Rabu, 30 Maret 2011

Kopdit Serviam Launching Buku

Oleh: Frans Obon, Wartawan Flores Pos

(Flores Pos, 20 Maret 2010). Pada usianya yang ke-15 Koperasi Kredit (Kopdit) Serviam meluncurkan (launching) buku berjudul “Kopdit Serviam & Kemiskinan di Flores” bertempat di aula Angela di Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat (STPM) Santa Ursula, Jumat (19/3).

Peluncuran buku ini ditandai dengan diskusi buku dengan dua pembicara utama Pater John Dami Mukese SVD dan Pemimpin Redaksi Harian Flores Pos, Frans Anggal, dan moderator dosen STPM Aloysius Belawa Kelen. Pater John Dami Mukese yang baru saja menyelesaikan studi doktoralnya dari Universitas Los Banos, Filipina membedah buku ini dari sudut pemberdayaan masyarakat dan Frans Anggal melihatnya dari perspektif media (seorang wartawan).

Acara peluncuran dibuka Ketua Kopdit Serviam Kosmas Lawa Bagho. Kosmas dalam sambutannya mengatakan, penulisan buku bunga rampai perjalanan Kopdit Serviam ini merupakan gebrakan pertama dalam gerakan koperasi kredit primer di Flores. “Tapi mudah-mudahan bukan terakhir”. Ini peristiwa pertama dan kopdit pertama yang meluncurkan buku,” katanya.
Kosmas (tengah) sebagai Ketua Serviam saat peluncuran buku 

Dia menekankan lagi pentingya anggota koperasi kredit menghayati kembali semangat dan filosofi dasar gerakan koperasi kredit yakni solidaritas, keswadayaan dan pendidikan. Seluruh usaha gerakan koperasi kredit hendaknya dibingkai oleh filosofi dasar tersebut,” katanya.

Kopdit Serviam didirikan 9 Januari 1993 dengan anggota awal Rp. 607.000. pada usianya yang ke-15 aset Kopdit Serviam berkembang menjadi Rp.5,5 miliar lebih, modal Rp, 3,08 miliar, kredit beredar Rp.4,1 miliar dan anggota 1,482 orang.

Sebelum pembicara dan moderator mengambil posisi di meja yang telah disiapkan, moderator Aloysius Belawa Kelen mengatakan, buku yang akan dibahas dan diluncurkan pada kesempatan itu akan membawa peserta untuk sedang “membaca teks dan menafsirkan teks yang dibaca untuk memahami situasi masyarakat miskin yang tinggal di daerah potensial”.

Secara filosofis, manusia itu berubah karena berjumpa dengan orang lain dan karena membaca buku. Koperasi Kredit Serviam juga berangkat dari perjumpaan dua puluh tujuh orang pada awalnya dan berkembang menjadi 1.482 orang sekarang ini.

Setelah pengantar ini, penendang bola pertama bedah buku ini adalah Pemimpin Redaksi Flores Pos, Frans Anggal. Presentasinya berjudul “Gerakan Kopdit dan Optik Jurnalistik”. Topik buku ini dibahas dalam konteks news dan views sebagaimana proses kerja dalam jurnalistik. Secara terinci dia membahas satu per satu unsur 5 W (who, what, when, where dan why).

“Secara statis, news dan views dalam bunga rampai ini terdapat pada hampir semua tulisan dan gambar. Sedangkan secara dinamis, news dan views itu berjalin berkelindan dan sedemikian rupa sehingga menampilkan dua hal. Hal pertama adalah penyosokan (profiling) Kopdit Serviam: sudah seperti apakah kopdit ini, kini dan di sini. Hal kedua yang ditampilkan adalah dinamika Kopdit Serviam: bagaimana awalnya sampai kopdit ini menjadi seperti sekarang ini dan bagaimana pula kiprah selanjutnya agar tetap berkembang,” katanya.

“Kopdit Serviam memperlihatkan perkembangan signifikan karena adanya kemauan untuk selalu berbenah, selalu ingin dilahirkan baru. Lahir tahun 1993, bergabung dengan Puskopdit Bekatigade Ende, Ngada, Nagekeo 1998 dan tahun 2008 mulai dikelola secara profesional,” katanya.

Judul presentasi Pater John Dami Mukese adalah Kopdit sebagai lembaga pemberdayaan”. Studi doktoral Pater John fokus pada pemberdayaan. Dia menegaskan bahwa dalam proses pembangunan, ada dua faktor kunci dalam memandang manusia yakni manusia sebagai subjek pembangunan atau manusia sebagai objek pembangunan. Jika manusia dipandang sebagai objek maka pemberdayaan dimengerti sebagai upaya memberi daya kepada orang miskin dan lemah yang tidak bisa membangun dirinya agar menjadi lebih mampu. “Di sini proses pemberdayaan bergerak dari luar ke dalam. Kemampuan diberikan dari luar lewat alat-alat bantu seperti proyek bantuan fisik dan bantuan kemanusiaan lainnya,” katanya.

Sedangkan orang yang melihat manusia sebagai subjek pembangunan, pemberdayaan adalah proses penyadaran dimana orang-orang miskin dan lemah dibantu untuk menemukan kekuatan dan kemampuan mereka sendiri.

Menurut dia, dari tulisan dalam buku bunga rampai ini, “entah berupa kisah atau kesaksian, terungkap dengan jelas bahwa para anggota telah sama-sama tentu saja dalam tingkatan berbeda, mengalami satu proses pembelajaran yang panjang”.

“Kopdit Serviam telah menjadi salah satu lembaga atau institusi pemberdayaan. Inilah satu sekolah, bahkan universitas pemberdayaan yang diimpikan oleh Paulo Freire. Melalui rentang waktu yang panjang dengan jatuh bangun bersama, para anggota telah belajar bersama menemukan butir-butir indah kekayaan dirinya masing-msing ibarat biji sesawi,” katanya.

Usai diskusi, dilanjutkan dengan peluncuran buku. Satu per satu buku diberikan kepada penulis dan setelahnya foto bersama.
Read more...

Kamis, 17 Maret 2011

Terima Kasih Camat Boawae

Oleh Kosmas Lawa Bagho
Salah seorang penasihat JAFNA

Kami masyarakat Focolodorawe Uluwena yang tergabung dalam Jaringan Adat Focolodorawe uluweNA (JAFNA) dengan tulus hati menyampaikan ucapan terima kasih kepada Camat, Kapolsek dan Danramil Boawae yang telah mengakomodir dan memfasilitasi pertemuan antar kedua suku (woe) di Kantor Camat Boawae, tanggal 10 Maret 2011.

Pertemuan ini merupakan upaya pemerintah dan berbagai pihak terutama Suku Deru (Boawae) dan Suku Focolodorawe Uluwena menyangkut pelaksanaan proyek UMP di Daerah Aliran Sungai (DAS) Aebhara. Pelaksanaan proyek yang tanpa sepengatahuan warga Suku Focolodorawe yang merasa juga berhak atas tanah ulayat dimaksud sehingga menimbulkan persoalan dengan puncaknya Warga Suku Focolodorawe Uluwena melakukan penanaman pisang dan ‘Gase Topo’ di Lokasi persengketaan tanggal 3 Maret 2011.

Ada kekuatan dan kelemahan pertemuan dimaksud. Namun yang pasti, pertemuan dimaksud yang juga menghadirkan anggota Polres Ngada telah sedikit mencairkan kebekuan dan memberikan tiga alternatif rekomendasi atau kesepakatan yang diterima kedua belah pihak yakni: Pertama: Warga Suku Focolodorawe Uluwena mencabut kembali ‘topo’ (sejenis parang adat) yang telah ditanam di lokasi DAS Aebhara di tempat kegiatan proyek UMP dan Warga Suku Deru (Boawae) melalui Lurah Olakile menghentikan sementara kegiatan proyek UMP di lokasi DAS Aebhara. Kedua: Akan ada pertemuan lanjutan untuk membentangkan sejarah kepemilikan dan batas-batas tanah ulayat disertai para saksi dan Ketiga: melakukan ‘lasa lange/bhodo lange’ sesuai sejarah kepemilikan tanah bersangkutan. Poin ini masih ada perbedaan sedikit antar kedua suku (woe) yakni Suku Focolodorawe meminta dilakukan dibawah sumpah agar baik warga suku Focolodorawe dan para saksinya tidak melakukan dusta terhadap tanah ulayat warisan nenek moyang (ine taa lese, ame taa pedo) dan juga sebaliknya supaya persoalan ini bisa diakhiri dengan bijaksana dan tidak lagi menjadi beban ulayat pada generasi anak cucu.

Jika demikian maka tanah ulayat dimaksud diharapkan tidak akan terjadi lagi persengketaan di kemudian hari. Maka kegiatan apapun di lokasi bisa berjalan sebagaimana biasa tanpa ada saling mengklaim seperti yang terus terjadi selama ini dan puncaknya ada pertemuan di Kantor Camat tanggal 10 Maret 2011.

Permasalahan ini sesungguhnya memberikan pembelajaran kepada semua pihak untuk lebih berhati-hati dalam melakukan proyek penambangan atau pengerukan perut bumi apalagi dengan menggunakan alat berat sekurang-kurangnya dilakukan proses desiminasi (sosialisasi) yang merata dan adil kepada masyarakat (suku atau woe) terutama pada masyarakat di daerah perbatasan.

Kami masyarakat Focolodorawe Uluwena yang tergabung dalam JAFNA juga menyampaikan permohonan maaf jika selama sejak awal pengaduan hingga proses pertemuan di Kantor Camat Boawae yang difasilitasi pemerintah dan pihak keamanan telah mengganggu dan menciderai harkat dan martabat semua orang terutama kedua warga suku yang sedang berselisih paham. Kami nyatakan bahwa persoalan ini menyangkut tanah ulayat suku bukan persoalan kepemilikan pribadi. Oleh karena itu diharapkan pengertian semua pihak agar tidak terjadi persoalan antar pribadi.
Read more...

Ucapan Profisiat Sang Suami

Oleh Kosmas Lawa Bagho

KELUARGA BESAR FOCOLODORAWE ULUWENA & BOAWAE
MENYAMPAIKAN PROFISIAT

KEPADA
THERESIA WASO EA
SEBAGAI CALON LEGISLATIF KABUPATEN NAGEKEO PERIODE 2009-2014
NOMOR URUT 1 DAPIL II (KECAMATAN BOAWAE) PARTAI KASIH DEMOKRASI INDONESIA (PKDI)

PADA DAFTAR CALON TETAP TANGGAL 31 OKTOBER 2008

SEMOGA MENJADI PENGHUBUNG
ASPIRASI MASYARAKAT YANG MUMPUNI
TUHAN MEMBERKATI

Inilah kata-kata spontan yang meluncur dari hati dan mulutku tanggal 29 Oktober 2008 ketika tanggal 31 Oktober 2008 akan ada pengumuman DCT (Daftar Calon Tetap) untuk para celeg (calon anggota legislatif) DPRD kabupaten dan kota. Saya sendiri tidak tahu apa yang mendorongnya sehingga lahir kata-kata seperti di atas. Persisnya malam itu, kami terasa penat sekali ketika seharian penuh melakukan audit di Koperasi Kredit Sangosay, Kopdit terbesar untuk tingkat Puskopdit Bekatigade Ende-Ngada-Nagekeo yang memayungi gerakan koperasi kredit di Kabupaten Eende, Ngada dan Nagekeo yang merupakan mekaran dari Kabupaten Ngada.

Namun hal itu berkenaan dengan momen pileg. Kebetulan sekali isteri saya ikut dalam bursa pencalonan anggota legislatif Kabupaten Nagekeo untuk periode 2009-2014. Ia maju dari Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKD Indonesia) No Urut 1 utusan Dapil (Daerah Pemilihan) Nagekeo II untuk Kecamatan Boawae. Ucapan profisiat ini saya masukan dalam iklan Flores Pos yang dimuat pada Hari Sabtu, tanggal 08 November 2008 dengan harga Rp. 200,000.-

