kita tetap dapat bersua dalam doa dan grup
WA. Tetap jaga kesehatan di tengah wabah corona. Karena gara-gara corona, semua
diliburkan kecuali cicilan Koperasi. Kita tetap mawas diri, bukannya kita tidak
percaya pada penyelenggaraan Illahi. Pertanyaannya, bukankah kita juga harus
bertagungjawab atas kesehatan dan keselamatan kita serta orang-orang yang kita
cintai? Maka kalau berbicara iman, kita juga jangan sampai mencobai Tuhan
sendiri.
Akhir
kata, kesempurnaan hanya milik Allah, maaf jika ada kata yang menyayat hati,
terima kasih untuk kebersamaan ini, terimakasih, terimaksih dan terimaksih.
Ende, 24
Maret 2019
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar