Oleh Kosmas Lawa Bagho, S.Fil., M.M
Ketua Koperasi Kredit Serviam Ende
LAPORAN PERJALANAN DINAS
LOKNAS, OPEN FORUM DAN RATNAS INKOPDIT
MAKASAR, 17-22 MEI 2017
I.
PNDAHULUAN
Koperasi Kredit Serviam pada kegiatan kali ini
mengirimkan 6 peserta. Kosmas Lawa Bagho sebagai ketua pengurus, Venantius
Minggu sebagai wakil ketua pengurus, Oswaldus Romanus Minggu sebagai sekretaris
pengawas, Lambertus Liki Mare sebagai manajer, Klemens Lae sebagai kepala
cabang utama dan Ermelinda Ani sebagai kepala bidang kuangan cabang utama.
Kami tergabung pada 83 peserta dari Puskopdit Flores
Mandiri. Kami berangkat tanggal 17 Mei 2017 dengan menggunakan pesawat terbang
dari Ende, transit di Labuan Bajo, transit kedua di Denpasar dan Makasar.
Tiba di Bandara, kami langsung bergegas menuju Hotel
Grand-Calarion Makasar sebagai tempat pelaksanaan dengan menggunakan bis yang
telah disiapkan teman-teman gerakan di Makasar. Setiap kami membayar Rp50.000
dan pulang juga Rp50.000 untuk biaya transport.
Senja itu, kami tiba di hotel langsung melakukan
registrasi dan mendapatkan kunci kamar. Saya satu kamar dengan pak wakil ketua
pada lantai 5, nomor 5.893.
Ternyata hari itu hanya disiapkan panitia melakukan
registrasi.
II.
KEGIATAN LOKAKARYA NASIONAL (LOKNAS)
Hari itu tanggal 18 Mei 2017, semua peserta hadir
dalam satu ruangan untuk acara pembukaan. Hadir 36 Puskopdt dengan utusan
perorangan 763 peserta. Acara pembukaan berturut-turut: doa, Lagu Indonesia
Raya, Lagu Hymne Kopdit, Tarian Selamat Datang oleh SDK St. Aloysius Makasar,
Sambuat Ketua Inkopdit sekaligus membuka acara dengan resmi, perkenalan,
pengumuman panitia dan launching buku dari Puskopdit Khatulistiwa, Bapak
Munaldus dkk.
Bapak Joko Soesilo dalam sambutannya menegaskan
kembali filosofi dan nilai-nilai dasar koperasi serta koperasi kredit. Banyak
persoalan yang dihadapi, untuk itu jati diri koperasi serta nilai-nilai
koperasi kredit menjadi pegangan yang permanen dianut dan dimplementasikan
dalam gerakan koperasi kredit Indonesia (GKKI). Bapak Joko juga menyoroti
lenturnya nilai integrasi nasional GKKI. Setiap koperasi kredit ataupun
puskopdit sudah kurang bergabung secara nasional, untuk itu selama kegiatan
akbar di Makasar diharapkan nilai persatuan dalam keberagaman menuju integrasi
gerakan patut menjadi refleksi dan menjadi pegangan untuk dilaksanakan ke depan
agar GKKI mampu menghadapi berbagai tantangan secara elegan dalam kebersamaan
yang pluralis.
Selanjutnya, tanggal 18-19 Mei 2017, seluruh kegiatan
diisi dengan lokakarya yang dibagi pada tiga kelas berbeda. Setiap peserta
sudah mendapatkan kelasnya sesuai angka yang tertera pada name-tag (kartu
nama). Saya mendapatkan kelas A dengan pembicara Bapak Robby Tulus, Bapak
Trisna Ansarli dan Bapak Untung Tri Basuki. Ketiganya adalah penasihat Induk
Koperasi Kredit (Inkopdit) Jakarta.
Kelas kami dipandu langsung bendahara Inkopdit periode
2017-2019, Bapak Eduardus Sugi Watu. Dalam kelas kami disepakati, setiap
pemateri memaparkan semua materinya baru diadakan sesi tanya jawab.
Tampil pembicara pertama, Bapak Robby Tulus dengan
inti materi TAKE (Tata Kelola Efektif) untuk menjawab pertanyaan “WHY TAKE”,
pembicara kedua, Bapak Trisna Ansarli menjawab pertanyaan “WHAT’S TAKE” dan
pembicara ketiga, Bapak Untung Tri Basuki untuk menjawab pertanyaan “HOW’s
TAKE”.
Bapak Robby Tulus memulai pembahasan materinya dengan
mengangkat berbagai kasus terjadinya tata kelola yang buruk. Tata kelola yang
buruk menyebabkan koperasi kredit (GKKI) di beberapa daerah atau pun Negara
macet bahkan bubar. Untuk itu, Tata Kelola Efektif menjadi harga mati bagi GKKI
saat ini dan masa depan.
Problema utama ada pada manusia. Pertama, Hutang membengkak terjadi krisis kepemimpinan, krisis
nilai dan krisis kepercayaan. “Pemimpin politik dan bisni –sebagai elemen kelas
penguasa – memiliki kekuasaan demikian besar sehingga membelah dan
menghancurkan bukan mempersatukan dan membangun kesejahteraan bersama. Kedua, Moral Hazard. Moral Hazard-
perilaku sembrono yang menimbulkan bahaya moral, informasi asymmetric, kegagalan
pasar bebas dan kegagalan pemerintah dalam menciptakan regulasi prudensial dan
supervise terhadap intermediasi keuangan.
Robby Tulus juga menyoroti TAKE yang baik memenuhi dua
unsur utama: 1) proses pengambilan keputusan dengan cara yang benar dan 2) proses
bagaimana keputusan itu ditindaklanjuti dan dilaksanakan. Cara yang benar
adalah legal, etis, profesional dan akuntabel. TAKE bukan sekedar membuat
keputusan yang benar tetapi juga bagaimana menerapkan aturan, praktik dan
proses terbaik untuk mencapai keputusan tersebut yang memberi manfaat bagi
organisasi maupun para anggota dan pemangku kepentingan.
Apabila TAKE tidak memenuhi dua kriteria tersebut akan
melahirkan TAKE yang bermasalah. Ada tiga risiko tata kelola gagal. Risiko
pengembangan, risiko fidusia dan risiko reputasi.
Risiko pengembangan gagalnya tata kelola adalah tata
kelola yang buruk akan memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan dan
pengembangan organisasi koperasi kredit. Risiko fidusia adalah simpanan anggota
disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau lainnya. Misalnya uang atau
simpanan anggota dimanfaatkan pengurus untuk menginvestasi pada hal-hal
berkenaan dengan politik partisan pengurus bersangkutan dan tidak berkenaan
dengan kepentingan organisasi secara keseluruhan. Risiko reputasi berkaitan
dengan kerugian akibat kredit lalai atau penipuan yang akan merusak reputasi
koperasi kredit atau credit union. Ketiga risiko tersebut akan membuat koperasi
kredit bubar. Ada banyak contoh untuk itu termasuk koperasi kredit yang sudah
maju di negara-negara maju.
Contoh paling dekat adalah koperasi kredit nomor 1 di Thailand, Bangkok. CU Klongchan. Koperasi kredit tumbuh dan berkembang sangat luar biasa bahkan keuangannya idle. Oleh salah satu pengurus (seorang tokoh yang juga membesarkan kopdit bersangkutan juga pengurus CULT dan ACCU) salah menginvestasi keuangan organisasi pada usaha yang kebetulan keluarganya sendiri, menimbulkan ketidak percayaan anggota sehingga reputasinya terus menurun dan terus bermasalah hingga saat ini. Menurut Robby Tulus, itu contoh konkret tata kelola yang buruk.
Robby Tulus melanjutkan bahwa contoh tata kelola buruk juga dipengaruhi oleh praktik korup pengurus seperti pengurus menggunakan aset CU untuk keuntungan pribadi; pengurus CU berpengaruh melakukan kolusi dengan pejabat pemerintah serta berkolusi melakukan korup dengan investor buruk (UU disalahgunakan untuk praktik liar seperti Langit Biru dan Pandawa). Contoh buruk lain seperti nepotisme dan kekuasaan: CU digunakan untuk meraih kekuatan politik dan anggota keluarga direkrut untuk dijadikan pengurus serta korupsi administratif yakni menyuap pejabat untuk perolehan lisensi, perizinan; pengalihan dana-dana untuk program-program CU non-esensial serta pelayanan yang tidak efisien.
Bapak Trisna Ansarli memaparkan TAKE penting dalam
koperasi kredit karena Kopdit sebagai lembaga keuangan sangat rentan terhadap
isu bekerja berbasiskan trust (kepercayaan), aturan main dalam tata kelola
meningkatkan tanggungjawab terhadap anggota dan koperasi kredit juga harus
mampu mengelola orang selain uang sebagai instrumennya.