Sejak liburan lebaran tanggal 02-04 Oktober 2008, kami suami-isteri telah melakukan sosialisasi diri dan memohon izin kepada keluarga untuk maju sebagai calon anggota legislatif sekalian meminta dukungan doa dan suara yang akan ditentukan pada tanggal 09 April 2009 akan datang. Kami datang pertama-tama ke Desa Induk Nagerawe dan juga mekaran Focolodorawe pada tanggal 02 Oktober 2008. Yang hadir cukup banyak. Kami membunuh 1 ekor babi dengan harga 1 juta rupiah. Kami suami-isteri Rp. 500,000 dan bapa-mama Rp. 500,000 diluar beras dan bumbu-bumbu lainnya. Kami pikir, inilah saat yang baik untuk memberi makan kepada keluarga bukan hanya untuk membeli suara mereka pada pemilihan umum 2009 nanti.

Ada beragam harapan dan pertanyaan. Semuanya bermuara bahwa mereka merasa bangga dan memberikan dukungan karena baru kali ini orang Rawe tampil berdiri sama tinggi, duduk sama rendah dan berlari sama cepat dengan warga masyarakat lainnya. Selama ini masyarakat Rawe Uluwena selalu dianggap warga kelas dua, bodoh, miskin, kolot dan lain sebagainya. Namun soal gol atau tidak tergantung Dewa zeta, Ga'e zale dan dukungan semua masyarakat Rawe Uluwena yang hampir 1000 pemilih tetap pada pemilu tahun 2009 nanti.


Kami menerima dengan harapan namun bukan dengan rasa bangga berlebihan. Semuanya berjalan dalam proses. Namun sedikitnya memunculkan harapan.Pembicaraan kami sampai pukul 12.00 malam dan makan malam bersama. Saya baru tidur pukul 14.30 wita. Keesokan harinya kami langsung ke Boawae dan membelanjakan segala sesuatu untuk persiapan pertemuan keluarga di desa Alorawe. Kami ke sana dengan truk (bis kayu andalan masyarakat terpencil). Sebagian pendukung utama bersepeda motor dan jalan kaki. Memang mereka bekerja tanpa memikirkan upah. Tuhan sertailah mereka dengan rejeki berlimpah.

Perjalanan cukup melelahkan apalagi menuruni bukit yang lumayam curamnya. Saya sendiri pernah berangkat sebelumnya tanggal 23 September 2008 dan sempat tidak bisa menghdiri acara peresmian dan pelantikan kepala desa baru a.n. Donbosko Baka Bupu yang juga sepupuku karena ia adalah anak dari saudara kandung mamaku. Saya tidak bisa jalan sejak malam sampai acara selesai. Bersyukur Tuhan masih bersamaku sehingga Ia membuat keajaiban melalui pa Frans (ITDM) yang mendoakanku sehingga aku bisa berjalan kembali menjelang sore hari. Meski sudah tertatih-tatih namun masih membantu mendoakan 2 anak kecil yang sedang menceret dan seorang bapak yang sudah lama sakitnya.

Kami tiba sore hari dan sudah lapar. Kami nginap di keluarga bapa kecil (Bp. Frans Ebo) yang juga bapa mantu adik sepupuku yang lain Sirilus Bei yang ikut setia bersama kami. Di rumah tidak ada orang hanya mama kecil yang lagi kurang enak badan. Namun ia sudah masak jagung bose. Bapa kecil agak ragu menghidangkan kepada kami terutama anak mantunya yang baru pertama kali datang. Kami katakan kami senang maka jagung bose yang banyak itu akhirnya habis dilahap. Malamnya kami lakukan pertemuan dan menyampaikan niat kami suami-isteri terutam ibu yang akan maju menjadi calon anggota legislatif. Mereka semua bangga dan nyatakan dukungan. Bahkan mereka anjurkan untuk tidak menghambur-hamburkan uang dengan tim sukses.

‘Biar kami sendiri menjadi tim sukses bagi keluarga kami masing-masing!’ kata mereka serius. Ada hal yang menarik salah seorang guru SD, dengan kata-kata sedikit puitis mengatakan,’ Kita negha nee manu, mai gae wali kata’! Artinya kita sudah calon orang sendiri (ayam) jangan lagi cari atau pilih orang lain (ayam hutan).

Memang sedikit ada harapan besar untuk menjadi anggota dewan terhormat menyaksikan apa yang terjadi. Seperti biasa saya biasa menanggapi sesuatu tidak berlebihan. Kami hanya katakan terima kasih semoga Tuhan memberkati segala niat dan kata-kata bapa/ibu sekalian. Namun politik beda dengan matematika. Segala sesuatu bisa terjadi dan berubah hanya dengan hitungan detik. Siapa yang siap maju berpolitik harus siap menerima resiko apapun. Siap menang dan siap kalah.

Dalam politik tidak ada yang abadi. Apalagi yang menyangkut roti kami setiap hari, kata E.P. da Gomez salah satu pentolan politisi gaek dari Maumere Flores ketika perpecahan tiba pada saat pergolakan dan perpecahan PDI Soerjadi dan PDI Megawati yang akhirnya melahirkan partai baru: PDIP : Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Memang betul. Akan tetapi saya berharap hendaknya tidak ada musuh dalam selimut dan tidak ada dusta di antara keluarga besar Rawe Uluwena dan Boawae. Inilah sepotong harapan dan doa kepada isteriku .........

Hotel Bintang Wisata Bajawa29 Oktober 2008

Catatan untuk diingat: Isteriku Theresia Waso Ea Belum Berhasil Meraih Kursi Dewan Pileg April 2009 hehehehe ... masih ada hari esok. Konsolidasi diri dan ikatkan kekeluargaan!

Read more...

Pembentukan & Personalia JAFNA

Oleh Kosmas Lawa Bagho

Hari ini, Kamis: 10 Maret 2011 pukul 20.00 wita, Kami Warga Focolodorawe Uluwena telah bersepakat untuk membentuk Lembaga Pemangku Adat yang kami namakan JAFNA (Jaringan Adat Focolodorawe uluweNA) dengan kegiatan utama memfasilitasi berbagai persoalan yang menyangkut perbatasan tanah ulayat baik Utara, Selatan, Timur dan Barat (fokus utama sementara: persoalan batas tanah di Lokasi Aebhara) dan memikirkan masa depan anak cucu Suku Focolodorawe Uluwena. Lembaga ini akan diperluas wewenang dan tanggungjawabnya sesuai perkembangan.

Tanggal yang sama, kami membentuk Kepengurusan Sementara JAFNA sebagai berikut:
Penasihat:
1. Kosmas Lawa Bagho
2. Severinus Keka (Kades Nagerawe)
3. Rofina Bhibha (Kades Focolodorawe)
Pengurus:
Ketua Umum : Karolus Ase Ija
Wakil Ketua I : Klemens Ngei
Wakil Ketua II : Agustinus Mengo
Wakil Ketua III : Maksimus Geka
Wakil Ketua IV : Yohanes Lengi
Wakil Ketua V : Antonius Nogi Pelo
Wakil Ketua VI : Bruno Kewa
Wakil Ketua VII : Syrilus Bei
Wakil Ketua VIII: Pit Deghi
Sekretaris I : Lipus Jawa
Sekretaris II : Servasius Siku
Bendahara I : Gregorius Lebe
Bendahara II : Theresia Waso Ea
Seksi Sejarah Adat:
1. David Lao
2. David Ngai
3. Kanis Welu
4. Pit Garo
5. Rafael Dena
6. Wilem Wegu
7. Nikolau Meo Bhelo
8. Matheus Meo Rebo
9. Gaspar Wada
10. Karolus Ase Ija
11. Mathias Tobi
Seksi Promosi :
1. Yohanes Donbosko Moni
2. Piter Mite
Seksi Pendidikan:
1. Theresia Waso Ea
2. Frumensius Sue (belum dihubungi)
3. Daniel Tai (belum dihubungi)
Seksi Ekonomi :
1. Bertholomeus Roga (belum dihubungi)
2. Servasius Siku
Seksi Advokasi Hukum:
1. Pieter da Santo, SH (belum dihubungi)
2. Vinsensius Sue Wea (Mahasiswa Fak. Hukum Universitas Flores-Ende)
Penggerak : Semua RT .
Read more...