TAKE yang baik tidak jauh berbeda dengan apa yang
dipaparkan pak Robby Tulus. TAKE meliputi proses, struktur dan informasi
digunakan untuk mengarahkan dan melihat manajemen organisasi secara keseluruhan.
Fungsionaris (pengurus) dan manajemen bertanggungjawab atas kekeliruan yang
terjadi dan anggota sebagai pemilik berpartisipasi aktif dalam menjalankan
tugas, tanggungjawab dan peran sebagai anggota.
TAKE yang baik diharapkan mewujudkan keberlajutan
usaha, efisiensi operasional, posisi yang bersaing, kepuasan anggota dan
kepuasan karyawan.
Manfaat TAKE yang baik dan benar: meningkatkan kinerja
organisasi, mempromosi ekonomi/stabilitas keuangan dan memfasilitasi
pertumbuhan; mempertinggi kredibilitas keterganutngan organisasi pada hubungan
kepercayaan. Indikatornya: kepengurusan dan eksekutif disenangi dan terjadi
relasi kohesif dengan anggota; kehormatan yang lebih besar; koperasi kredit
menjadi pilihan utama masyarakat serta memiliki tata aturan sesuai regulasi
Negara dan organisasi koperasi kredit.
Bapak Untung Tri Basuki, prinsipnya sesuai TAKE yang
ditawarkan pak Robby Tulus dan Bapak Trisna Ansarli. Beliu hanya menekankan
regulasi yang terjadi di koperasi kredit hendaknya disesuaikan berbagai
regulasi yang terjadi pada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berbagai
perundang-undangan serta aturan lain harus diikuti secara komitmen dan
konsisten oleh GKKI agar tidak melanggar hukum yang akhirnya juga mengurangi
rasa kepercayaan masyarakat maupun anggota terhadap koperasi kredit. Terjadinya
TAKE yang buruk akibat gerakan tidak lagi memperhatikan tata aturan secara baik
dan benar dalam proses hingga tahap implementasi.
Catatan:
Regulasi Koperasi Kredit Serviam hendaknya dilakukan
secara baik dan benar sejak proses perumusannya hingga tahap pelaksanaannya.
Tata aturan hendaknya dihindari dari berbagai kepentingan fungsionaris maupun
anggota dalam hal yang negative yang merugikan anggota dan organisasi secara
berkelanjutan. Benahi tata aturan yang belum sesuai Tata Kelola yang Efektif
(TAKE).
III.
KEGIATAN RUPS
Saya sebagai ketua pengurus menghadiri RUPS PT
Inkopdit Bersama. Ada banyak diskusi internal namun prinsipnya pertama:
pencatatan deviden tahun 2015 dikembalikan dan membuat jurnal balik ke modal
awal dan tahun 2016 tidak ada deviden, investasi Kopdit Serviam pada PT
Inkopdit Bersama. Kedua, ada perubahan manajerial di dalam PT dengan lebih
meningkatkan promosi serta mendatangkan coah profesional untuk meningkatkan
laba PT. PT Inkopdit Bersama masih rugi namun ada penambahan nilai keuntungan.
Diberikan kesempatan untuk bisa menjual saham dengan nilai 1 saham masih Rp1000.-
IV.
KEGIATAN OPEN FORUM
Tanggal 21 Mei 2017, diisi dengan kegatan open forum
setelah tanggal 20 Mei 2017, peserta menikmati darmawisata berpengatahuan di
Bantimurung (gua kupu-kupu) dan air terjun yang diseting dalam aroma pariwisata
mendatangkan rupiah dan dollar; Fort Rotterdam (benteng perlawanan kepada
penjajahan Belanda) serta Pantai Akarena (Aneka kuliner dan makanan).
Open Forum dibuka dengan acara pembukaan yang
menghadirkan Kementria Koperasi RI diwakili Deputi Kelembagaan Koperasi dan UKM
RI Bapak Mulyadi Sembiring, Sekjend Dekopin, Bapak Agung Soedjatmoko; Ketua
Puskopdit Sulsel, Bapak Yuwada Rumengan, CEO ACCU, Ms. Lenny dan Mr. Ranjith,
Gubernur dan Wali Kota Makasar serta rektor dan mahasiswa/I UGM Makasar.
Sambutan berturut-turut: ketua Puskopdit Sulsel, Ketua
Inkopdit, Sekjend Dekopin dan Deputi Kelembagaan Koperasi dan UKM RI. Intinya
mereka semua mengapresiasi serta mengharapkan tetap membangun kelembagaan
koperasi atau credit union berbasis jati diri dan nilai-nilai koperasi kredit
dan menerapkan pengelolaan berbasis digital.
Open Forum sesi pertama dengan judul “Peran Strategis
Koperasi Kredit dlam Menggerakan Ekonomi Kerakyatan di Indonesia”. Dr. Revrison
Baswir (Ekonom dan Dosen UGM) menuturkan bahwa sejarah koperasi tidak dapat dipisahkan
dari penderitaan kaum buruh dibawah tindasan kapitalisme. Untuk membebaskan
diri dari tindasan kapitalisme dan untuk meningkatkan kesejahteraan masayarkat
di sekitarnya, kaum buruh berusaha menyatukan kekuatan dengan membentuk
koperasi.
Koperasi kredit adalah lembaga keuangan dari, oleh dan
untuk rakyat. Sebagai lembaga keuangan milik rakyat dan sekaligus sebagai alat
perjuangan rakyat untuk membebaskan diri dari tindasan kapitalisme, koperasi
kredit wajib dsiselenggarakan atas dasar kesadaran kelas.
Sesi ke-2 dengan judul “Integrasi Nasional sebagai
Langkah Strategis Meningkatkan Kualitas Bersaing CU” oleh ms. Lenny dan Mr.
Ranjith. Menurut keduanya, integrasi
membutuhkan standarisasi.
Standarisasi dalam berbagai bidang seperti sharing
sumber daya, operasional dan solidaritas kontraktual. GKKI hendaknya memiliki
standarisasi yang berbasis pada penguatan jaringan atau integrasi nasional
tidak hanya membatasi pada tingkat pertama (koperasi kredit primer atau pun
sekunder daerah, puskopdit).
Standarisasi keuangan dan administrasi misalnya
PEARLS, PAR, penggajian, SDM anggota dan fungsionaris, ACCESBRANDING (supervisi
berbasis risiko dan lembaga penjamin simpanan), pemasaran, diversifikasi produk
yang terintegrasi.
Sesi ke-3 dengan judul “Struktur Organisasi Gerakan
Koperasi Kredit Indonesia Menghadapi Era Digital”. Rpobby Tulus memaparkan
pembagian peran masing-masing level menuju integrasi menghadapi era digital.
Inkopdit dan Puskopdit perlu menyatukan kekuatan untuk menyusun federasi:
mendefinisikan peran Inkopdit sebagai federasi, menyesuaikan kerangka
legalisasi (aturan eksternal), penyesuaian AD Inkopdit-Puskopdit dan Kopdit.
Jejaring Inkopdit yang perlu terus dipertajam
(Struktur): asuransi, silang pinjam, dana stabilitas dan teknologi.
Catatan:
Kopdit Serviam bukan kapitalisme baru namun lembaga
pemberdayaan anggota menuju kesejahteraan. Inovasi produk yang lebih berpihak
pada anggota yang masih miskin dan tak berdaya secara SDM, budaya, sosial dan
ekonomi. Kopdit Serviam juga memperhatikan dana stabilitas (dana penjamin
simpanan anggota=memperbesar dana SIAP); PEARLS dan PAR yang efektif.
V.
PENUTUP
Demikian laporan perjalanan dinas sejak tanggap 17 hingga 22 Mei 2017.
Sebagai rekomendasi dan hasil yang diperoleh ada yang sudah dilakukan di Kopdit
Serviam kita tercinta namun ada hal yang perlu ditingkatkan dan dikritisi
terus-menerus.
Berbagai masukan menjadi perhatian pengurus dan manajemen untuk
mengadakan yang belum ada dan melaksanakannya secara konsisten hal yang sudah
ada.
Penyempurnaan tata aturan seusai tata kelola efektif segera diselesaikan
untuk dilaksanakan secara komitmen dan konsisten demi keberlanjutan lembaga
Serviam dan kesejahteraan anggota.
Kopdit Serviam bukan kapitalisme baru melainkan salah satu lembaga
alternative untuk meningkatkan anggota dan masyarakat secara komunal dengan
modal uang sebagai sarana.
Terima kasih atas kepercayaan dan mohon maaf apabila perjalanan ini belum
memberikan perubahan yang nyata bagi anggota dan Kopdit Serviam secara lembaga.
Ende, 05 Juni 2017
Kosmas Lawa Bagho
Utusan
tahun 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar